Ombudsman RI Soroti Kompleksitas Pelayanan Publik Tanjungbalai dalam Kunjungan Pengawasan Terpadu
TANJUNGBALAI - Kunjungan Ombudsman RI ke Kota Tanjungbalai pada Rabu (19/11) menghadirkan rangkaian temuan penting terkait kualitas layanan publik di daerah tersebut. Di kantor Walikota Tanjung Balai, berbagai isu utama langsung mengemuka, mulai dari ketidaksesuaian penilaian antarinstansi hingga kebingungan masyarakat mengenai tindak lanjut rekomendasi. Sejumlah pejabat daerah menyampaikan bahwa perbedaan indikator antara lembaga penilai pelayanan publik masih membingungkan. Persoalan lain muncul terkait proses administrasi pertanahan yang dinilai memberatkan warga. Kondisi layanan kesehatan juga menjadi sorotan karena adanya ketidaksesuaian status kelas rumah sakit dengan pembiayaan yang diterima. Ombudsman mencatat semua dinamika ini sebagai bagian penting untuk diperbaiki secara terstruktur.
Menanggapi berbagai permasalahan tersebut, Ombudsman RI langsung memaparkan tindak lanjut evaluatif oleh Anggota Ombudsman RI, Jemsly Hutabarat. Ia menyampaikan, "Kami hadir untuk menjelaskan siapa Ombudsman, apa tugas kami dalam mengawasi layanan, di mana kegiatan dilakukan hari ini di Tanjungbalai, kapan pelaksanaannya, mengapa ini penting untuk hak masyarakat, dan bagaimana kami mengukurnya secara objektif." Penjelasan itu menjadi dasar seluruh rangkaian pengawasan yang berlangsung selama satu hari penuh. Jemsly menegaskan bahwa Ombudsman memiliki metodologi yang berbeda dengan lembaga lain sehingga tak dapat disamakan. Ia memastikan bahwa masyarakat menjadi sumber data utama agar hasil asesmen benar-benar menggambarkan kondisi riil. Ombudsman menempatkan kehadirannya sebagai bentuk komitmen memperkuat kualitas layanan secara nasional.
Dalam dialog yang dihadiri langsung Walikota Tanjung Balai, Mahyarudin Salim B, Wakil Walikota, M. Fadly Abdina, Sekda. dan para Kelapa OPD, Jemsly menanggapi perbedaan penilaian antara Menpan RB dan Ombudsman. Ia mengatakan, "Perbedaan itu terjadi karena kami menggunakan parameter sendiri yang mencakup proses, integritas, dan pengalaman masyarakat sebagai pengguna layanan." Penjelasan tersebut disampaikan untuk menjawab pertanyaan Inspektur Kota Tanjungbalai terkait indikator sarana prasarana. Ombudsman menekankan bahwa penilaian tidak didasarkan pada kekayaan daerah melainkan pada praktik pelayanan yang terbukti berjalan. Jemsly menambahkan bahwa asesmen tidak boleh hanya mengukur tampilan fisik, tetapi juga tata kelola dan akuntabilitas. Komunikasi dua arah itu membuka ruang penguatan pemahaman antarinstansi.
Kebingungan mengenai tindak lanjut rekomendasi juga muncul dari perwakilan Kelurahan Pantai Johor. Menjawab hal tersebut, Jemsly menegaskan, "Rekomendasi Ombudsman tidak selesai begitu saja, karena dapat diteruskan ke ranah hukum bila ditemukan unsur pelanggaran berat." Ia menjelaskan bahwa tugas Ombudsman adalah memastikan tidak ada maladministrasi yang merugikan masyarakat. Penjelasan itu diberikan ketika ada pertanyaan mengenai kasus surat tanah hilang yang membuat masyarakat harus mencari perhatian lewat media. Ombudsman menilai situasi tersebut tidak seharusnya terjadi bila prosedur dilaksanakan sesuai standar. Jemsly memastikan bahwa setiap laporan dapat ditindaklanjuti sesuai tingkat urgensi dan bukti yang tersedia.
Permasalahan layanan kesehatan turut mencuat melalui penyampaian Direktur RSUD dr. Tengku Mansyur, dr. Sitorus. Ia mengatakan, "Status rumah sakit kami Kelas C tetapi pembiayaan yang diterima masih Kelas D," yang menjadi kutipan eksternal dalam berita ini. Menanggapi hal itu, Jemsly menjelaskan bahwa kesenjangan tersebut harus segera diperbaiki melalui pengaturan ulang kewenangan dan alokasi pendanaan. Ia menegaskan bahwa ketidaksesuaian status berdampak langsung pada mutu pelayanan. Ombudsman mencatat isu tersebut sebagai prioritas yang wajib diselesaikan oleh pemerintah daerah. Pengawasan diarahkan agar rumah sakit tidak lagi menghadapi hambatan administratif yang memengaruhi kualitas layanan.
