Ombudsman RI Dalami Potensi Maladministrasi Tata Kelola Pupuk Bersubsidi
Siaran Pers
Nomor 043/HM.01/IX/2021
Jumat, 24 September 2021
JAKARTA -Lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman RI tengah mendalami adanya potensi maladministrasi pada tata kelola pupuk bersubsidi. Ombudsman menemukan potensi maladministrasi dalam hal pendataan, pengadaan, penyaluran dan pengawasan pupuk bersubsidi.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengungkapkan potensi maladministrasi pada aspek pendataan dimana petani atau kelompok tani tidak terdaftar dalam sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) serta ditemukan adanya indikasi data E-RDKK yang tidak akurat. "Masalah perbaikan data harus menjadi fokus kita. Mestinya sistem yang ada harus semakin baik lagi dalam pendataan dan dapat memudahkan petani," tegasnya dalam Diskusi PublikPotensi Maladministrasi Dalam Tata Kelola Pupuk Subsidi, Jumat (24/9/2021).
Kemudian pada proses pengadaan pupuk subsidi Ombudsman melihat adanya indikasi perbedaan standar minimum bahan baku pokok pupuk bersubsidi dan non subsidi. Hal ini menurut Ombudsman tidak memenuhi aspek keadilan dan pemerataan bagi petani.
Ombudsman juga menyoroti penyaluran pupuk bersubsidi yang berpotensi tidak sesuai dengan prinsip 6 T yakni tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu. Di samping itu, pengawasan pupuk bersubsidi oleh Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KPPP) di tingkat pusat maupun daerah kurang berjalan secara maksimal. Karena masih ditemukan keluhan-keluhan seperti penyaluran pupuk bersubsidi yang tidak tepat sasaran, belum optimalnya penggunaan kartu tani, hingga permasalahan kelangkaan pupuk bersubsidi bagi petani.
Dengan adanya potensi maladministrasi dalam tata kelola pupuk bersubsidi ini, maka Ombudsman memandang perlu dilakukan upaya pencegahan maladministrasi dan perbaikan ke depan. "Saat ini Ombudsman sedang menyusun kajian sistemik terkait tata kelola pupuk bersubsidi yang nantinya akan menghasilkan saran perbaikan yang akan disampaikan ke pihak terkait, termasuk kepada Presiden Republik Indonesia," ujar Yeka.
Dalam penyelenggaraan Diskusi PublikPotensi Maladministrasi Dalam Tata Kelola Pupuk Subsidi ini, Ombudsman RI memperoleh sejumlah masukan dari parastakeholder tentang bagaimana sebenarnya kondisi di lapangan.
Salah satu peserta diskusi dari Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri, Maxdeyul Sola menyampaikan subsidi pupuk meningkat namun tidak berkorelasi dengan kenaikan produksi, hal tersebut melahirkan unsur kemubaziran anggaran. Sehingga dirinya berpendapat perludikaji dari hulu apakah subsidi pupuk masih diperlukan atau tidak. Jika tetap ada subsidi maka diletakkan di hilir, kemudian dilakukan perbaikan sarana dan prasarana, ketersediaan pasar atas hasil petani dan jaminan harga .
Peserta diskusi bernama Ajbar mengatakan adanya persoalan kuota pupuk subsidi yang tidak berbanding dengan kebutuhan. Dari data e-RDKK diperoleh kebutuhan petani akan pupuk bersubsidi sekitar 13 Juta Ton sedangkan alokasi subsidi sejumlah 9 juta ton. Ia menambahkan, data e-RDKK tidak akurat dan pemanfaatan Kartu Tani kurang maksimal sehingga melahirkan permasalahan baru. Misalnya, sistem dan aturan yang berbelit membuat pengecer mengundurkan diri, serta sistem yang ada tidak bisa menyajikan datareal time(waktu sebenarnya). Sehingga terjadi distribusi pupuk subsidi yang tidak merata. (*)
Anggota Ombudsman RI
Yeka Hendra Fatika