Ombudsman RI dan Kedutaan Swiss Bahas Pemantauan Pelayanan Publik bagi Tahanan
Jakarta - Ombudsman RI menerima kunjungan bilateral dari Kedutaan Besar Swiss pada Jumat (11/7/2025), di Gedung Ombudsman RI. Pertemuan ini bertujuan untuk saling bertukar informasi dan pengalaman terkait pengawasan pelayanan publik terhadap tahanan, khususnya yang berada di bawah kewenangan kepolisian.
Dalam sambutannya, Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro menekankan bahwa Ombudsman selama ini telah memberikan perhatian terhadap berbagai aspek pelayanan publik di lembaga pemasyarakatan dan tahanan. Fokus pengawasan mencakup infrastruktur fisik, keamanan, pembinaan, program rehabilitasi narapidana, serta pendekatan dialogis antara petugas dan warga binaan.
"Pemantauan terhadap pelayanan publik tahanan bukan perkara mudah. Selain tidak dilakukan secara sistematis, cakupan wilayah yang luas dan keterbatasan akses di area tertentu menjadi tantangan tersendiri. Diperlukan pendekatan yang menyeluruh dan dukungan kelembagaan yang kuat," jelas Johanes.
Ia juga menyampaikan bahwa saat ini Ombudsman RI berperan sebagai koordinator Kerja Sama Untuk Pencegahan Penyiksaan (KUPP), bersama enam lembaga hak asasi manusia lainnya. Dalam 10 tahun terakhir, KUPP berupaya mendorong ratifikasi Convention Against Torture (CAT) oleh pemerintah Indonesia.
"Kami baru saja menyusun rencana lanjutan bersama KUPP, dan berharap Kedutaan Swiss dapat mendukung kelanjutan program ini, terutama setelah dukungan Uni Eropa yang kami terima berakhir pada Juni lalu," tambahnya.
Dalam pertemuan tersebut, Deputy Head of Political Affairs Kedutaan Besar Swiss, Tessa Nerini, menyampaikan bahwa Swiss memiliki komitmen global dalam mempromosikan perlindungan hak asasi manusia, termasuk kebebasan berbicara, penghapusan hukuman mati, perlindungan hak minoritas, dan kesetaraan gender.
"Kami ingin mengetahui lebih lanjut tentang kinerja KUPP dan isu-isu prioritas yang saat ini sedang dihadapi. Terlebih dengan diperkenalkannya KUHP dan pembahasan KUHAP baru, kami ingin memahami arah kebijakan yang sedang dibahas, serta melihat bagaimana kami dapat memberikan dukungan konkret untuk mendukung pekerjaan Ombudsman RI," ujar Tessa.
Anggota Ombudsman RI Jemsly Hutabarat turut menyoroti hasil pemantauan Ombudsman di lapangan. Berdasarkan survei internal, sekitar 60% tahanan di Indonesia merupakan kasus narkotika, dan mayoritas lembaga pemasyarakatan mengalami kelebihan kapasitas lebih dari 200%, yang berdampak pada kualitas pelayanan dan risiko penyiksaan.
"Kami berupaya memberikan masukan kepada parlemen, baik terkait KUHAP maupun persoalan pelayanan publik dan perlakuan terhadap tahanan. Akan sangat membantu jika kami juga bisa mempelajari sistem di Swiss untuk memperkuat argumen kami saat menyusun rekomendasi," tutur Jemsly.
Menanggapi hal tersebut, Tessa Nerini menyambut baik kemungkinan pertukaran keahlian dan menjajaki peluang untuk mengundang Ombudsman RI berbagi pengalaman secara langsung dalam forum dialog hak asasi manusia antara Indonesia dan Swiss.
"Kami percaya bahwa masukan dari Ombudsman akan memberikan perspektif yang penting dan mendukung proses kebijakan yang lebih informatif, baik untuk Swiss maupun dalam kerja sama bilateral kita," ujarnya.
Sebagai penutup, Ombudsman RI menyampaikan harapannya agar kerja sama dengan Kedutaan Swiss dapat terus berlanjut, terutama dalam program-program yang mendorong penguatan pemantauan pelayanan publik dan perlindungan HAM di sektor peradilan dan pemasyarakatan. (HA)