• ,
  • - +
Ombudsman RI Cermati Pengawasan Administrasi di RUU Kesehatan
Kabar Ombudsman • Selasa, 20/06/2023 •
 

Jakarta - Ombudsman RI mencermati sejumlah klausul yang terdapat dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang perlu mendapat perbaikan dan diberi penegasan sebagai langkah pengawasan secara administrasi. Demikian disampaikan Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng saat menjadi pematik Diskusi Publik Rancangan Undang-Undang Kesehatan: Penindakan Hukum dan Pengawasan Administrasi, Selasa (20/6/2023).

Sejumlah klausul tersebut adalah pertama, mengenai kelayakan fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan misalnya rumah sakit, poliklinik, dan puskesmas memiliki nilai akreditasi. Ombudsman menghimbau agar dalm proses akreditasi tersebut melibatkan pandangan Ombudsman. Ombudsman RI memiliki catatan berdasarkan observasi, kajian, maupun pengaduan masyarakat yang dapat diberikan perhatian saat memberikan akreditasi.

Kedua, mengenai klausul pemberian ganti rugi pada pasien karena adanya malpraktik atau maladministrasi. Namun, di dalam klausul tersebut belum ada kejelasan mengenai siapa yang akan memberikan keputusan ganti rugi dan membuat perhitungannya. Ombudsman mendorong penyelesaian sengketa yang terkait ganti rugi tersebut memiliki nafas yang sama dengan Undang-Undang 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI dan Undang-Undang 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Ketiga, menurut Ombudsman, sebagaimana diberikan hak pada masyarakat untuk sampaikan pengaduan, hak harus diberikan secara adil pada tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan memiliki hak untuk sampaikan pengaduan ke lembaga-lembaga yang punya otoritas, termasuk di dalamnya bila nakes mengalami maladministrasi di fasilitas kesehatan maupun organisasi profesi.

Robert mengatakan, soal kesehatan adalah soal pelayanan publik yang sangat krusial dan hukum tertinggi dalam pelayanan publik. Menurutnya, fakta di lapangan banyak masalah pelayanan kesehatan misalnya malpraktek, maladministrasi, bahkan masalah dalam kerangka hukum perdata dan pidana.

Lebih lanjut Robert menegaskan menjadi tugas DPR dan pemerintah agar rancangan Undang-Undang ini bisa menghadirkan penyelesaian yang berkeadilan sekaligus efektif sekaligus memberikan jaminan perlindungan hukum bagi semua pihak.

"Ombudsman mendorong kerangka penyelesaian yang beragam, tetapi semangat kita bagaimana kerangka penyelesaian secara administrasi," kata Robert. Katanya pengawasan oleh lembaga-lembaga yang bergerak di ranah administrasi menjadi penting. Penguatan inspektorat, pengawasan diharapkan menjadi perhatian para pembentuk undang-undang agar diakomodir peraturannya dan diperjelas kedudukannya masing-masing.

Menanggapi, Guru Besar Universitas Padjajaran. Prof. Susi Dwi Harijanti mengatakan bahwa pelayanan kesehatan memiliki kekhususan dibandingkan layanan lain. Layanan kesehatan punya karakter khusus, dan sejauh mana karakter tersendiri ini sama atau berbeda dibandingkan pelayanan publik lainnya harus dicermati. Ia mendukung Ombudsman turut mengawan RUU Kesehatan ini agar RUU ini ketika diundangkan menjadi Undang-Undang yang baik.

Sementara itu, Dosen Magister Hukum Kesehatan universitas Hang Tuah Surabaya, Dr. M. Zamroni, menyampaikan bahwa menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Ombudsman diberi kewenangan untuk menyelesaikan ganti rugi, melalui mediasi, konsiliasi maupun ajudikasi. Namun menurutnya, Ombudsman memiliki keterbatasan mengawasi pelayanan kesehatan swasta murni. Ia mengusulkan pembentukan lembaga penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan yang independen. (NI)





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...