Ombudsman RI Sampaikan Saran Perbaikan dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial dan Reintegrasi Sosial terhadap Purna PMI
Siaran Pers
Nomor 072/HM.01/XII/2022
Selasa, 20 Desember 2022
Jakarta - Ombudsman RI menilai implementasi layanan rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial bagi purna Pekerja Migran Indonesia (PMI) belum dilaksanakan sesuai dengan PP Nomor 59 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Sehingga dalam proses dan mekanismenya layanan tersebut belum sesuai dengan asas pelayanan publik.
Berdasarkan hal tersebut Ombudsman RI telah menyelesaikan kajian sistemik terkait pengawasan dalam pelayanan rehabilitas dan reintegrasi sosial terhadap purna PMI. Hasil kajian tersebut menyebutkan bahwa perlindungan PMI setelah bekerja menjadi kewajiban dan tanggung jawab dari pemerintah pusat, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan pemerintah daerah baik kota dan kabupaten terkait penyusunan regulasi dalam pelaksanaannya.
"Fokus Ombudsman RI melalui kajian ini adalah bagaimana agar para PMI sepulangnya dari bekerja dapat menjadi agen perubahan karena mereka punya pengalaman selama di sana. Kita berharap agar sepulangnya mereka tidak menjadi pengangguran dan timbul permalahan baru," ujar Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng dalam acara Diskusi Publik Pengawasan Ombudsman RI dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial dan Reintegrasi Sosial terhadap Purna Pekerja Migran Indonesia, di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan, pada Selasa (20/12/2022).
Robert menambahkan, pihaknya berharap agar purna PMI bisa mendapat bantuan di sentra Antasena yang dimiliki oleh Kemensos. Selain itu juga dapat dilakukan pelatihan, sehingga keahlian dan pengetahuan mereka dapat bermanfaat bagi lingkungan maupun komunitasnya.
Kepala Keasistenan Utama VI Ombudsman RI, Elisa Luhulima menyebutkan Ombudsman setidaknya menemukan empat bentuk maladministrasi dalam pelayanan rehabilitasi dan reintegrasi sosial ini. Pertama, adanya pengabaian kewajiban hukum dari tidak adanya peraturan teknis yang terintegrasi antara kementerian/Lembaga dan peraturan teknis di pemda.
Kedua, tidak memberikan pelayanan kepada purna PMI yang membutuhkan layanan tersebut. Ketiga, penyimpangan prosedur dimana layanan rehabilitasi dan reintegrasi sosial tidak memiliki SOP dan tidak adanya koordinasi antara BP2MI dengan instansi terkait sehingga purna PMI tidak dapat menerima layanan yang terstandar dan berkualitas. Keempat, tidak kompeten dimana tidak adanya petugas pelaksana layanan yang secara khusus ditempatkan sehingga berdampak pada inkompetensi petugas dalam memberikan layanan.
"Oleh karena temuan diatas, Ombudsman RI memberikan Saran Perbaikan kepada BP2MI, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri," terang Elisa.
Kepada BP2MI, Ombudsman RI meminta agar segera mempebaiki peraturan teknis dan menyusun SOP layanan. BP2MI juga disarankan untuk membuat MoU atau kerja sama dengan kementerian/lembaga pusat terkait, pemda dan pihak swasta untuk memberikan layanan rehabilitasi sosial dan integrasi sosial kepada purna PMI. "BP2MI juga perlu melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan secara berkala, meningkatkan efektifitas saluran pengaduan serta meningkatkan peran serta masyarakat," tutur Elisa.
Selanjutnya Elisa mengatakan, kepada Kemnaker, Kemensos dan Kemenkes, Ombudsman RI meminta untuk saling berkoodinasi dan terintegrasi dengan BP2MI dalam memberikan layanan agar layanan tersebut dapat berjalan secara sinergis dan efisien.
Kepada Kementerian Dalam Negeri, Ombudsman RI meminta untuk berkoodinasi dengan BP2MI, Kemnaker, Kemensos, dan Kemenkes dalam memberikan perlindungan terhadap purna PMI pada layanan rehabilitas dan reintegrasi sosial melalui Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan Walikota atau surat edaran dinas terkait. Serta Ombudsman RI juga meminta agar Kemendagri berupaya mendorong pemerintah daerah agar mengupayakan dan menyediakan mata anggaran dalam APBD.
Sebelumnya, dilakukan juga penandatanganan Nota Kesepakatan antara Ombudsman RI dengan BP2MI dalam upaya percepatan penyelesaian laporan masyarakat. Nota Kesepakatan ditandatangani oleh Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih beserta Deputi Penempatan dan Perlindungan Kawasan Eropa Timur Tengah BP2MI, Irjen Pol. Achmad Kartiko.
"Dengan adanya MoU ini penting untuk memenuhi harapan Presiden agar setiap kementerian/Lembaga dapat bersinergi dan kolaborasi sehingga tidak ada tumpang tindih kewenangan. Marilah kerja sama ini kita optimalkan dalam berkaitan tugas dan kewenangan sehingga semangat kita dalam memberikan pelayanan dan perlindungan kepada pekerja migran dapat terlaksana degan baik," ucap Najih.
Turut hadir sebagai narasumber diskusi publik, Direktur Penempatan Nonpemerintahan Kawasan Asia & Afrika BP2MI Sri Andayani, Direktur Bina Penempatan dan Perlindungan PMII Kemnaker Rendra Setiawan, dan Ketua Dewan Pembina Padma Indonesia, Gabriel Goa. (iks)
Narahubung
Robert Na Endi Jaweng
Anggota Ombudsman RI