Ombudsman RI Temukan Sejumlah Masalah dalam Proses Peralihan Pegawai BRIN
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ombudsman Republik Indonesia mempublikasikan temuan sejumlah masalah dalam proses integrasi dan peralihan pegawai pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng mengatakan, pada 4 Februari 2022 pihaknya menerima laporan dari Perhimpunan Periset Indonesia yang terdampak.
"Selain itu juga ada individu-individu yang melaporkan hal yang sama sehingga Ombudsman bergerak melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terkait proses peralihan pegawai pada BRIN ini," ujarnya pada konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (30/6)
Adapun beberapa temuan Ombudsman RI dalam hal ini mencakup proses peralihan pegawai, peralihan asset, dan kesejahteraan pegawai.
"Pada proses peralihan pegawai, Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur oleh pihak BRIN, karena peralihan pegawai merupakan amanat Undang-Undang yang seharusnya merupakan kewenangan Kemenpan RB. Kemudian selanjutnya dilakukan pengadministrasian oleh lembaga yang mengurusi administrasi kepegawaian," terangnya.
Namun dijelaskan Robert, pada proses peralihan pegawai, pihak BRIN meminta langsung dari kementerian atau lembaga terkait dan mengabaikan mekanisme yang seharusnya.
"BRIN telah meminta Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini peneliti secara langsung dari kementerian/Lembaga, padahal seharusnya ini adalah tanggung jawab dari Kementerian PAN RB," jelas dia.
"Jadi seharusnya BRIN itu hanya menerima, proses peralihan itu harus melalui koordinasi Kementerian PAN-RB sesuai dengan peraturan perundang undangan," sambung dia.
Baca Juga: Dorong Transformasi Digital, ITDRI & BRIN Lakukan Kolaborasi Riset di Mandalika
Selanjutnya, Ombudsman RI juga menemukan adanya ketidaksiapan BRIN dalam menerima peralihan pegawai. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya peneliti yang tidak dapat melaksanakan kegiatan penelitian karena terkendala dengan aset, struktir organisasi dan anggaran.
Selanjutnya, dalam proses peralihan aset dari Kementerian atau lembaga ke BRIN tidak melalui koordinasi kelembagaan yang berwenang dalam hal ini yaitu Kementerian Keuangan. Melainkan langsung dilakukan permintaan oleh BRIN kepada Kementerian atau Lembaga terkait.
Padahal menurut Robert, dalam mekanismenya sudah menjadi tugas Kementerian Keuangan.
Hal lain yang ditemukan juga, aset atau alat kerja penelitian di beberapa Kementerian atau lembaga tidak bersedia dialihkan ke BRIN karena alasan masih digunakan dan difungsikan untuk mendukung kerja oleh instansi asal peneliti.
"Sehingga dalam hal ini peneliti BRIN tidak dapat bekerja secara maksimal karena tidak terpenuhinya fasilitas atau aset yang sudah menjadi hak bagi pegawai BRIN," tutur dia.
Robert juga menyoroti temuan terkait dampak kesejahteraan pegawai. Dimana BRIN tidak optimal dalam pelayanan hak administrasi kepegawaian terhadap pegawai yang sedang berproses naik golongan atau jabatan.
"Dampaknya, hak normatif kepegawaian tidak dapat diterima oleh pegawai karena kendala administratif seperti pemberian THR dan tunjangan lainnya," lanjutnya.