PPDB dan Sistem Zonasi 2019
Siaran Pers
Rabu, 19 Juni 2019
Sehubungan telah dimulainya pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk SMP dan SMA tahun 2019, terdapat beberapa Laporan Masyarakat yang masuk ke Ombudsman RI baik di perwakilan maupun di pusat. Laporan Masyarakat tersebut terbagi kepada dua masalah utama:
1.   Berkenaan dengan ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap penerapan sistem zonasi;
2.  Kesalahpahaman masyarakat tentang pendaftaran PPDB sehingga di beberapa tempat atau sekolah, sebagian masyarakat harus mengantri dan bahkan hingga bermalam di suatu sekolah.
Mempelajari sejumlah kasus dan Laporan Masyarakat tersebut, Ombudsman RI memberikan tanggapan sebagai berikut:
1.   Pengaturan PPDB tahun ini melalui Permendikbud No. 51 Tahun 2018 telah mengalami perbaikan, di antaranya:
a.   Pada tahun-tahun sebelumnya Permendikbud tentang PPDB selalu terbit sebulan sebelum pelaksanaan PPDB sehingga menyulitkan daerah atau Pemprov & Pemkab/Pemkot untuk menyesuaikan dengan aturan baru. Sedangkan tahun ini Permendikbud itu sudah terbit setidaknya 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
Seharusnya waktu 6 (enam) bulan dapat digunakan untuk persiapan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pelaksanaan PPDB dan perbedaannya dengan tahun-tahun sebelumnya sehingga tidak menimbulkan keributan yang mendadak.
b.   Masalah sistem zonasi juga telah menampung aspirasi kondisi daerah-daerah tertentu karena tidak meratanya jumlah sekolah di berbagai daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan penyesuaian sejauh tidak menyimpang dari tujuan utama zonasi, yaitu pemerataan pendidikan dan penghapusan sistem favoritisme.
2.   Namun beberapa kelemahan masih tampak dalam penerapan zonasi, antara lain:
a.   Kemendikbud dan Dinas Pendidikan di daerah kurang gencar dalam mensosialisasikan Permendikbud yang baru sehingga masih menimbulkan kesalahpahaman di tengah-tengah masyarakat;
b.   Kemendikbud juga kurang berkoordinasi dengan Kemendagri dalam penerapan sistem Zonasi sehingga beberapa kepala daerah masih melakukan modifikasi sistem zonasi yang menyimpang dari tujuan utama sistem tersebut;
c.   Kemendikbud seharusnya tegas dalam menegakkan aturan tentang sistem zonasi tetapi juga komunikatif dengan masyarakat dan Kementrian Dalam Negeri serta Pemerintahan Daerah sehingga tujuan yang baik dalam penerapan zonasi tersebut akan dipahami oleh masyarakat dan Pemerintah Daerah.   Â
3.   Tentang adanya antrian yang menimbulkan kekisruhan, hal itu lebih disebabkan karena kesalahpahaman masyarakat bahwa seolah-seolah siapa yang paling duluan membawa berkas ke sekolah akan diterima. Ombudsman RI menyesalkan terjadinya kesalahpahaman tersebut. Pendaftaran sekolah seharusnya telah dilakukan dengan sistem daring/on line yang telah diatur sesuai dengan zonasinya. Berkas calon siswa dibawa ke sekolah dalam rangka verifikasi data, bukan untuk pendaftaran siapa yang paling duluan.
Kemendikbud dan Dinas Pendidikan daerah provinsi & kab/kota serta sekolah di semua daerah hendaknya lebih gencar memberi penjelasan kepada masyarakat mengenai PPDB.
4.   Disadari bahwa mentalitas masyarakat dalam favoritisme sekolah masih kuat sehingga pemerintah secara keseluruhan khususnya Kemendikbud dan Kemendagri agar bekerjasama lebih koordinatif untuk memberikan pengertian kepada masyarakat.
5.   Mentalitas favoritisme itu terutama disebabkan karena kurangnya persebaran dan pemerataan fasilitas dan mutu sekolah di seluruh pelosok Indonesia sehingga sebagian masyarakat mengkhawatirkan akan mutu pendidikan bagi putra-putrinya. Ombudsman RI mendukung sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan namun pemerintah perlu segera merealisasikan pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan yang lebih kongkrit di seluruh Indonesia.
Pemerintah pusat secara keseluruhan juga perlu bekerjasama lebih koordinatif dengan pemerintah daerah dalam usaha pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan tersebut.
Â
Â
Jakarta, 19 Juni 2019
 Â
Ahmad Suaedy
Anggota Ombudsman RI
Â