Ombudsman RI Merilis Hasil Kajian Sistemik Penetapan Batas Desa dan Kelurahan
Siaran Pers
Nomor 055/HM.01/XII/2024
Kamis, 19 Desember 2024
JAKARTA - Ombudsman RI telah menyelesaikan kajian sistemik terkait problematika dan dampak belum tercapainya target penetapan dan penegasan batas desa dan kelurahan dalam rangka mewujudkan percepatan Kebijakan Satu Peta (One Map Policy). Kajian ini mengungkap berbagai kendala yang menghambat implementasi kebijakan sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021, serta dampaknya kepada masyarakat.
Anggota Ombudsman RI Dadan S. Suharmawijaya menyampaikan, hingga November 2024, realisasi penetapan batas desa baru mencapai 7,7% dari total 75.526 desa di Indonesia. "Kajian ini diharapkan dapat mendorong percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta yang menjadi dasar penting dalam pembangunan nasional. Ombudsman RI berkomitmen untuk terus mengawal implementasi kebijakan ini demi terciptanya tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat," ungkap Dadan di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).
Dadan melanjutkan, kajian Ombudsman ini mengungkap sejumlah temuan. Di antaranya, adanya permasalahan dalam realisasi pelaksanaan penetapan dan penegasan batas desa, belum optimalnya pola koordinasi Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa (PPBDes), belum maksimalnya upaya pelaksanaan penetapan dan penegasan batas desa, problematika regulasi, keterbatasan SDM, ketidakjelasan penganggaran, belum optimalnya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, kendala aspek nilai budaya dan kearifan lokal, sosial dan ekonomi, serta ketidaktegasan kepala daerah. Menindaklanjuti temuan tersebut Ombudsman RI juga dapat menyelesaikan konflik berkepanjangan permasalahan batas antar desa pada masyarakat Gisting Jaya Provinsi Lampung.
Lebih lanjut, Ombudsman RI menyampaikan sejumlah saran perbaikan. Kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Dalam Negeri dengan melibatkan Menteri PPN/ Bappenas, Badan Informasi Geospasial (BIG), dan K/L terkait, untuk:
1. Melakukan evaluasi, menyusun, dan menetapkan target waktu capaian prioritas penetapan dan penegasan batas desa/kelurahan serta kecamatan melalui perubahan Perpres 23 Tahun 2021;
2. Menjadikan kegiatan penetapan dan penegasan batas desa, kelurahan dan kecamatan sebagai Target Prioritas Nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
Kepada Menteri Dalam Negeri:
1. Melakukan pengkajian terhadap harmonisasi pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan penangung jawab kegiatan penetapan dan penegasan batas desa, kelurahan dan kecamatan berada pada salah satu di Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa atau di Direktorat Jenderal Administrasi Wilayah;
2. Menyusun dan atau melakukan perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 Tahun 2016;
3. Mewajibkan pemerintah daerah untuk melaporkan secara berkala kegiatan penetapan dan penegasan batas desa, kelurahan dan kecamatan;
4. Menetapkan rencana aksi kegiatan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan secara berkala;
5. Menginstruksikan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota untuk memasukan kegiatan penetapan dan penegasan batas desa, kelurahan dan kecamatan sebagai target prioritas daerah dalam RPJMND dan RKPD;
6. Menginstruksikan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota untuk menganggarkan dalam APBD terkait pembiayaan penetapan dan penegasan batas desa dan kelurahan.
Kepada Menteri Dalam Negeri bersama Kepala BIG:
1. Melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis secara berkala dalam pelaksanaan Penetapan dan Penegasan Batas Desa dan Kelurahan;
2. Koordinasi dengan pemerintah daerah dalam proses identifikasi, verifikasi dan validasi penetapan dan penegasan batas desa, kelurahan dan kecamatan yang dilakukan secara luring dan atau daring;
3. Menyusun pedoman terkait pola kerjasama dan pendanaan dalam pelaksanaan dan penetapan batas desa dan kelurahan antara pemerintah kabupaten dan pemerintah desa dengan pihak ketiga;
4. Mempublikasikan konsultan selaku pihak ketiga yang memiliki kompetensi dan telah terstandarisasi oleh Badan Informasi Geospasial dalam pelaksanaan penetapan dan penegasan batas desa dan kelurahan;
5. Menyusun dan menerbitkan pedoman penggunaan dana desa yang dapat digunakan oleh desa dalam rangka kegiatan penetapan dan penegasan batas Desa.
Kepada Menteri Dalam Negeri agar berkoordinasi dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI dan Menteri Hukum untuk melibatkan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dalam memberikan dukungan Sumber Daya Manusia dan sarana dan prasarana serta menginstruksikan kepada Kantor Wilayah Hukum di setiap Provinsi agar mendorong percepatan terkait dengan proses harmonisasi penyusunan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Ombudsman RI Bobby Hamzar Rafinus mendorong komitmen dan kolaborasi antar pihak dalam percepatan penetapan dan penegasan batas desa. "Ombudsman RI optimistis bahwa percepatan penetapan dan penegasan batas desa tidak hanya akan mendukung Kebijakan Satu Peta, tetapi juga berdampak langsung pada pembangunan desa, pengelolaan pertanahan, administrasi kependudukan, serta penyelesaian konflik batas wilayah," tutup Bobby.
Hasil kajian ini telah diserahkan secara langsung kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri, Badan Informasi Geospasial, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Hukum, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional. (*)
Anggota Ombudsman RI,
Dadan S Suharmawijaya
(0811-1053-3737)