• ,
  • - +
Pantau Relaksasi HET Beras, Ombudsman Sidak Ke Retail Modern, Pasar Induk Beras Cipinang, dan Gudang Bulog
Siaran Pers • Jum'at, 15/03/2024 •
 

Siaran Pers

Nomor 014/HM.01/III/2024

Jumat, 15 Maret 2024


JAKARTA - Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika melakukan inspeksi mendadak (sidak) pemantauan harga beras pasca diberlakukannya relaksasi Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras Premium. Hasilnya, Ombudsman melihat pasokan beras premium mulai tersedia kembali di retail modern meskipun jumlahnya masih terbatas. Selain itu, masih ditemukan di beberapa titik retail modern harga beras premium tidak sesuai dengan ketentuan relaksasi HET.

"Pemantauan kami di retail modern di wilayah Jakarta menunjukkan pasokan beras Premium sudah mulai tersedia kembali meski dengan jumlah yang terbatas, namun kami temukan masih ada beberapa merek beras premium di retail modern yang harganya tidak sesuai dengan nilai relaksasi HET beras premium. Hal tersebut perlu menjadi bahan evaluasi dan perlu ada solusi yang bijak, yang tidak merugikan pihak manapun", ungkap Yeka Hendra Fatika, Anggota Ombudsman RI, Jumat (15/3/2024).

Kedua, Ombudsman melihat bahwa stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) cukup banyak, namun harga beras masih belum stabil.

"Di Pasar Induk Beras Cipinang tidak ada masalah suplai beras, namun harga masih belum stabil. Misalnya saja di PIBC, beras Bulog komersil Rp12.400/kg, namun sampai ke tangan konsumen masih tinggi harganya," ujar Yeka.

Kondisi tersebut menurut Yeka menuntut Pemerintah untuk melakukan pengaturan dan pengawasan harga di tingkat konsumen.

Ketiga, terkait penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang telah digelontorkan oleh Perum Bulog, Yeka berpendapat bahwa program ini belum sepenuhnya berhasil membuat harga beras di tingkat konsumen menurun atau stabil.

Yeka menambahkan, secara kualitas, beras SPHP Bulog tidak jauh berbeda dengan beras komersil. Namun yang perlu diperhatikan adalah mengatur pasokannya. Ia mengatakan jika pasokan beras SPHP Bulog berlebihan maka ada dugaan dikemas kembali menjadi beras komersil, mengingat kualitasnya yang tidak jauh berbeda. Namun hal ini masih dugaan dan akan didalami oleh Ombudsman.

Di hari yang sama, Yeka melakukan sidak di Gudang Bulog Kanwil DKI Jakarta, Kelapa Gading Jakarta Utara. Yeka mengatakan perlu adanya percepatan teknologi dalam proses pemenuhan kebutuhan beras. Salah satunya terkait proses pengepakan atau packaging. Selain itu, perlu ada evaluasi dan perbaikan terkait dengan proses pemasukan beras impor di pelabuhan yang dirasa cukup memakan waktu. Diketahui beras impor dari Pakistan tahun 2023, baru masuk ke Gudang Bulog di bulan Maret 2024.

Selain itu, Yeka meminta Pemerintah agar segera memberikan kepastian terkait penugasan Perum Bulog. Mengingat beberapa waktu yang lalu Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa bantuan pangan hanya sampai Juni 2024.

"Pemerintah perlu memberikan jaminan kepastian penugasan dari Pemerintah kepada Perum Bulog. Hal ini dapat memberikan sinyal pasti kepada pasar ketika setelah Juni 2024 tidak ada bantuan pangan sehingga pelaku usaha dapat melakukan antisipasi," ujarnya.

Yeka mengingatkan, jangan sampai pasokan beras menurun ketika bantuan pangan dihentikan setelah Juni 2024. Hal ini akan berimbas pada kenaikan harga beras.

Terkait bantuan pangan, Yeka juga berharap Pemerintah tetap meneruskan program tersebut untuk membantu warga miskin. Di sinilah peran Bulog sebagai pengendali stok beras.

Mengenai impor beras, Yeka kembali meminta agar Pemerintah menyiapkan strategi kebijakan impor beras jangka panjang selama lima tahun. Misalnya saja data menunjukkan per tahun Indonesia mengimpor 1,5 juta ton beras, maka bisa dilakukan strategi impor untuk lima tahun ke depan.

"Sehingga tidak lagi lobi-lobi dadakan yang akhirnya menyebabkan harga beras jadi naik. Dengan demikian, Bulog punya stok 5 tahun tapi keberadaannya ada di luar negeri. Tinggal diatur kedatangannya agar tidak membanjiri pasar," terang Yeka.

Yeka berpesan agar tensi politik beras harus diturunkan. Ombudsman memberikan masukan agar Pemerintah tidak lagi menggunakan jargon swasembada 100%. "Lebih baik bilang saja swasembada beras 80% sehingga sisanya bisa ambil impor. Karena faktanya kita impor," ujarnya.

Diketahui, Pemerintah resmi melakukan relaksasi HET beras premium menjadi Rp14.900-15.800/kg dari sebelumnya Rp13.900/kg-14.800/kg. Kebijakan ini hanya berlaku sementara mulai dari 10 hingga 23 Maret 2024. (*)





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...