Ombudsman Ungkap Praktik Percaloan Subur di BPJS Ketenagakerjaan
JAKARTA - Anggota Ombudsman RI Hery Susanto melaporkan bahwa pihaknya telah menerima sejumlah pengaduan masyarakat dalam pengelolaan BPJS Ketenagakerjaan . Pengaduan itu terkait sosialiasai dan proses klaim.
"Pertama, minimnya sosialisasi program BPJS Ketenagakerjaan, di mana warga mengaku sulit mengakses pendaftaran menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan (pekerja informal)," ujar Hery dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu(9/6/2021).
Dalam laporan pengaduan tersebut, banyak yang mengatakan bahwa kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan belum mengakomodasi seluruh potensi pekerja formal dan informal. Bahkan, pelayanan klaim pun dilaporkan mendapatkan banyak keluhan.
"Kuota pelayaan full dan tertolak karena diduga adanya pembatasan kuota pelayanan via online untuk klaim JHT di masing-masing kantor cabang. Pelayanan jadwal klaim pun kerap mundur dan sulit mendapatkan jadwal," ungkapnya.
Karena literasi pelayanan klaim online masih minim, Hery menyebutkan bahwa hal ini menyebabkan praktik percaloan klaim JHT tumbuh subur. "Besarnya kasus PHK pun berdampak pada peningkatan jumlah kasus klaim JHT," tambahnya.
Berdasarkan data tahun 2020, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebut 3 juta pekerja mengalami PHK karena pandemi Covid-19. Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat 5 juta pekerja, dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) mencatat sebanyak 6,4 juta pekerja.
Pada September 2020, permintaan klaim JHT mengalami peningkatan sebesar 22,2% atau setara dengan 1.986.632 kasus. Ini adalah angka peserta yang klaimnya berhasil dibayarkan.
"Pelayanan klaim kolektif JHT yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan dengan perusahaan yang melakukan PHK massal dinilai tidak sesuai amanah UU SJSN dan UU BPJS," tegas Hery.
Hal ini karena perusahaan hanya berwenang untuk memperbarui data pekerjanya guna didaftarkan sebagai peserta dan membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan.
"Urusan pengajuan klaim hak pekerja sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan itu bukan otoritas perusahaan. Perusahaan cukup terbitkan surat perklaring atau pengalaman pekerja saja, dan yang lainnya," pungkas Hery.