Paspor Indonesia Ditolak Jerman, Ombudsman Minta Klarifikasi Ditjen Imigrasi dan Kemenlu
RM.id Rakyat Merdeka - Ombudsman menggelar pertemuan dengan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM di Kantor Ombudsman Jakarta, Jumat (19/8). Menyusul penolakan paspor dan permohonan visa Indonesia oleh Pemerintah Federasi Jerman, yang kini sedang mengemuka.
Dalam pertemuan ini, Ombudsman meminta penjelasan dari kedua instansi tersebut. Serta membahas solusi, agar hal tersebut segera teratasi dan tidak terulang.
Sebagai lembaga pengawas pelayanan publik, Ombudsman melakukan pendekatan secara persuasif kepada para stakeholder, untuk mencari solusi dalam permasalahan ini.
"Pertemuan ini juga ditujukan sebagai salah satu langkah pencegahan maladministrasi, dalam aspek lalu lintas WNI secara internasional dan aktivitas WNI di negara lain," ujar Anggota Ombudsman, Jemsly Hutabarat dalam siaran pers, Jumat (19/8).
Dia berharap, penolakan paspor dan permohonan visa oleh Pemerintah Jerman tidak berpotensi maladministrasi, yang merugikan masyarakat. Baik secara materil maupun imateril.
Paspor yang ditolak oleh Pemerintah Jerman adalah paspor yang diterbitkan pada tahun 2019-2020 tanpa kolom tanda tangan, dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 8 Tahun 2014 dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH- 01.GR.01.03.01.3059 tahun 2019.
Kemudian, pada tahun 2021, pemerintah Indonesia menerbitkan paspor dengan kolom tanda tangan, seperti format paspor sebelum tahun 2019.
"Karena itu, kami meminta adanya evaluasi kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Ditjen Imigrasi serta Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), untuk mencari solusi jangka panjang. Tidak hanya solusi saat ini saja, untuk menyelesaikan permasalahan penolakan paspor oleh Pemerintah Federal Jerman," papar Jemsly.
Terkait hal tersebut, Ombudsman menyampaikan lima saran kepada Kemenlu dan Ditjen Imigrasi. Pertama, Kemenlu dan Kemenkum HAM harus memetakan penyesuaian pedoman ICAO, dengan kebijakan pemerintah Indonesia terkait penerbitan paspor.
Kedua, Kemenlu dan Kemenkum HAM harus segera berkoordinasi untuk menentukan format endorsement yang seragam, dan dapat segera diterapkan pada seluruh UPT Imigrasi di Indonesia dan Perwakilan Indonesia di luar negeri.
Ketiga, mendorong pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (Siskim). Agar paspor terbitan tahun 2019-2020 dapat terintegrasi dari seluruh UPT, dan mendapat pengesahan secara formal dan seragam.
Keempat, Kemenlu dan Kemenkum HAM melakukan sosialisasi mekanisme endorsement kepada Perwakilan dan UPT, serta WNI yang berada di Jerman. Termasuk, menyiapkan PIC dan hotline yang mudah diakses masyarakat.
Kelima, melakukan revisi Keputusan Menkumham Nomor M.HH- 01.GR.01.03.01.3059 tahun 2019, dengan menyempurnakan desain paspor sesuai ketentuan ICAO. Diselaraskan dengan asas/prinsip pelayanan publik yang baik, sebagaimana ketentuan pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Sebelumnya, viral kabar penolakan paspor Indonesia oleh pemerintah Jerman, karena tidak terdapat kolom tanda tangan pemegang paspor.
Keluhan ini disampaikan seorang pemegang paspor kepada Ditjen Imigrasi, melalui media sosial Twitter.
Ditjen Imigrasi menyikapi keluhan masif tersebut dengan menegaskan, produk paspor yang diterbitkan telah sesuai dengan izin ketentuan yang berlaku.
Untuk sementara, dibuka opsi endorsement kepada WNI yang hendak ke Jerman dan negara lain, apabila diperlukan.
Namun, seperti dilansir laman resmi Kedutaan Besar Jerman di Jakarta, pemerintah Jerman tetap menolak adanya opsi endorsement tersebut.
Patrick Hasyim, Koordinator Fungsi Jerman, Dit. Eropa 2, Kementerian Luar Negeri menyampaikan, pada tanggal 11 Agustus 2022, pemerintah Jerman menyampaikan nota diplomatik kepada pemerintah Indonesia.
Bahwa paspor Indonesia tanpa kolom tanda tangan, ditangguhkan untuk sementara, dan tidak dapat melayani penerbitan visa. Selain itu, pemerintah Jerman juga meminta specimen paspor, yang diterbitkan 5 tahun terakhir.
Menyikapi hal tersebut, Kemenlu mengadakan rapat internal, dan melanjutkan dengan meminta klarifikasi kepada Kedubes Jerman di Jakarta.
Hingga akhirnya, per tanggal 17 Agustus 2022, paspor Indonesia dengan endorsement dan pengesahan oleh pejabat yang berwenang, dapat diproses untuk permohonan visa.
Namun, hal tersebut hanya berlaku hingga 31 Agustus 2022. Setelah itu, paspor yang tidak memiliki kolom tanda tangan, tidak akan diakui oleh pemerintah Jerman. Sehingga, pemerintah Indonesia perlu segera mengambil kebijakan.
Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi KU I Ombudsman Yustus Maturbongs mengapresiasi langkah awal yang diambil oleh Ditjen Imigrasi, dengan menambahkan kolom endorsement, untuk merespons permasalahan yang muncul di masyarakat.
"Kebijakan yang diambil, mestinya tidak hanya untuk jangka pendek. Harus atas dasar analisis yang matang, dan tidak melangkahi Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu, Ombudsman siap menjembatani pencarian solusi, demi terpenuhinya layanan kepada masyarakat," terang Yustus.
Terkait hal tersebut, Kementerian Hukum dan HAM yang diwakili oleh Iwan Suwanda selaku Koordinator Perencanaan dan Analisis Dokumen Perjalanan, Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM mengatakan, spesifikasi paspor terbitan tahun 2019-2020 tanpa kolom tanda tangan, sudah sesuai dengan pedoman additional feature pada ICAO.
Dalam pedoman ICAO, kolom tanda tangan merupakan additional feature. Sehingga, bisa saja ditambahkan sesuai kebutuhan, dan lazim diterima secara internasional.
"Selama satu tahun diterbitkan tanpa kolom tanda tangan, belum pernah ada permasalahan. Baru tahun 2022 ini, ada penolakan dari Jerman," tutur Iwan.
Sementara itu, Kasubdit Paspor Direktorat Konsuler, Kementerian Luar Negeri Terry Subagja menyampaikan, dalam perspektif kekonsuleran, endorsement ini harus bersifat universal. Dengan mempertimbangkan sumber daya di luar negeri. Agar semua perwakilan mampu melakukan kebijakan yang akan diambil.
Kemenlu dan Kemenkum HAM sedang berkoordinasi untuk menentukan keseragaman atau standarisasi format endorsement. Sehingga apabila terdapat perbedaan standar, maka dapat dipastikan, paspor tersebut palsu.
Ombudsman akan mengawasi dan mengawal proses perbaikan terhadap permasalahan penolakan paspor. Agar tidak terjadi di negara lain. Serta sesuai dengan prinsip pelayanan publik yang baik, mengacu pada Peraturan Perundang-undangan. â–