• ,
  • - +
Ombudsman RI-BPS Diseminasikan Hasil Survei Pertanian Terintegrasi 2021, Rata-rata Pendapatan Bersih Petani Skala Kecil Rp 5,23 Juta Pertahun
Kabar Ombudsman • Selasa, 07/03/2023 •
 


JAKARTA -Ombudsman RI menyelenggarakan acara diseminasi dan diskusi terkait hasil Survei Pertanian Terintegrasi (Sitasi) tahun 2021 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Selasa (7/3/2023) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan. Salah satu hasilnya, diperoleh data bahwa rata-rata pendapatan bersih petani skala kecil sebesar Rp. 5,23 juta pertahun.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengatakan forum ini merupakan wadah untuk saling mengedukasi baik dari BPS maupun Ombudsman RI selaku pengawas pelayanan publik. "Data hasil Sitasi ini penting sebagai pijakan maupun rujukan Ombudsman dalam menjalankan tugasnya, utamanya pencegahan maladministrasi," ujar Yeka.

Yeka menambahkan, di dalam hasil Sitasi 2021 ini, BPS telah memberikan definisi petani skala kecil baik dari sisi ukuran fisik berupa luasan lahan maupun jumlah ternak yang dipunyai dan ukuran ekonomi berupa pendapatan. Hal ini memberikan kejelasan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan bagi petani skala kecil.

Deputi Bidang Stastistik Produksi BPS, M Habibullah dalam paparannya menyampaikan ambang batas yang dihasilkan Sitasi 2021 untuk pengukuran petani skala kecil adalah luas lahan kurang dari 2 hektar, jumlah ternak yang dipelihara 3 TLU (tropical livestock unit). Sedangkan ukuran ekonomi, pendapatan pertanian maksimal 18,8 juta rupiah per tahun.

"Hasilnya, persentase petani skala kecil di Indonesia tahun 2021 sebanyak 72,19 %. Sebarannya terbesar di Pulau Jawa yakni 58,18 %, di Pulau Sumatera sebanyak 20,29 %, diikuti Pulau Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 7,45 %," terang Habibullah.

Terkait tingkat pendapatan, Habibullah rata-rata petani skala kecil di Indonesia per hari kerja dapat menghasilkan Rp 215.650. Jumlah tersebut merupakan pendapatan kotor, sedangkan untuk pendapatan bersih petani skala kecil sebesar Rp 5,23 juta pertahun.

Sedangkan dalam hal produktivitas lahan, hasil Sitasi 2021 menunjukkan sebesar 89,54% penggunaan lahan pertanian di Indonesia dikategorikan sebagai di bawah standar produktivitas pertanian yang menjamin pertanian berkelanjutan.

Berkenaan dengan konsep hak yang aman atas lahan pertanian meliput dokumen yang sah, hak untuk menjual, hak untuk mewariskan. Habibullah mengatakan ketiga variabel di atas adalah variabel proksi untuk mengukur hak yang aman atas lahan pertanian. Minimal satu dari ketiga kriteria sudah ada, sudah dianggap cukup untuk mendefinisikan seseorang sebagai pemilik atau pengelola dan memiliki hak kepemilikan atas lahan pertanian.

"Secara rata-rata di Indonesia, terdapat ketimpangan yang masih cukup besar dalam kepemilikan lahan yang aman antara laki-laki dan perempuan," ujar Habibullah.

Ia mengungkapkan, di Sumatera Barat, kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kepemilikan hak yang aman atas lahan pertanian relatif sangat kecil. Hal ini karena sebagian besar masyarakat Sumatera Barat menganut sistem matrilineal. Sedangkan di Bali, hanya sedikit perempuan yang memiliki hak yang aman atas lahan pertanian. Kecilnya kepemilikan lahan oleh perempuan di Bali dikarenakan  budaya yang berlaku di Bali bahwa masyarakat Bali menganut sistem patriarki

Habibullah menjelaskan, cakupan survei meliputi subsektor tanaman, peternakan, perikanan, kehutanan, jasa pertanian. Target sampel 298.779 rumah tangga usaha pertanian, 1.219 non rumah tangga pertanian dan 1.177 perusahaan pertanian. Sedangkan cakupan wilayah survey meliputi 34 provinsi dan 513 kabupaten/kota selain kota Jakarta Pusat, DKI dengan melibatkan 13 ribu petugas survei. (awp)





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...