Ombudsman RI Diskusi Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kalimantan Selatan
Banjarmasin-Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika bersama Koordinator Pupuk Bersubsidi Kementerian Pertanian, Yanti Ermayanti dan PSO Management Senior Vice President PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) Eric Rahman, mengadakan diskusi dengan para petani, distributor pupuk, dan pemilik kios pengecer pupuk area Kalimantan Selatan guna mengevaluasi penyaluran pupuk bersubsidi, Kamis (3/11/2022) di Kantor Penjualan PIHC Wilayah Kalimantan Selatan.
Yeka mengatakan bahwa Ombudsman RI di tahun 2021 sudah memberikan hasil kajian dan beberapa saran perbaikan kepada Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan PT PIHC terkait pelayanan pupuk bersubsidi, namun masih ada beberapa tindakan korektif yang belum dilakukan.
Permasalahan yang masih ditemui yaitu terkait pendistributoran, produksi, verifikator Kartu Tani, infrastruktur digital dan pendataan. Ombudsman berharap di tahun 2023 tidak ada lagi permasalahan mengenai penyaluran pupuk bersubsidi.
"Diskusi ini dilakukan agar Ombudsman dapat bekerja dengan baik dan aparatur pemerintahan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi khususnya kepada penerima pupuk," jelas Yeka
Menanggapi permasalahan yang terjadi, Koordinator Pupuk Bersubsidi Kementerian Pertanian, Yanti Ermayanti, menjelaskan bahwa sejak 2017 KPK telah merekomendasikan untuk menggunakan Kartu Tani dalam penyaluran pupuk bersubsidi. Ada tiga proses validasi yang disampaikan oleh KPK terutama dari akurasi data. Pertama yaitu validasi data dengan harapan penerima Kartu Tani adalah orang yang berhak menerima subsidi. Kedua ketika pendistribusian dari kios ke petani, petani wajib memasukkan pin kartu untuk memastikan orang tersebut benar benar pemegang kartu. Ketiga, tidak ada campur tangan penulisan sehingga saat kartu digesekkan sudah langsung terverifikasi.
"Pupuk besubsidi sering terjadi penyimpangan-penyimpangan dimana penerima pupuk bersubsidi bukan pihak yang benar-benar membutuhkan, sehingga dari kasus itu terdapat tiga proses dalam pembuatan Kartu Tani," jelas Yanti.
Yanti juga mengatakan pihaknya akan memberikan pelayanan yang terbaik dengan konsen kepada pihak yang berhak menerima pupuk bersubsidi.
Terkait permasalahan distribusi, Yanti mengatakan bahwa pendistribusian tahun ini dari 12 juta sudah 9 juta tereksekusi, namun masih menimbulkan masalah verifikasi antara pihak bank dan petani sehingga pihaknya mencari solusi dengan membuat Kartu Tani dengan menerapkan Retail Management System (RMS) atau Rekan. Bank tidak perlu mencetak dan mendistribusikan lagi namun hanya perlu merelasikan antara nomor NIK dengan nomor rekening, selanjutnya akan diuji coba dengan menggunakan Bank BSI.
"Melalui aplikasi Rekan yang sudah diadopsi Kementan di Bali yang saat ini sudah beroperasi penuh. Layanan ini akan mempermudah petani dalam administrasi distribusi pupuk bersubsidi," jelas Yanti.
Menanggapi yang disampaikan oleh Yeka, PSO Management Senior Vice President Pupuk Indonesia Holding Company, Eric Rahman menyampaikan bahwa per satu Oktober realisasi sudah mencapai 70% pupuk Urea, 55% pupuk NPK, dengan total sekitar 80 ribu ton. Namun untuk tahun 2023 ada lonjakan alokasi dari 40 ribu ton menjadi 102 ribu ton pupuk Urea, dan 42 ribu ton menjadi 55 ribu ton pupuk NPK.
"Mudah mudahan produk yang telah kita hasilkan dan bapak, ibu salurkan melalui Kartu Tani itu, benar-benar yang berhak menerima dan produktivitas tidak hanya di petani namun juga lahannya, jika perancanaannya tidak pas, antara lahan dan dosis, jika kebutuhan tidak clear maka sisa pupuk akan lari kemana," jelas Eric.
Eric juga menyampaikan bahwa pihaknya juga mendukung penggunakan aplikasi Rekan yang memberikan efektivitas dan efisiensi dalam ketepatan sasaran.
"Karena kami mengevaluasi bahwa dalam penggunaan Kartu Tani masih banyak yang belum siap yang berujung petani tidak mendapatkan pupuk bersubsidi, sehingga tools pengawasan berbasis IT sangat bagus untuk pengawasan yang penting," ucap Eric.
Beberapa permasalahan yang dialami oleh petani yaitu sosialisasi program Kementerian Pertanian dengan OPD bidang pertanian terkait program asuransi petani terdampak gagal panen dan program bantuan berupa Jalan Usaha Tani (JUT) yang ternyata serapan anggarannya masih di bawah 40%. Selain itu petani juga mengeluhkan pencabutan jenis pupuk SP 36 dalam jenis pupuk bersubsidik. (HA)