Ombudsman Soroti Minimnya Data Pemerintah soal Pengungsi Nduga di Wamena
Jakarta - Ombusdsman RI melakukan pemantauan terhadap pengungsi asal Nduga yang berada di Wamena. Dari pemantauan tersebut, Ombudsman menemukan tidak adanya data pengungsi hingga anak-anak yang bersekolah dalam kondisi darurat.
"Bahwa sudah 8 bulan sejak 1 Desember (2018) peringatan kemerdekaan mereka terjadi konflik yang dipicu oleh pembunuhan atau pembantaian terhadap 18 pekerja PT Istaka Karya yang sedang mengerjakan jalan lintas Papua. Kemudian pemerintah melakukan pengamanan dengan mengirim TNI dan Polri mengamankan daerah itu," kata anggota Ombudsman, Ahmad Suaedy, saat jumpa pers di kantornya, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (29/8/2019).
Dari hasil pemantauan, Ombudsman tidak menemukan adanya data jumlah keseluruhan pengungsi dari pemerintah. Ombudsman justru mendapatkan data pengungsi dari Tim Kemanusiaan Nduga.
"Kami tidak membahas itu, kami fokus pada pelayanan publik dan terhadap pengungsi. Kami tidak mendapat data kuantitatif dari mana pun baik pemerintah, kami ketemu TNI, Polri, pemerintah daerah. Tidak ada data seberapa banyak sebenernya pengungsi itu. Kami hanya dapat data dari Tim Kemanusiaan Kabupaten Nduga yang seminggu lalu konferensi pers. Itu yang ada," papar Suadey.
"Maka kami tidak bisa mengutip sumber tentang banyaknya data. Satu-satunya data dari situ (Tim Kemanusiaan Nduga) sekitar 5.000 pengungsi ada di Wamena, ini menurut data itu," sambungnya.
Dari pemantauannya, Suaedy juga menemukan yang bersekolah di sekolah darurat. Sudah disediakan sekolah di Wamena namun pengungsi masih kesulitan.
"Kami menemukan juga anak-anak dari pengungsi itu yang sekolah di sekolah darurat. Sebenernya mereka ditawari fasilitas oleh Bupati Wamena, Jayawijaya, untuk menggunakan sekolah mereka di penduduk setempat tetapi kesulitan untuk itu," ucap Suaedy.
Suaedy mengatakan juga tidak ditemukan rencana penyelesaian pengungsi secara matang. Hal itu menurutnya karena tidak berjalannya pemerintah daerah.
"Sampai sekarang masih ada pengungsi juga belum terselesaikan juga. Yang kedua, tidak ada perencanaan yang cukup baik dan terencana tahap demi tahap bagaimana menyelesaikan itu. Sebagian karena tidak berfungsinya kepala daerah," ungkapnya.
Atas temuan tersebut, Ombudsman menyarankan adanya pendekatan baru di luar pendekatan keamanan untuk para pengungsi. Ombudsman juga meminta harus ada pendataan pengungsi secara keseluruhan.
"Disarankan ada pendekatan baru, selama ini pendekatannya mungkin keamanan, memang situasi seperti itu, tapi harus ada yang dipulihkan. Sudah 8 bulan, pada awal Desember itu untuk pengamanan, oke, tapi ini sudah 8 bulan jadi harus ada proses segera pemulihan," sebut Suaedy.
"Berikutnya adalah ada pendataan secara serius karena sama sekali tidak ada data. Karena kami tidak tahu ada data yang valid, karena sejauh yang kami dapat hanya data dari Tim Kemanusiaan Nduga, dan itu banyak dibantah baik TNI-Polri dan oleh Kemendagri," imbuhnya.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Deputi V KSP, Theo Litaay menyambut baik temuan ini untuk perbaikan koordinasi penanganan pengungsi. Dia mengatakan pemerintah tidak mengabaikan para pengungsi asal Nduga di Wamena.
"Tidak mengabaikan permasalahan ini, pemerintah pada dasarnya sangat aktif melakukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga dilakukan bersama pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. Pada belakangan ini, kebanyakan koordinasi itu dilakukan secara lintas kementerian lembaga melalui Kemenko PMK," kata Theo.
"Oleh karena itu apa yang disampaikan Ombudsman tentunya sangat bermanfaat bagi pemerintah dalam melihat kegiatan koordinasi. Kami perlu menyampaikan ini karena pemerintah Kabupaten Nduga juga ikut koordinasi baik di Bappenas maupun kementerian terkait," imbuhnya.