Setelah pertemuan di kantor Walikota, Jemsly dan Kepala Perwakilan Sumater Utara, Herdensi melanjutkan pemantauan ke SPPG yang baru berjalan satu bulan. Ia menyampaikan, "Dari tinjauan cepat kami, prosedur berbasis Standar MBG sudah sesuai bahkan beberapa telah melampaui ekspektasi." Temuan positif ini menunjukkan komitmen awal instansi dalam membangun layanan yang lebih akurat. Namun Jemsly tetap memberikan catatan agar alat ukur tes keracunan dijadikan standar pelayanan demi menjaga kualitas kesehatan masyarakat. Ombudsman RI mengapresiasi tata kelola yang mulai terbentuk tetapi tetap mendorong peningkatan berkelanjutan. Pemantauan tersebut menjadi bagian penting dari gambaran menyeluruh terkait kondisi pelayanan kota.
Kegiatan dilanjutkan ke RSUD dr. Tengku Mansyur, rumah sakit yang berdiri sejak 1930 dan membutuhkan pembenahan. Jemsly menyampaikan, "Kami mencatat beberapa isu penting seperti kelengkapan alat IGD, penataan kamar rawat inap, dan tata kelola instalasi farmasi." Rumah sakit yang berada di lahan 6,5 hektare itu memiliki potensi besar bila pembenahan dilakukan dengan serius. Ombudsman RI menilai bahwa standar IGD harus menjadi prioritas karena berhubungan langsung dengan penyelamatan nyawa. Instalasi farmasi juga dinilai perlu ditata ulang agar distribusi obat berjalan lebih tertib dan efisien. Kunjungan ini memberikan gambaran nyata mengenai kondisi yang perlu ditingkatkan.
Dalam tinjauan ruang rawat inap, Jemsly menekankan pentingnya aksesibilitas dan kenyamanan pasien sebagai bagian dari Standar Pelayanan Minimal. Ia menyampaikan, "Pelayanan kesehatan tidak boleh hanya memenuhi syarat administratif tetapi harus terasa manfaatnya bagi masyarakat." Selanjutnya memeriksa ruang kelas I, II, dan III untuk memastikan kesesuaian dengan standar nasional. Sejumlah peralatan, alur pelayanan, dan tata letak ruangan dicatat sebagai bahan rekomendasi formal. Pengawasan dilakukan secara objektif dan menyeluruh agar tidak ada aspek penting yang terlewat. Pemeriksaan ini menjadi bentuk nyata kehadiran Ombudsman sebagai pengawal kepentingan publik.
Pihak rumah sakit merespons positif seluruh catatan yang disampaikan Ombudsman RI. Mereka menyampaikan komitmen untuk menjadikan rekomendasi sebagai pedoman peningkatan pelayanan. Jemsly menilai sikap kooperatif tersebut sebagai langkah maju dalam memperbaiki mutu layanan kesehatan. Dialog berjalan terbuka dan konstruktif tanpa sikap defensif dari pihak rumah sakit. Ombudsman memandang kolaborasi sebagai modal penting dalam menyelesaikan persoalan secara berkelanjutan. Suasana kunjungan menunjukkan bahwa semua pihak berkeinginan memperbaiki layanan.
Secara keseluruhan, rangkaian kegiatan hari itu memperlihatkan tingginya kebutuhan pembenahan layanan publik di Tanjungbalai. Jemsly menegaskan bahwa Ombudsman akan mengawal semua temuan hingga mendapatkan tindak lanjut yang terukur. Ia menyampaikan bahwa Ombudsman tidak hanya memberi rekomendasi, tetapi juga memastikan implementasinya berjalan efektif. Seluruh laporan masyarakat akan dipilah dan diprioritaskan berdasarkan urgensi serta dampaknya bagi publik. Ombudsman meneguhkan dirinya sebagai lembaga yang bekerja cepat, responsif, dan berbasis data dalam menyelesaikan masalah layanan publik. Kunjungan ini diharapkan menjadi pendorong transformasi menyeluruh di Kota Tanjungbalai. (MFM)








