Ombudsman RI Bahas Implementasi MoU dengan UAD
Jakarta-Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih menerima kunjungan Dekan Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Megawati beserta jajarannya pada Rabu (11/10/2023). Pertemuan ini dilakukan dalam rangka membahas implementasi Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Ombudsman RI dan UAD Yogyakarta yang telah dilakukan pada tahun 2021 lalu.
Dalam pembukaan pertemuan, Mokhammad Najih menyampaikan bahwa perlu ada langkah-langkah yang konkrit salah satunya dalam program pemagangan siswa yang secara konsep pernah disampaikan bahwa Ombudsman RI memiliki soft skill yang bisa dipelajari mahasiswaketi. "Karena Ombudsman RI memiliki bidang hukum pada aspek penyelesaian perkara di luar peradilan atau kita sebut dengan Metode Alternatif Penyelesaian Masalah. Sekitar 50% sampai dengan 80% kita selesaikan laporan dengan metode yang kita miliki, dengan jumlah laporan yang sudah diselesaikan kurang lebih 8.000 laporan masyarakat di tingkat nasional," jelas Najih.
Menambahkan, Najih juga menyampaikan bahwa penyelesaian masalah pelayanan publik, Ombudsman RI melakukan metode Inisiatif Atas Prakarsa Sendiri dan Respon Cepat Ombudsman. "Metode Inisiatif Atas Prakarsa Sendiri dilakukan ketika Ombudsman RI melihat adanya hal yang bertentangan dengan pelayanan publik, maka Ombudsman RI akan melakukan inisiatif tanpa adanya laporan masyarakat sedangkan untuk metode Respon Cepat Ombudsman dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang darurat yang menyangkut hajat banyak orang," terang Najih.
Dalam hal kerja sama dengan akademisi UAD, Najih meminta adanya dukungan untuk pengkajian mengenai konsep maladministrasi. Pada faktanya, maladministrasi suatu tindakan pada bidang hukum yang masuk kedalam norma hukum perdata, namun pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI tersebut mendefinisikan maladministrasi sebagai perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintah yang menimbulkan kerugian materiil dan atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan.
"Perlu ada batasan yang jelas, perlu ada unsur untuk membuktikan bahwa melawan hukum yang dilakukan bukan masuk pada hukum perdata," jelas Najih.
Sedangkan untuk program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Najih memberikan saran untuk menghadirkan Kepala Perwakilan Ombudsman RI dan Asisten Ombudsman RI dalam Kuliah Pakar sehingga Ombudsman RI dan pihak akademisi mendapatkan masukan-masukan dalam bidang hukum.
"Perlu dibuat acuan-acuan dalam melakukan praktik kerja bersama Ombudsman RI, MBKM merupakan suatu agenda yang perlu direspon oleh lembaga termasuk lembaga negara atau kementerian yang menjadi tempat menimba ilmu sebagai mahasiswa untuk menerapkan MBKM, namun yang belum ketemu adalah konsep praktik kerja dan apa yang diperlukan dalam menunjang praktik kerja, ini yang harus disiapkan acuan-acuan agar dalam praktiknya dapat lebih jelas," ungkap Najih.
Menanggapi, Dekan Fakultas Hukum UAD, Megawati menyampaikan bahwa terkait maladministrasi, terdapat banyak pemikiran yang respons berkembang di mahasiswa, seperti bagaimana penyelesaian masalah jika terjadi maladministrasi, sehingga kedepannya akan dilakukan penyusunan kembali untuk kunjungan mahasiswa untuk penerapan ilmu di lembaga negara sehingga tidak hanya kontekstual namun juga secara faktual untuk melengkapi karya tulis mahasiswa.
"Ini suatu hal yang bagus untuk menelaah lebih dalam tentang maladministrasi,
merumuskan terkait mata kuliah yang nantinya akan dituangkan pada silabus, terkait penelitian dapat dilakukan bersama dosen dan mahasiswa dengan menggandeng Ombudsman RI," jelas Megawati (HA/AT)