Ombudsman RI: Bappebti Lakukan Maladministrasi dalam Proses Perizinan Bursa Berjangka
Siaran Pers
Nomor 012/HM.01/III/2023
Senin, 20 Maret 2023
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengatakan, berdasarkan serangkaian pemeriksaan dokumen dan pihak terkait, ditemukan tiga bentuk maladministrasi yang dilakukan oleh Bappebti dalam proses perizinan bursa berjangka. Meliputi penundaan berlarut, penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang.
Yeka menjelaskan, Ombudsman dalam proses pembuktian dilakukan dengan permintaan dokumen, keterangan dan investigasi. "Dari alat bukti yang ada, maka ada temuan Ombudsman. Temuan ini kemudian disandingkan dengan regulasi yang ada, hingga menghasilkan pendapat Ombudsman," terang Yeka, dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin (20/3/2023).
Pendapat Ombudsman dibagi menjadi enam pendapat. Pertama, terkait proses pemenuhan persyaratan Izin Usaha Bursa Berjangka oleh PT DFX, Yeka menyebutkan Ombudsman berpendapat bahwa PT DFX telah kooperatif dan proaktif dalam memenuhi semua persyaratan pemenuhan perizinan.
Kedua, Ombudsman berpendapat bahwa PT DFX telah memenuhi semua persyaratan perizinan bursa berjangka berdasarkan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan IUBB. Dalam memenuhi IUBB, PT DFX telah menjalani semua rangkaian pemeriksaan dan telah memenuhi semua persyaratan dokumen sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan perizinan Izin Usaha Bursa Berjangka.
Ketiga, terkait berlarutnya proses pengajuan IUBB ini menimbulkan kerugian. "Berlarutnya proses Izin Usaha Bursa Berjangka yang diajukan PT DFX menjadi bukti lambannya pelayanan birokrasi yang dilaksanakan oleh Bappebti selaku pihak yang memiliki kewajiban dalam penyelenggaran pelayanan publik dalam perizinan bursa berjangka sehingga menimbulkan kerugian secara materiil dan immateriil bagi Pelapor," ucap Yeka
Atas berlarutnya proses IUBB yang diajukan kepada Terlapor, Pelapor telah mengeluarkan biaya sebesar Rp.19 miliar sejak awal pengajuan perizinan pada 21 Desember 2020 hingga 19 Desember 2022.
Keempat, terkait tranparansi dan akuntabilitas dalam proses permohonan IUBB PT DFX, Ombudsman berpendapat Bappebti tidak transparan dan akuntabel dalam melakukan penilaian Fit and Proper Test jajaran direksi PT DFX. Bappebti tidak transaparan dan akuntabel dengan tidak memberikan BAP Pemeriksaan sarana dan prasarana fisik PT DFX secara lengkap.
Kelima, terkait adanya penambahan persyaratan IUBB PT DFX di luar ketentuan peraturan perundang-undangan, Ombudsman berpendapat Bappebti telah melakukan perbuatan penyalahgunaan wewenang dengan memberikan persyaratan tambahan berupa Hak Akses Viewing dan memberikan persyaratan tambahan kepada PT DFX untuk melakukan simulasi perdagangan dengan akunreal dan perdagangan dengan sistem ISO 27001.
Keenam, terkait kebutuhan ekosistem dan urgensi kehadiran bursa kripto, Yeka mengatakan berdasarkan keterangan parastakeholder seperti OJK, Bank Indonesia, Kemenkeu, Bappebti serta praktisi, bahwa kehadiran bursa aset kripto dibutuhkan untuk melindungi masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional.
Untuk itu, Yeka melanjutkan, Ombudsman memberikan sejumlah tindakan korektif kepada Kepala Bappebti dan Menteri Perdagangan. Kepada Kepala Bappebti, Ombudsman meminta agar tidak membuat keputusan yang berlarut-larut dan tidak mempersulit proses permohonan IUBB yang diajukan oleh Pelapor. "Dengan kejelasan status diterima atau ditolak sesuai ketentuan batas waktu sebagaimana ketentuan," ujarnya.
Kedua, Ombudsman memberikan tindakan korektif agar Kepala Bappebti memberikan tanggapan yang patut dan tidak salah kepada Pelapor terkait permohonan informasi status permohonan IUBB sebagaimana ketentuan sesuai Pasal 34 huruf l UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Tindakan korektif ketiga, Yeka menyebutkan bahwa Ombudsman meminta Kepala Bappebti untuk memberikan kepastian terhadap status IUBB yang dimohonkan oleh Pelapor, sesuai pasal 15 huruf h UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Selain kepada Kepala Bappebti, Ombudsman juga memberikan dua tindakan korektif kepada Menteri Perdagangan. "Ombudsman memberikan tindakan korektif kepada Mendag agar melakukan pengawasan terkait kinerja Terlapor dalam tata kelola penyelenggaraan Izin Usaha Bursa Berjangka dan Izin Usaha Bursa Berjangka Aset Kripto, sesuai dengan Pasal 35 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik," ujar Yeka.
Kedua, agar Mendag juga melakukan pembinaan terhadap Terlapor, dalam hal ini Bappebti, sesuai dengan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Terkait tindak lanjut dari tindakan korektif ini, Ombudsman memberikan waktu kepada Bappebti selama 30 hari ke depan untuk melaksanakannya. (*)
Narahubung:
Anggota Ombudsman RI
Yeka Hendra Fatika
(0811-1059-3737)