• ,
  • - +
Ombudsman Temukan Dugaan Kuat Maladministrasi Badan Karantina Pertanian dalam Penanganan PMK
Kliping Berita • Kamis, 14/07/2022 •
 
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman RI menemukan adanya dugaan kuat terjadi maladministrasi dalam penanganan penyakit mulut dan kuku (PMK) oleh Badan Karantina Pertanian. Hal itu didasari karena kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, pihaknya menilai adanya kegagalan dan kelalaian dari badan karantina terhadap penanganan PMK tersebut.

"Ombudsman berpandangan terdapat dugaan sangat kuat maladministrasi yang dilakukan badan karantina dalam bentuk kelalaian dan pengabaian kewajiban dalam bentuk dalam melakukan tindakan pencegahan setelah mengetahui adanya dugaan kuat telah terjadi infeksi PMK di beberapa daerah di Indonesia," kata Yeka saat konferensi pers secara hybrid dari Kantor Ombudsman RI, Kamis (14/7/2022).

Atas kelalaian tersebut, wabah PMK menurut Ombudsman yang seharusnya bisa ditangani secara cepat oleh badan karantina pertanian akhirnya menyebar ke beberapa provinsi. Ironisnya PMK merupakan penyakit hewan menular yang dinilai sangat merugikan industri peternakan di Indonesia.

"Dalam waktu cepat sejak ditetapkannya wabah oleh Menteri penyakit tersebut menyebar ke provinsi lainnya dan pulau-pulau lainnya," ucap Yeka.

Tak hanya itu, dugaan kuat maladministrasi itu juga didapati oleh Ombudsman RI atas besaran anggaran yang diberikan oleh negara kepada badan karantina pertanian. Akan tetapi besarnya anggaran yang dikucurkan itu tidak setimpal dengan hasil penanganan badan karantina terhadap PMK yang dinilai Ombudsman RI gagal.

"Setiap tahunnya Badan Karantina Pertanian menghabiskan anggaran kurang lebih 1 triliun. Tidak sedikit uang rakyat digunakan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi Badan Karantina, namun demikian lembaga tersebut gagal dalam membendung pelbagai penyakit eksotik di wilayah Indonesia," ucapnya.

Sebelumnya, Ombudsman RI kembali mengeluarkan hasil temuannya, kali ini terkait dengan penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) terhadap hewan ternak sapi. Dalam temuannya, Ombudsman RI menyatakan Badan Karantina Pertanian yang dibentuk pemerintah untuk menangani PMK ini telah gagal melakukan tugasnya. Hal itu didasari karena pada kurun waktu 1 bulan terakhir, wabah PMK telah menyebar ke 22 Provinsi dengan tambahan 5 provinsi terjadi pada 13 Juni - 13 Juli 2022.

"Ombudsman mencatat pada 13 juni 2022 sebaran kasus PMK sudah mencapai 17 provinsi dalam kurun waktu 1 bulan berikut nya 13 Juli 2022 wabah PMK sudah menyebar di 22 provinsi," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika saat konferensi pers secara hybrid, Kamis (14/7/2022).

Adapun 5 Provinsi sebaran baru wabah PMK dalam satu bulan ini di antaranya terjadi di Bali, Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, DKI Jakarta dan Bengkulu. Dengan begitu, Ombudsman RI menilai kalau Badan Karantina Pertanian telah gagal dalam melakukan tugasnya menangani penyebaran wabah PMK.

"Lagi-lagi Ombudsman RI menilai dengan adanya penyebaran PMK di 5 provinsi dalam sebulan terakhir menandakan badan karantina jelas-jelas gagal dan tidak kompeten dalam menangani penyebaran pmk itu jelas," ucapnya.

Terlebih dalam catatan Ombudsman RI, kini wabah PMK tak hanya dialami oleh hewan ternak sapi, melainkan sudah terjadi juga di hewan ternak lain. Beberapa hewan di antaranya yakni Kerbau, Kambing, Domba dan Babi.

"Pada laman siagapmk.id total hewan sakit mencapai 366.550 ekor, sembuh 140.321 ekor, yang mati 2.419 ekor, potong bersyarat 3.698 ekor, belum sembuh sekitar 220.102 ekor, dengan cakupan vaksinasi 476.650 ekor dengan jumlah penyebaran kasus di 22 provinsi saat ini tidak hanya di sapi, tapi juga masuk kerbau, kambing, domba dan babi," tuturnya.

"Jadi bukan di sapi saja sudah menyangkut ke hewan-jewan lainnya," sambung Yeka.

Lebih jauh, Ombudsman juga menilai, adanya potensi kerugian dalam jumlah besar pada merebaknya wabah PMK bagi para peternak dan pedagang hewan. Di mana dalam data terkini Ombudsman RI, peternak sapi daging berpotensi mengalami kerugian tidak kurang dari Rp788,81 miliar. Atas hal itu, Ombudsman berpandangan kalau pemerintah harus meningkatkan mitigasi atau pencegahan terhadap penanganan PMK sebelum akhirnya para peternak mengalami kerugian besar.

"Bahwa mitigasi dan penanganan ke depan perlu lebih ditingkatkan mengingat potensi nilai kerugian yang terus meningkat setiap harinya," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika saat konferensi pers secara Hybrid dari Kantor Ombudsman RI, Kamis (14/7/2022).

Kerugian tersebut kata dia, hanya dihitung pada peternak sapi daging, belum termasuk kerugian yang diderita oleh para petarnak sapi perah. Yeka menyatakan, untuk peternak sapi perah juga berpotensi mengalami kerugian yang besar karena menurunnya secara drastis produksi susu sapi yang dihasilkan. Jika dikalkulasikan maka dalam satu bulan peternak sapi perah akan mengalami kerugian hingga triliunan rupiah.

"Potensi kerugiannya tidak kurang dari Rp6 Miliar perhari, atau dalam satu bulan bisa mencapai Rp1,7 Triliun," kata dia.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...