• ,
  • - +
ORI Sarankan Pemerintah-Pemda Sinkronisasi soal Kebijakan Kendaraan Listrik
Kliping Berita • Rabu, 11/10/2023 •
 

JawaPos.com - Kebijakan pengembangan kendaraan listrik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) belum sinkron. Sikap yang kurang sejalan itu menuai kritik dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

Anggota ORI Hery Susanto mengatakan, kebijakan soalpengembangan kendaraan listrik berbasis baterai sudah diatur dalam sudah diatur dalam dua regulasi. Yaitu, Perpres No 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle) untuk transportasi jalan dan Inpres Nomor 7 Tahun 2022 tentang penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai kendaraan dinas.

"Kebijakan pemerintah tersebut harus ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. Sehingga penggunaan kendaraan listrik semakin berkembang," ungkap Hery Susanto dalam seminar nasional di Malang, Jawa Timur, Rabu (11/10). Seminar itu bertopik Implementasi Program Kendaraan Listrik dan Green Energy dalam Mendukung Pelayanan Publik dan diselenggarakan oleh Sapta Cita Institute.

Sebaliknya, sambung Hery, pemerintah pusat mesti merespons dan mengoordinasikan apa yang menjadi tindak lanjut pemda terkait implementasi program kendaraan listrik di daerah-daerah.

Selain Hery, seminar itu juga menghadirkan sejumlah pemangku kebijakan sebagai narasumber. Mereka adalah Kadis ESDM Jatim Nurkholis, dan Senior Manager Niaga dan Manajemen Pelanggaran PLN UID Jatim Martindar Jalu Respati.

Lebih lanjut Hery menjelaskan, penggunaan mobil listrik diharapkan menjadi salah satu solusi mengatasi masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan emisi karbon kendaraan. Emisi karbon itu menyebabkan pencemaran udara, khususnya yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia.

"Pilihan menggunakan kendaraan listrik adalah pilihan yang ramah lingkungan dan efisien tetapi harus didukung oleh kebijakan, anggaran, insfratruktur dan harga yang terjangkau di masyarakat," sambungnya.

Sementara, kata dia, implementasi penggunaan kendaraan listrik di Indonesia masih belum optimal karena belum didukung faktor-faktor itu. Berdasarkan data Kementerian LHK, sektor transportasi seperti motor dan mobil yang menggunakan energi BBM fosil merupakan penyebab polusi yang cukup dominan. Angkanya 44 persen. Kemudian diikuti sektor industri 31 persen, manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen, dan komersial 1 persen.

"Penggunaan alat transportasi kendaraan bermotor yang berbasis BBM fosil menjadi faktor yang dominan dalam menyumbang polusi," katanya.

Sementara itu, data Kakorlantas Polri menyatakan bahwa jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan BBM saat ini naik 1,09 persen dibanding data Januari 2023, yakni 152.565.905 unit. Jumlah kendaraan bermotor yang teregistrasi tersebut juga melampaui setengah populasi penduduk Indonesia yang mencapai 276 juta jiwa.

Dari jumlah sebanyak itu, sepeda motor menempati peringkat pertama dengan jumlah 128.678.586 kendaraan; mobil penumpang 19.233.314 unit.

Secara sebaran, Pulau Jawa menjadi penyumbang jumlah kendaraan terbanyak. Jumlah kepemilikan kendaraan bermotor 92.036.868 unit atau 59,67 persen dari total jumlah kendaraan bermotor. Kemudian disusul Pulau Sumatera menempati posisi kedua dengan angka 31.782.883 unit dan Pulau Kalimantan 11.133.725 unit.

Terkait dengan transisi energi dengan mendorong energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia, Hery Susanto menyarankan pemerintah kebijakan desentralisasi potensi EBT. Sebab, daerah-daerah di Indonesia mempunyai potensi EBT yang beragam. Misalnya pemanfaatan tenaga surya, minihidro, biomass, dan lainnya.

Selain itu, pemerintah perlu memprioritaskan pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) yang belum teraliri listrik. Untuk pemenuhan kebutuhan listrik klaster wilayah masyarakat di daerah 3T, pemerintah perlu melakukan prioritas dengan penyediaan listrik melalui EBT.

Pasalnya, di daerah yang masuk kawasan hutan tidak bisa dibangun infrastruktur jaringan listrik yang bisa mengubah kawasan itu. Untuk memenuhi hak warga atas listrik tersebut perlu diskresi kebijakan pemerintah.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...