• ,
  • - +
Ombudsman RI Soroti Permasalahan Pemberhentian Perangkat Desa
Kabar Ombudsman • Selasa, 11/07/2023 •
 
Anggota Ombudsman RI, Dadan S Suharmawijaya

JAKARTA - Ombudsman RI sejak tahun 2020 hingga Juni 2023 telah menerima laporan masyarakat terkait pemberhentian perangkat desa sebanyak 352 laporan. Ombudsman menilai bahwa penguatan kedudukan perangkat desa yang diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2024 tentang Desa belum terakomodir dalam regulasi di bawahnya sehingga berbagai permasalahan pemberhentian perangkat desa dapat berimplikasi pada pelayanan publik kepada masyarakat.

Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Ombudsman RI, Dadan S Suharmawijaya dalam Diskusi Publik "Implikasi Permasalahan Pemberhentian Perangkat Desa terhadap Pelayanan Publik" secara daring pada Selasa (11/7/2023).

Dadan juga menilai bahwa para kepala daerah berbeda-beda dalam menerjemahkan Undang-undang tentang Desa sebagai pedoman Kemendagri terkait pemberhentian perangkat desa sehingga turunannya pun menjadi variasi yang berbeda. Hal tersebut menghindari adanya kasus pemberhentian perangkat desa yang dilakukan secara semena-mena oleh kepala daerah.

"Ada yang berani membuat aturannya lebih rinci namun ada juga yang tidak berani dengan asusmsi takut bertentangan dengan peraturan di atasnya. Padahal sebetulnya bisa kita pahami ketika Kemendagri membuat pedoman yang sifatnya generik, harapannya dapat diterjemahkan lebih detil lewat peraturan daerah atau kepala daerah," ucap Dadan.

Kepala Keasisisten Utama IV Ombudsman RI, Dahlena menyebutkan bahwa Ombudsman menemukan faktor internal dan eksternal pemicu terjadinya pemberhentian perangkat desa. Pada faktor internal, pertama terkait netralitas dimana terdapat perbedaan pilihan politik antara Kepala Desa dengan Perangkat Desa; kedua terkait kompetensi, perangkat desa dianggap tidak memiliki kompetensi dalam menjalankan tugas dan fungsi; ketiga terkait indikator kerja dimana belum adanya pedoman untuk mengukur kinerja perangkat desa; keempat ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan sehingga terjadi pemberhentian tanpa rekomendasi Camat dan kelima terkait perspektif otonomi desa dimana pemilihan langsung kepala desa dipandang sebagai wujud otonomi desa.

Sedangkan pengaruh secara eksternal dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya Pilkades yang berhubungan dengan janji politik dari kepala daerah terpilih, belum optimalnya pengawasan dan pembinaan oleh Camat, sanksi adminstrasi yang tidak diatur dalam pelaksanaan, belum tersedianya SOP penerbitan rekomendasi kecamatan atas usulan pemberhetian kepala daerah dan adanya kekosongan hukum.

Dahlena menjelaskan lebih lanjut bahwa permasalahan pemberhentian perangkat desa ini membuat suasana tidak kondusif bahkan dalam beberapa kasus persoalannya sampai ke aparat penegak hukum dan pengadilan. "Sehingga kami berharap nanti ada perbaikan tata kelola pemerintahan desa khususnya mengenai pemberhentian ini. Bagi kami pencegahan maladministrasi agar tidak terjadi berulang itu adalah titik poinnya," tutupnya.

Turut hadir sebagai narasumber Subdit Fasilitasi dan Administrasi Pemerintahan Desa Kemendesa, Pracelia Hat dan Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa APMD, Sutoro Eko Yunanto.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...