Ombudsman RI dan Badan Pangan Nasional Bahas Bersama Tata Kelola Cadangan Beras Pemerintah
JAKARTA - Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika melakukan kunjungan ke Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada Rabu (13/07) dalam rangka melakukan koordinasi terkait penguatan strategi tata kelola pangan nasional. Dalam kunjungan tersebut, Yeka diterima langsung oleh Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi; Deputi Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, Gusti Ketut Astawa; Deputi Kerawanan Pangan dan Gizi, Nyoto Suwignyo; Deputi Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Andriko Noto Susanto; beserta 13 pejabat Eselon 1 dan 2 yang terdiri atas Direktur, Kepala Biro, dan Kepala Pusat Data dan Informasi.
Pertemuan diawali dengan perkenalan lembaga dari Bapanas dan juga Ombudsman RI. Yeka menyampaikan bahwa Ombudsman RI memiliki wewenang untuk memantau pelayanan publik yang diberikan oleh Badan Pangan Nasional. "Sesuai dengan UU 37/2008, pelaksanaan tata kelola pangan nasional yang dilakukan oleh Badan Pangan Nasional menjadi salah satu jenis pelayanan publik yang dimonitor oleh Ombudsman RI karena termasuk dalam wewenang lembaga." Ujar Yeka.
Pertemuan dilanjutkan dengan melakukan pembahasan terkait tata kelola Cadangan Beras Pemerintah (CBP), terdapat 4 (empat) poin utama catatan tindakan korektif Ombudsman RI. Pertama, mengenai penetapan besaran jumlah CBP. Yeka menyebutkan bahwa selama ini Pemerintah c.q. Kementan belum pernah menerbitkan surat/keputusan tentang penetapan besaran jumlah CBP. "Ketiadaan penetapan besaran jumlah CBP berpotensi terjadi ketidaktepatan perhitungan stok minimal CBP. Penetapan tersebut penting sebagai payung hukum Perum BULOG dalam menjalankan kegiatan pelayanan pengelolaan CBP." Ujar Yeka.
Kedua, mengenai revisi Permentan No. 38/2018 tentang Pengelolaan CBP. Temuan investigasi Ombudsman RI menunjukan bahwa terjadi pemberlarutan persetujuan atas permohonan pelepasan CBP yang diajukan oleh Perum BULOG. "Ketentuan terkait kepastian waktu pelepasan stok CBP perlu dilakukan evaluasi melalui hasil kajian yang komprehensif dengan melibatkan Perum BULOG sebagai pengelola CBP, hal tersebut dalam rangka menjaga mutu beras CBP." Jelas Yeka.
Ketiga, evaluasi Permendag No. 57/2017 tentang Penetapan HET Beras. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak efektifnya implementasi kebijakan HET beras, dengan fakta bahwa pelabelan beras belum diterapkan dan sulitnya penerapan sanksi sebagai tindak lanjut atas hasil evaluasi beras. "Penerapan kebijakan HET memerlukan penerapan kebijakan terkait pelabelan beras terlebih dahulu, maka perlu dilakukan kajian akademis terhadap dapat tidaknya pelabelan tersebut diberlakukan dan efektifitas penerapan pelabelan." Terang Yeka.
Keempat, terkait perencanaan pangan nasional terkait tata kelola CBP. Yeka melihat bahwa saat ini tidak ada rencana pangan nasional yang mengatur secara khusus terkait perencanaan tata kelola CBP. "Rencana pangan Nasional khususnya terkait perencanaan tata kelola CBP diperlukan agar kebijakan mengenai tata kelola CBP menjadi terintegrasi. Pengadaan, pengelolaan, penyaluran dan pembiayaan CBP merupakan suatu kesatuan yang harus diintegrasikan dengan baik." Tambah Yeka.
Menanggapi hal tersebut, Arief menyampaikan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan review dan merancang perubahan regulasi di bidang pangan, antara lain terkait penguatan cadangan pangan. "Penyederhanaan regulasi selaras dengan peran Ombudsman dalam upaya mencegah terjadinya praktik maladministrasi dalam penyelenggaraan pemerintah." Ujar Arief.