Pemerintah Siapkan RPP Jalan Tol, Ombudsman: Harus Sesuai Pelayanan Publik
JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah ( RPP) tentang Perubahan Kelima Atas PP Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol.
RPP ini dibuat untuk menindaklanjuti Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Jika dalam penyusunan RPP Jalan Tol ini tidak mengakomodasi aspirasi publik dan pelaksanaannya bertentangan dengan prinsip pelayanan sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, maka dapat dipastikan akan menuai protes maupun gugatan publik.
Demikian disampaikan oleh Anggota Ombudsman RI Hery Susanto dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (5/3/2021).
"Pada gilirannya, hal itu juga akan mendorong adanya laporan pengaduan masyarakat melalui Ombudsman RI," tegas Hery.
Pelaporan ini berkaitan dengan praktik maladministrasi di substansi penyelenggaraan layanan jalan tol. Hery mengatakan, perubahan berupa penambahan maupun penghapusan harus menyesuaikan dengan UU Cipta Kerja.
Kedua, harus dipikirkan secara matang karena jalan tol merupakan barang publik (public goods) yang cenderung mengalami perubahan menjadi barang quasi (quasi goods) dan erat kaitannya dengan pelayanan publik.
Ketiga, esensi dari UU Nomor 25 tentang Pelayanan Publik harus dicantumkan dalam klausul RPP tentang Jalan Tol.
Menurut dia, RPP ini mesti memuat prinsip-prinsip pelayanan publik berupa kepastian hukum, keterbukaan, partisipatif, akuntabilitas, kepentingan umum, profesionalisme, kesamaan hak, serta keseimbangan hak dan kewajiban.
Keempat, Hery menjabarkan sejumlah keluhan masyarakat yang muncul dalam penggunaan jalan tol yakni kinerja pelayanan terus mengalami distorsi, terutama kemacetan yang semakin sulit diatasi.
Kemudian, kualitas jalan tidak memadai sebagai jalan yang berbayar, misalnya ruas jalan banyak yang berlubang hingga jalan tol yang belum nyaman bagi pengguna.
"Kebijakan e-toll menambah beban biaya pengeluaran masyarakat. Dengan ini, berapa besar dana masyarakat tersisa yang mengendap. Siapa yang diuntungkan? Karena dana sisa pada e-toll belum bisa digunakan untuk semua transaksi," ujar Hery.
Selain itu, kebijakan tarif tol yang selalu naik setiap dua tahun, perlu dikritisi. Hal ini disebabkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) tidak terpenuhi.
Kelima, dia menyarankan agar pemerintah segera menyelaraskan peraturan perundang-undangan teknis sebagai derivasi dari RPP ini sebagaimana mestinya.