Ombudsman RI Awasi Potensi Maladministrasi Pembayaran THR
OMBUDSMAN RI menilai ada potensi maladministrasi dalam pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) kepada buruh dan karyawan pada 2021, jika pengawasan ketat tidak dilakukan. Hal itu disampaikan anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/5). Robert menyebut hal itu terkait adanya multitafsir dari Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja tentang pembayaran THR.
"Isi SE multitafsir di lapangan. Di satu sisi ada ketegasan, perusahaan wajib membayarkan THR paling lambat 7 hari sebelum hari raya, hitungannya mulai besok. Kita lihat apakah pihak perusahaan apakah tepat waktu," ujar Robert.
"Ombudsman melihat ada tiga kemungkinan, yaitu perusahaan yang patuh, paling lambat H-7 (sebelum lebaran). Kemungkinan yang kedua adalah kelompok perusahaan yang membayar H-7 hingga H-1 (sebelum lebaran). Kemungkinan yang ketiga perusahaan yang belum tentu bisa membayar setelah lebaran. Kemungkinan ketiga ini yang penting mendapatkan pengawasan dan pencermatan, untuk memastikan perusahaan tidak secara sepihak membuat keputusan", ungkap anggota Ombudsman periode 2021-2026 itu.
Untuk itu Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mendorong Dinas Tenaga Kerja di tingkat provinsi untuk menjalankan fungsi pengawasan terkait pembayaran THR di 34 provinsi.
"Permintaan di SE itu, perusahaan harus melakukan dialog, dan kemudian hasil dialog itu dengan pihak buruh/pekerja, harus berlangsung secara terbuka, egaliter, tidak ada proses tekan-menekan. Saya mendorong Dinas Tenaga Kerja di Provinsi jalankan fungsi pengawasan harus mengetahui, memantau proses dialog yang berlangsung, tidak ada upaya yang tidak diinginkan. Hasil dialog harus dituangkan dalam kesepakatan bersama, dengan skema pembayaran dan batas waktu," papar mantan Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) itu.