• ,
  • - +
Ombudsman Temui Wiranto, Beri Warning Potensi Pelanggaran TNI Isi Pos Sipil
Kliping Berita • Selasa, 26/02/2019 •
 
Anggota Ombudsman Ninik Rahayu dan Adrianus Meliala saat mendatangi kantor Menko Polhukam Wiranto (Foto: Zakia Liland Fajriani/detikcom)

Jakarta - Ombudsman menyambangi kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam)Wiranto. Ombudsman memberi peringatan dini soal rencana penempatan TNI di jabatan sipil.

"Peringatan dini yang disampaikan oleh Ombudsman tentang rencana penempatan TNI aktif di kementerian-lembaga. Tadi saya sampaikan bahwa itu konteks pencegahan yang dilakukannya oleh Ombudsman. Dan Pak Wiranto selaku Menko Polhukam, ya, menyambut baik begitu," kata anggota Ombudsman Ninik Rahayu usai menemui Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (26/2/2019).

"Karena ini memang perlu dilakukan kajian, dilakukan evaluasi, nanti bisa kemudian memberikan masukan jadi... Apa tadi? Tidak grusuk-grusuk juga jadinya, tidak menimbulkan kegaduhan," tambahnya.


Ninik melihat ada potensi maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan prosedur berdasarkan yang diatur dalam Pasal 47 UU 34/2004 tentang TNI. Dia mengatakan berdasarkan aturan yang ada, TNI aktif hanya dibolehkan mengisi 10 institusi dan berdasarkan permintaan kementerian-lembaga.

"Sedangkan di ayat 1, kalo misalnya TNI aktif nempel di kementerian atau lembaga sipil dia harus mundur. Selain itu juga di Undang-undang ASN ya, undang-undang No. 5 tahun 2014 dan PP 11 tahun 2017 di pasal 155 sampai 158, itu sudah sangat jelas bahwa peluang TNI masuk ke wilayah sipil itu sudah sangat tertutup, kecuali mereka mau mengundurkan diri untuk itu. Dan ketika mundur mengikuti seleksi di institusi sipil sebagaimana prosedur dan mekanisme yg ada di sana," bebernya.

Ninik mengatakan jika ada rencana melakukan perubahan soal 10 institusi kementerian-lembaga yang bisa diisi TNI aktif, maka perlu perlu ada perbaikan kebijakan dan keputusan politik negara. Harus ada pembahasan terlebih dahulu antara pemerintah dan DPR.


Meski begitu, Ninik belum mau menyimpulkan harus ada revisiUU TNI maupunUU ASN. Ombudsman masih akan berdiskusi dengan pihak lain. Dia mengatakan Wiranto pun menyambut positif masukan Ombudsman. Sebab UU TNI dibuat dalam upaya reformasi TNI.

"Pak Wiranto tadi menyambut baik untuk dilakukan evaluasi terlebih dahulu. Termasuk melihat kebutuhan ya, bahkan Pak Wiranto juga mengisyaratkan sejarah dulu kenapa UU TNI ini dibuat terkait reformasi di tubuh TNI itu sendiri," kata Ninik.

Di lokasi yang sama, anggota Ombudsman, Adrianus Meliala, mengatakan tak ingin buru-buru melihat rencana penempatan TNI di jabatan sipil ini sebagai kebangkitan dwifungsi ABRI. Menurutnya, wacana ini muncul karena ada kebutuhan TNI untuk mengisi beberapa posisi dan juga faktor berlebihnya perwira menengah dan tinggi.

Adrianus melihat hal ini sebagai tantangan atas kebutuhan baru. Dia mengatakan Wiranto tak mungkin membangkitkan Dwifungsi ABRI karena dia yang menghapuskannya.

"Ya, jangan hanya istilah. Karena kalau dibilang dwifungsi, dia sendiri orang yang tadi dikatakan oleh Pak Wiranto, dia sendiri orang yang menutup, menghentikan, menghapus dwifungsi. Jadi ga mungkin dia juga yang akan mendukung kegiatan ini kalo memang ini adalah dwifungsi. Kemudian, lalu, ini kondisi baru nih, yang kemudian apakah cocok masih menggunakan payung, konsep dwifungsi, gitu kan, gitu," ucap Adrianus.

Isu TNI masuk lembaga sipil dan menjadi dwifungsi kembali merebak setelah Presiden Jokowi mengumumkan akan menambah 60 pos jabatan baru untuk pati TNI. Namun isu dwifungsi TNI ini sudah dibantah Wapres Jusuf Kalla (JK).

"Saya kira ndak ada, dwifungsi itu ndak ada," tegas JK saat menghadiri Forum Silaturahmi Gawagis Nusantara di Hotel Wyndham Surabaya, Sabtu (23/2).

"Itu di undang-undang tidak diperkenankan tentu memberikan fasilitasi perwira-perwira untuk jabatan tertentu sangat terpilih sesuai aturan saja," lanjutnya.

TNI berencana menambah pos jabatan baru bagi jabatan perwira tinggi di internal serta di kementerian dan lembaga. Jabatan baru ini salah satunya bertujuan menampung perwira tinggi yang bertumpuk di TNI.

Salah satu usulan adalah restrukturisasi dan merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan revisi UU TNI dianggap perlu karena ratusan perwira tinggi dan perwira menengah tanpa jabatan struktural.



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...