• ,
  • - +
Ombudsman RI: Penyusunan Peraturan Direksi PLN Harus Aspiratif
Kabar Ombudsman • Kamis, 03/06/2021 •
 

YOGYAKARTA - Dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas penyelenggaraan pelayanan publik khususnya dalam substansi kelistrikan, Ombudsman RI memberikan saran perbaikan dalam penyusunan Peraturan Direksi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Tentang Penyesuaian Perhitungan Pemakaian Tenaga Listrik (P3TL) dan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL). Hal ini disampaikan Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto  dalam acara yang digelar oleh PT PLN (Persero) guna menyusun Peraturan Direksi PT PLN tersebut di Yogyakarta pada Rabu (2/6/2021). Hadir dalam pertemuan tersebut di antaranya perwakilan dari Kementerian ESDM, Jajaran PT PLN dari pusat dan daerah, Badan Perlindungan Konsumen Nasiona (BPKN) RI, pimpinan YLKI dan perwakilan kalangan masyarakat pegiat kelistrikan.

Hery Susanto menyampaikan saran perbaikan kepada PT PLN dalam pengelolaan kelistrikan, yakni : pertama, PLN diminta untuk meningkatkan kualitas pengelolaan pengaduan pelayanan publik; kedua, transparansi dalam regulasi dan SOP PT PLN di unit pelayanan melalui websitenya; ketiga, meningkatkan pelayanan transmisi jaringan untuk mencegah pemadaman listrik; keempat, sosialisasi ke publik untuk memperoleh kompensasi persyaratan dan mekanisme hak publik yang dirugikan atas pemakaian listrik; kelima, integrasi data masyarakat penerima subsidi kelistrikan dengan kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota; keenam, evaluasi penyelesaian laporan Penertiban Penggunaan Tenaga Listrik (P2TL) dengan melibatkan partisipatif publik dan kerjasama dengan para pihak terkait; ketuju, PT PLN tidak mendominasi dalam P2TL.

Dalam draft Perdir tersebut tertuang frasa mengganti kata "barang bukti" menjadi "hasil pemeriksaan". Tata cara pelaksaan P2TL di lapangan dan memberi penekanan bahwa aset bukan milik PLN yang menjadi temuan P2TL harus diambil oleh penyidik. Penyambungan langsung dalam kondisi pemutusan sementara yang APP-nya telah diambil petugas PLN (atau yang dibongkar rampung) ditetapkan sebagai penyalahgunaan mempengaruhi energi dan batas daya. Tidak mengenakan sanksi/denda namun memberikan peringatan kepada Konsumen yang membantu levering menggunakan instalasi miliknya ke Konsumen yang masih dalam proses P2TL Perubahan jenis dan golongan pelanggaran pada P II, PIII , dan P IV.

Adapun perubahan pelayanan bagi pelanggan listrik yakni sebagai berikut : pertama, memindahkan meter dalam satu persil, bukan lagi ditetapkan sebagai pelanggaran penyalahgunaan energi listrik, selama pemakaian energinya masih tetap terukur. PT PLN akan memberikan sosialisasi bahwa hal tersebut harus dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi; kedua, pelanggan yang sudah dilakukan pemutusan sementara karena tunggakan rekening listrik lalu dengan sengaja menyambung kembali tanpa ijin PLN, bukan lagi ditetapkan sebagai pelanggaran penyalahgunaan energi listrik, selama pemakaian energinya masih tetap terukur; Ketiga, bahwa jawaban atas surat pengajuan keberatan, pelanggan memperoleh kepastian atas surat keberatan karena sudah ditetapkan waktu maksimal yang harus direspon oleh PLN, dari 30 hari kerja menjadi paling cepat maksimal 15 hari kerja.

Menurut Hery Susanto, PT PLN telah membangun tradisi baru yang aspiratif dan kolaboratif dalam korporasi BUMN kelistrikan itu. Dimana dalam penyusunan Perdir perusahaan BUMN tersebut melibatkan secara langsung para pihak terkait dan masyarakat guna memberikan masukan dalam penyusunan regulasi PT PLN. Regulasi itu tentunya berimplikasi terhadap penyelenggaraan pelayanan publik khususnya di substansi kelistrikan.

"Kegiatan yang dilakukan PT PLN ini merupakan terobosan positif yang aspiratif dan kolaboratif dengan para pihak terkait khususnya elemen masyarakat. Ini harus diikuti oleh para penyelenggara pelayanan publik lainnya. Pihaknya akan menyampaikan kepada kementerian/Lembaga guna melakukan langkah tersebut," kata Hery Susanto.

Menurutnya, peran yang berbeda antara masyarakat dengan Ombudsman RI bukanlah saling bertentangan, melainkan melengkapi satu sama lain dalam rangka pengawasan eksternal terhadap penyelenggaraan pelayanan publik. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu unsur yang dapat menunjang terlaksananya fungsi, tugas dan kewenangan Ombudsman RI sebagai lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik. Hal itu tentunya berlaku juga bagi penyelenggara pelayanan publik khususnya PT PLN.

"Tanpa partisipasi masyarakat dapat dipastikan bahwa pengawasan dan penyelenggaraan pelayanan publik tidak akan maksimal sebagaimana harapan banyak kalangan. Permasalahan pelayanan publik yang sering dilaporkan masyarakat dalam substansi kelistrikan yakni : Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL), kenaikan biaya tarif/ tagihan listrik, permohonan sambungan baru, kasus pungutan liar dan pemadaman listrik," pungkas Hery Susanto. (*)





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...