Ombudsman Temui Wiranto, Beri Warning Potensi Pelanggaran TNI Isi Pos Sipil
Jakarta -
Ombudsman menyambangi kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam)Wiranto. Ombudsman memberi peringatan dini soal rencana penempatan TNI di jabatan sipil.
"Peringatan
dini yang disampaikan oleh Ombudsman tentang rencana penempatan TNI
aktif di kementerian-lembaga. Tadi saya sampaikan bahwa itu konteks
pencegahan yang dilakukannya oleh Ombudsman. Dan Pak Wiranto selaku
Menko Polhukam, ya, menyambut baik begitu," kata anggota Ombudsman Ninik
Rahayu usai menemui Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan
Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (26/2/2019).
"Karena ini
memang perlu dilakukan kajian, dilakukan evaluasi, nanti bisa kemudian
memberikan masukan jadi... Apa tadi? Tidak grusuk-grusuk juga jadinya,
tidak menimbulkan kegaduhan," tambahnya.
"Sedangkan di ayat 1, kalo misalnya TNI aktif nempel di kementerian atau lembaga sipil dia harus mundur. Selain itu juga di Undang-undang ASN ya, undang-undang No. 5 tahun 2014 dan PP 11 tahun 2017 di pasal 155 sampai 158, itu sudah sangat jelas bahwa peluang TNI masuk ke wilayah sipil itu sudah sangat tertutup, kecuali mereka mau mengundurkan diri untuk itu. Dan ketika mundur mengikuti seleksi di institusi sipil sebagaimana prosedur dan mekanisme yg ada di sana," bebernya.
Ninik mengatakan jika ada rencana melakukan perubahan soal 10 institusi kementerian-lembaga yang bisa diisi TNI aktif, maka perlu perlu ada perbaikan kebijakan dan keputusan politik negara. Harus ada pembahasan terlebih dahulu antara pemerintah dan DPR.
"Pak Wiranto tadi menyambut baik untuk dilakukan evaluasi terlebih dahulu. Termasuk melihat kebutuhan ya, bahkan Pak Wiranto juga mengisyaratkan sejarah dulu kenapa UU TNI ini dibuat terkait reformasi di tubuh TNI itu sendiri," kata Ninik.
Di lokasi yang sama, anggota Ombudsman, Adrianus Meliala, mengatakan tak ingin buru-buru melihat rencana penempatan TNI di jabatan sipil ini sebagai kebangkitan dwifungsi ABRI. Menurutnya, wacana ini muncul karena ada kebutuhan TNI untuk mengisi beberapa posisi dan juga faktor berlebihnya perwira menengah dan tinggi.
"Ya, jangan hanya istilah. Karena kalau dibilang dwifungsi, dia sendiri orang yang tadi dikatakan oleh Pak Wiranto, dia sendiri orang yang menutup, menghentikan, menghapus dwifungsi. Jadi ga mungkin dia juga yang akan mendukung kegiatan ini kalo memang ini adalah dwifungsi. Kemudian, lalu, ini kondisi baru nih, yang kemudian apakah cocok masih menggunakan payung, konsep dwifungsi, gitu kan, gitu," ucap Adrianus.
Isu TNI masuk lembaga sipil dan menjadi dwifungsi kembali merebak setelah Presiden Jokowi mengumumkan akan menambah 60 pos jabatan baru untuk pati TNI. Namun isu dwifungsi TNI ini sudah dibantah Wapres Jusuf Kalla (JK).
"Itu di undang-undang tidak diperkenankan tentu memberikan fasilitasi perwira-perwira untuk jabatan tertentu sangat terpilih sesuai aturan saja," lanjutnya.
TNI berencana menambah pos jabatan baru bagi jabatan perwira tinggi di internal serta di kementerian dan lembaga. Jabatan baru ini salah satunya bertujuan menampung perwira tinggi yang bertumpuk di TNI.