Ombudsman RI dan Mahasiswa Berkolaborasi Dorong Pelayanan Publik Lebih Baik
Pontianak - Anggota Ombudsman RI, Jemlsy Hutabarat, menutup secara resmi rangkaian kegiatan Kelompok Masyarakat Peduli Maladministrasi di Perwakilan (KMPDMP) Tahun 2025 yang diselenggarakan Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Barat, Jumat (3/10/2025). Program bertema "Kuliah Asik, Pelayanan Publik Semakin Baik" ini menjadi ruang belajar kolaboratif antara Ombudsman, perguruan tinggi, dan instansi pelayanan publik untuk meningkatkan kesadaran generasi muda terhadap hak-hak warga negara dalam pelayanan publik.
Dalam sambutannya, Jemlsy menegaskan pentingnya kolaborasi lintas lembaga dan generasi dalam mewujudkan pelayanan publik yang prima dan membawa kebahagiaan bagi masyarakat."Ini bukan sekadar kerja sama, tetapi kolaborasi. Kolaborasi berarti dua pihak membangun sesuatu yang baru, bukan sekadar bekerja bersama," ujarnya. Ia menilai, kolaborasi antara Ombudsman, perguruan tinggi, mahasiswa, dan instansi teknis menjadi bukti nyata bahwa sinergi dapat menghasilkan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Barat, Tariyah, menyebut kegiatan ini sebagai hasil kerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura (Untan) sejak Maret lalu. Program berlangsung selama tujuh bulan dan menghadirkan 12 sesi pertemuan, baik secara daring maupun luring, dengan peserta utama mahasiswa.
"Tema Kuliah Asik, Pelayanan Publik Semakin Baik lahir dari semangat menyesuaikan diri dengan generasi muda sekaligus menguatkan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan. Harapannya, para mahasiswa paham hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam pelayanan publik, serta tahu kemana harus mengadu ketika terjadi masalah," ujar Tariyah.
Sementara itu, Wakil Dekan Fakultas Hukum Untan, Hamdani, menyampaikan apresiasi atas kemitraan strategis ini. Menurutnya, kolaborasi tersebut sejalan dengan program "Kampus Berdampak" yang digagas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
"Melalui kegiatan seperti KMPDMP, aktivitas mahasiswa tak berhenti di ruang kuliah, tetapi memberikan dampak nyata kepada masyarakat," kata Hamdani. Ia berharap kerja sama ini berlanjut di masa depan agar mahasiswa semakin terlatih menghadapi persoalan administrasi publik di lapangan.
Dalam sesi diskusi, Anggota Ombudsman RI Jemlsy Hutabarat mengingatkan bahwa konstitusi menempatkan pelayanan publik sebagai instrumen penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Ia menegaskan, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 menuntut pelayanan publik tidak sekadar baik, tetapi harus mencapai tingkatservice excellence.
"Pelayanan prima berarti tidak hanya memenuhi standar, tapi melampauinya. Tantangan kita adalah menghapus maladministrasi seperti penundaan berlarut dan penyimpangan prosedur yang masih menjadi masalah utama," katanya.
Menurut Jemsly, pelayanan prima harus memenuhi empat kriteria. Yaitu independen, nondiskriminatif, gratis, dan bebas maladministrasi. Maladministrasi yang masih sering terjadi adalah penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, tidak memberikan layanan, penyalahgunaan wewenang, dan ketidakmampuan petugas. "Lima hal itu mencakup 86 persen kasus yang kami tangani," jelasnya.
Lebih jauh, Jemlsy menjelaskan bahwa penyelesaian masalah pelayanan publik tidak selalu harus melalui jalur hukum yang bersifat "menang-kalah". Ombudsman, kata dia, menawarkan pendekatanpositive sum, di mana pelapor dan terlapor sama-sama memperoleh nilai tambah dari penyelesaian masalah.
"Inilah yang membuat Ombudsman penting. Di banyak negara, masyarakat lebih memilih menyelesaikan masalah melalui Ombudsman daripada pengadilan, sehingga jumlah kasus hukum dan penghuni penjara bisa ditekan," katanya.
Narasumber lainnya, yaitu Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Kalbar, Haryono Agus Setiawan, menekankan pentingnya pendekatan humanis dalam layanan publik. Ia menjelaskan bahwa peran imigrasi tidak terbatas pada penerbitan paspor, tetapi juga sebagai fasilitator pembangunan ekonomi, pengawas lalu lintas orang, dan penjaga kedaulatan negara.
Menurutnya, kualitas layanan publik harus memenuhi empat prinsip utama, yakni nondiskriminasi, transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat. "Pelayanan publik bukan berarti tanpa batas. Ada hak yang wajib dipenuhi negara, dan ada kewajiban masyarakat untuk melengkapi dokumen sesuai ketentuan," ujarnya.
Penutupan acara tersebut sekaligus menjadi penanda berakhirnya rangkaian kegiatan KMPDMP 2025 yang telah berlangsung sejak Maret lalu. Salah satu peserta, Erika Saptasari, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, turut membagikan pengalamannya selama mengikuti program peningkatan pemahaman pelayanan publik tersebut.
Erika menyampaikan mendapat banyak pengalaman berharga melalui program ini. "Kegiatan ini tidak hanya menarik dan edukatif, tetapi juga membuka wawasan kami tentang bagaimana prosedur pelayanan publik berjalan dan ke mana harus melapor jika terjadi masalah," tutupnya.