Ombudsman RI: Regulasi Sektor Kelautan Perikanan Harus Mengakomodir Hak-hak Nelayan
Semarang,-Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KKP) No 23 Tahun 2021 Tentang Standar Laik Operasi dan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, mewajibkan setiap kapal perikanan harus memiliki Standar Laik Operasi (SLO). Namun fakta lapangan masih banyak ditemukan kapal nelayan yang belum sesuai SLO. Dalam hal itu dinilai akan dilakukan revisi Permen KKP tersebut, tentu dalam perumusan revisinya mesti sesuai standar pelayanan publik.
Anggota Ombudsman RI Hery Susanto menyampaikan bahwa Permen KKP No. 23 tahun 2021 tentang standar laik operasi kapal perikanan dan sistem pemantauan kapal tidak saja perlu mengatur kewajiban namun juga harus mengakomodir hak-hak nelayan. Demikian disampaikannya secara daring saat menjadi narasumber Konsultasi Publik bertopik "Peran Ombudsman dalam Penyusunan Kebijakan Publik dan Pengawasan Kebijakan Publik" yang ditaja Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Rabu, (22/11/2023) di Hotel MG Setos Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah.
Hery Susanto memaparkan bahwa Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) sebagai instrumen pengawasan perikanan untuk pemantauan aktivitas kapal perikanan merupakan upaya untuk pemanfaatan sumber daya perikanan telah mematuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan. Menurutnya hal tersebut diperlukan selama tidak memberatkan masyarakat terutama para nelayan.
"SPKP ini bagian dari sistem pemantauan dan pengawasan yang harus dilakukan secara efektif guna memastikan bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan telah mematuhi ketentuan dan peraturan yang ditetapkan, serta mengikuti tata laksana pengelolaan sektor Kelautan dan Perikanan yang baik," paparnya.
Lebih lanjut, dalam melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan SPKP sesuai ketentuan regulasinya harus memuat penerapan efesiensi dan efektivitas terutama dalam aspek pelayanan publik. Mengingat dilapangan banyak regulasi yang tidak diketahui masyarakat dan dinilai memberatkan nelayan maupun pelaku usaha perikanan.
"Setelah suatu peraturan diberlakukan maka rumusan pasal yang ada didalamnya dapat mengikat semua warga negaranya, dengan demikian dalam rangka melakukan revisi Permen KKP tersebut harus disosialisasikan dan dikonsultasilan bersama masyarakat terutama kelompok nelayan dan pelaku usaha perikanan," katanya.
Hery menjelaskan dalam menyelenggarakan pelayanan publik pihak penyedia jasa pelayanan berkewajiban menyelenggarakan pelayanan publik sesuai dengan tujuan pembentukannya. Pada Pasal 8 ayat 2 dan 3 UU no 25 Tahun 2009, Penyelenggaraan pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi : pelaksanaan pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengelolaan informasi, pengawasan internal, penyuluhan masyarakat, dan pelayanan konsultasi. Penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara harus bertanggungjawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan.
Ombudsman RI pada tanggal 29 Nopember 2023 akan menyampaikan hasil kajian tentang Program Penangkapan Ikan Secara Terukur dengan mengundang kementerian/lembaga terkait Komisi IV DPR RI, pelaku usaha, nelayan dan lainnya.
"Hasil kajian ini dilakukan di 9 zona PIT se Indonesia dengan pendekatan FGD, survei opini publik dan tinjauan langsung ke pelabuhan perikanan di lokasi sampel. Sektor kelautan dan perikanan selama ini sedikit sekali laporan masyarakat, hal itu bukan menandakan sektor ini tidak ada masalah. Namun kelompok nelayan maupun pelaku usaha perikanan ini terbilang unik sebagai silent society/masyarakat yang diam. Faktor itu karena mereka banyak tidak paham kebijakan hingga banyak yang takut melapor. Nah ini mesti diberikan literasi dan konsultasi sehingga akan memudahkan penyusunan kebijakan dan implementasi pelayanan publik," pungkasnya.