Ombudsman RI Terima 102 Laporan Terkait Pemantauan Lapas
JAKARTA - Ombudsman RI mencatat 102 laporan aduan masyarakat sepanjang 2019 yang belum diselesaikan berkaitan dengan pemantauan Lapas dari data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Ninik Rahayu menyampaikan laporan terkait kasus Lapas sejak tahun 2016 hingga 2019, menurutnya yang paling banyak ditemukan yaitu terkait penundaan berlarut dan penyimpangan prosedur.
Ninik melanjutkan, dalam konteks penyimpangan prosedur yang diketahui cukup menarik dan ditemukan sejak tahun 2018, yaitu ditemukannya pungutan oleh oknum petugas dalam pembayaran uang kamar/sel, untuk layanan kunjungan yang melebihi waktu, serta pengurusan hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) seperti pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti mengunjungi keluarga.
"Meskipun untuk konteks penyimpangan prosedur ini cukup menarik dan kita temukan pada tahun 2018, yaitu ditemukannya pungutan oleh oknum petugas," ujar Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu saat ditemui di Gedung Ombudsman Republik Indonesia di Jalan HR. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2019).
Berdasarkan laporan perhitungan catatan akhir tahun 2019 Ombudsman RI, dalam jumlah laporan Lembaga Pemasyarakatan sejak tahun 2016 ditemukan sebanyak 26 laporan, meningkat di tahun 2017 mencapai 41 laporan, 2018 sebanyak 30 laporan, dan tahun 2019 mencapai angka tertinggi sebanyak 102 laporan.
Dalam data yang disampaikan Ombudsman, adanya dugaan diskriminasi mengenai penempatan ruangan, layanan kunjungan dan konteks dugaan penundaan yang berlarut mengenai masa penahanan WBP sehingga menyebabkan adanya keterlambatan hak WBP untuk dibebaskan.
Data yang dirilis Ombudsman RI, berdasar pada pemantauan terhadap sarana dan prasarana, proses asessment, kemudian penempatan penghuni lapas, dan program pembinaan yang diberikan. Hasil dari pemantauan ini pun akan disampaikan kepada Dirjen PAS.