Ombudsman RI Serahkan LHP Dugaan Maladministrasi Penyelenggaraan Keadilan Restoratif Penyelesaian Tindak Pidana
Jakarta - Ombudsman RI menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigasi Atas Prakarsa Sendiri mengenai Dugaan Maladministrasi pada Penyelenggaraan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Tindak Pidana di Kantor Ombudsman RI, Jakarta pada Selasa (11/5/2024).
LHP diserahkan oleh Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro kepada Inspektur Pengawasan Umum Kepolisian Republik Indonesia, Komjen Pol Ahmad Dofiri, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Asep Nana Mulyana, Hakim Yustisial pada Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung, Tri Baginda, Deputi Imigrasi dan Pemasyarakatan Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, I Nyoman Gede Surya Mataram, serta Kabag Administrasi Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM, Erni Mustikasari.
Johanes menyampaikan bahwa dalam proses hukum pidana sering ditemui praktik keadilan restoratif yang diyakini bisa menjadi solusi berbagai penegakan hukum di Indonesia. Ia menyaksikan betapa penuhnya lembaga-lembaga pemasyarakatan sehingga menurutnya diperlukan memerlukan solusi bagaimana agar tidak semua permasalahan hukum berujung ke pemasyarakatan.
Johanes memberikan catatan bahwa masing-masing penegak hukum memiliki aturan sendiri dalam melaksanakan keadilan restoratif. Hal ini menjadi dasar Ombudsman melakukan investigasi atas prakarsa sendiri mengenai keadilan restoratif. "Bagaimana memberikan kepastian hukum pada masyarakat, karena selama ini ada pertanyaan kok ini bisa pakai keadilan restoratif, kok ini tidak," tegasnya.
Dalam LHP tersebut Ombudsman RI menemukan pertama, tidak adanya payung hukum yang dapat dijadikan acuan bersama bagi lembaga penegak hukum dalam pelaksanaan keadilan restoratif. Ombudsman RU juga menemukan kurangnya koordinasi baik dalam hal perumusan regulasi payung maupun sistem pendukung dalam pelaksanaan keadilan restoratif.
Potensi maladministrasi yang dapat terjadi atas temuan Ombudsman RI tersebut adalah tidak adanya konsep yang jelas dan seragam mengenai mekanisme, indikator, dan tolok ukur pemulihan kembali korban yang penanganan perkaranya dilaksanakan dengan keadilan restoratif, belum adanya pengawasan yang berimbang bagi semua lembaga penegak hukum dalam pelaksanaan keadilan restoratif, serta belum atau tidak diberikannya pemahaman kepada masyarakat mengenai konsep dan proses keadilan restoratif.
Ombudsman RI memberikan tindakan korektif untuk dapat dijalankan Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan dan/atau Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan serta untuk Kepolisian, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.
"Kami berharap aparat penegakan hukum bisa mencermati laporan hasil pemeriksaan Ombudsman ini untuk kemudian ada tindak lanjut signifikan bersama-sama memperbaiki proses penegakan hukum," pungkas Johanes. (NI)