Ombudsman RI Temukan Potensi Maladministrasi Sidang Virtual
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman RI menemukan potensi maladministrasi dalam penyelenggaraan persidangan pidana secara virtual di tengah pandemi Covid-19.
Demikian poin kajian cepat Ombudsman mengenai 'Penyelenggaraan Persidangan Online di Tengah Pandemi Covid-19 di 16 Pengadilan Negeri' yang disampaikan dalam konferensi pers secara daring, Selasa (9/6).
"Ombudsman menemukan adanya potensi maladministrasi yakni penundaan berlarut dalam pelaksanaan sidang virtual tersebut," ujar Anggota Ombudsman, Adrianus Meliala.
Adrianus menuturkan potensi maladministrasi dalam sidang virtual berupa penundaan berlarut ditunjukkan salah satunya dengan temuan minimnya sumber daya IT.
"Ketidakjelasan waktu jalannya sidang, keterbatasan sarana dan prasarana seperti keterbatasan ruang sidang yang memiliki perangkat teleconference, jaringan internet yang kurang stabil juga berpotensi menyebabkan penundaan berlarut dalam proses persidangan," tambah dia.
Ia menjelaskan metode pengambilan data kajian ini dengan focus group discussion (FGD), wawancara, survei, dan observasi. Sedangkan ruang lingkup kajian meliputi 16 Pengadilan Negeri yakni Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Depok, Bogor, Cibinong, Bekasi, Tangerang dan Serang.
Kemudian Medan, Batam, Jambi, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Kupang dan Manokwari.
Adrianus menambahkan, dalam FGD bersama dengan beberapa organisasi bantuan hukum (OBH) menghasilkan berupa fakta terkait permasalahan dalam pelaksanaan persidangan virtual.
"Kendala teknis ditemukan seperti keterbatasan penguasaan teknologi oleh hakim, koordinasi antarpihak yang kurang baik, penasihat hukum berada tidak berdampingan dengan terdakwa serta tidak dapat memastikan saksi dan terdakwa dalam tekanan/ dusta," ungkapnya.
Sementara perihal upaya mencegah penularan Covid-19, tercatat 15 Pengadilan Negeri telah menyiapkan sarana pencuci tangan, hand sanitizer dan kewajiban menggunakan masker di lingkungan kerja. Akan tetapi, sebanyak 13 Pengadilan Negeri tidak menyediakan sarana sterilisasi atau bilik desinfektan.
"Kajian ini juga menunjukkan bahwa terdapat 11 PN atau 69 persen telah menerapkan kebijakan pembatasan terhadap jumlah pengunjung. Terdapat 13 PN telah menerapkan sistem piket, serta 15 PN tetap membuka pelayanan terpadu satu pintu," pungkasnya.
Lebih lanjut, Adrianus berujar bahwa 9 Pengadilan Negeri masih menghadirkan saksi dalam persidangan perkara pidana. Sementara terdapat 6 Pengadilan Negeri yang melakukan pembatasan pendaftaran perkara perdata.
Berdasarkan kajian di atas, Ombudsman mengusulkan agar Ketua Mahkamah Agung (MA) dapat membentuk Tim Khusus untuk melakukan pengawasan dan evaluasi persidangan secara online dan penerapan protokol kesehatan atas Covid-19.
"Perlu juga dilakukan pengoptimalan koordinasi antarinstansi penegak hukum dalam penyelenggaraan sidang virtual, khususnya dengan Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham," kata Adrianus.