Ombudsman RI Lakukan Pemeriksaan Dugaan Maladministrasi Pupuk Bersubsidi
Siaran Pers
Nomor 065/HM.01/XI/2022
Jumat, 4 November 2022
BANJARMASIN - Ombudsman RI akan melakukan pemeriksaan terhadap dugaan maladministrasi dalam pendataan dan penebusan Pupuk Bersubsidi menggunakan Kartu Tani di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers di Kantor Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan, Jumat (4/11/2022).
Yeka menilai bahwa penggunaan Kartu Tani dalam penebusan pupuk bersubsidi kedepan dinilai dipaksakan. Sebagaimana terbitnya Surat Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian perihal Penyaluran Pupuk Bersubsidi menggunakan Kartu Tani Nomor tanggal 21 September 2022 yang mengamanatkan dalam penebusan pupuk bersubsidi per 1 Oktober 2022 menggunakan Kartu Tani yang kemudian dilakukan pengunduran waktu menjadi 1 Januari 2023.
"Sekedar contoh kasus, lebih dari 310 ribu petani di Kalimantan Selatan baru sekitar 200 ribu orang yang mendapatkan Kartu Tani, artinya masih ada 110 ribu lebih orang yang belum mendapatkan Kartu Tani. Harus ada evaluasi terkait pendistribusian Kartu Tani, mengingat dari Januari hingga Oktober 2022. Masih ada pekerjaan mendistribusikan 110 ribu Kartu Tani dalam waktu kurang dari dua bulan ini, rasanya tidak mungkin tersalurkan. Sehingga jangan dipaksakan," tegas Yeka.
Ia menambahkan, permasalahan penyaluran Kartu Tani, jika tidak diselesaikan akan berdampak terhadap mandegnya penerapan program Subsidi Langsung Pupuk (SLP) di tahun 2024. Pihak Kementan hasus mempersiapkan dengan matang validasi pendataan penerima pupuk bersubsidi yang tepat sasaran.
Selain itu, perlu adanya pengambilan kebijakan melalui prosedur bottom up terkait keseragaman jenis pupuk yang disalurkan, sehingga petani lokal khususnya kelompok tani hortikultura dapat mengusulkan komoditas pupuk subsidi yang diperoleh.
Yeka juga menyoroti pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang dalam pelaksanaannya jauh dari nilai-nilai perlindungan kepada petani lokal. Menurut Yeka, penyaluran BPNT malah berdampak terhadap meningkatnya harga beras.
Selama kunjungan kerja di Kalimantan Selatan, Yeka juga melihat lokasi area persawahan yang mengalami gagal panen di Barito Kuala dan Barabai. Di wilayah Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah dilaporkan sekitar 70% lahan mengalami gagal panen. Salah satu dampak yang diperhitungkan oleh Ombudsman adalah dampak bagi petani yang kesulitan dalam mengembalikan kredit. Ombudsman RI akan mengadvokasi para petani untuk dilakukan restrukturisasi terhadap petani yang mengalami kegagalan panen bisa mendapatkan relaksasi dan restrukturisasi.
Di samping itu, Yeka juga menilai keberadaan Balai Karantina Pertanian (Barantan) Kalimantan Selatan telah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai lembaga karantina dan telah mendukung dari sisi ekonomi berupa pendapatan negara sebesar Rp. 2 miliar dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Dengan begitu, keberadaan Barantan Kalimantan Selatan perlu dukungan pemerintah dengan menlengkapi infrastruktur yang modern, tercatat saat ini kelengkapan infrastrukturnya baru mencapai 80%, sehingga masih ada 20% sisanya yang perlu segera dilengkapi. Khususnya pada mesin laboratorium pengujian sampel melalui PCR, yang selama ini masih menggunakan mesin PCR konvensional. Dengan adanya mesin tersebut secara mandiri di laboratorium Barantan Kalimantan Selatan akan mempercepat waktu pengujian dan mempercepat waktu pelayanan lalu lintas komoditas.
"Perlu dilakukan publikasi terkait standar layanan di Barantan Kalimantan Selatan sebagai bentuk service agreement guna memberikan kepastian lama waktu pelayanan pada masyarakat," saran Yeka. (*)
Narahubung:
Anggota Ombudsman RI
Yeka Hendra Fatika