Ombudsman RI Awasi Pengelolaan Dana Investasi BPJS Ketenagakerjaan
Siaran Pers
Nomor 031/HM.01/VII/2021
Kamis, 22 Juli 2021
"Keluhan masyarakat ini berhubungan dengan
tata kelola dana BPJS Ketenagakerjaan serta sistem pelayanannya. Diperlukan
solusi yang tepat agar tata kelola pelayanan BPJS Ketenagakerjaan selalu
berpihak kepada peserta atau pengguna layanan," ungkap Mokh. Najih saat
memberikan sambutan dalam Ngobrol Virtual Bareng Ombudsman RI dengan tema
"Apa Kabar Investasi Saham BPJS Ketenagakerjaan," Kamis (22/7/2021) secara
daring di Jakarta.
Dirinya menambahkan, dalam kondisi pandemi
COVID-19 di mana situasi dunia usaha dan investasi sedang mengalami tantangan, maka masyarakat peserta BPJS Ketenagakerjaan
perlu mendapatkan kepastian bahwa program penjaminan sosial tetap berjalan
dengan baik. Utamanya bagi peserta yang terdampak COVID-19 agar diperhatikan
dalam proses pengurusan hak jaminan sosialnya.
Senada, Anggota Ombudsman RI Hery Susanto yang
bertindak sebagai salah satu narasumber menegaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan
berkewajiban menyelenggarakan pelayanan publik sesuai dengan tujuan
pembentukannya. "Dalam Pasal 3 UU BPJS, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota
keluarganya," tegasnya.
Selanjutnya Hery memaparkan, total dana
investasi BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp 487,1 triliun pada 2020. Jumlah itu
meningkat 12,7% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 432 triliun.
Dana tersebut berasal dari setiap jaminan dan BPJS Ketenagakerjaan sendiri.
Dengan rincian, dana investasi dari jaminan hari
tua (JHT) mencapai Rp 340,8 triliun atau meningkat 9% dari tahun sebelumnya
yang sebesar Rp 312,6 triliun. Lalu, dana investasi yang berasal dari jaminan
pensiun (JP) sebesar Rp 79,4 triliun, naik 34% dibandingkan pada 2019 yang
mencapai Rp 58,9 triliun. Dana investasi dari jaminan kecelakaan kerja (JKK)
sebesar Rp 40,6 triliun atau naik 13,9% dari tahun 2019 yang sebesar Rp 35,6
triliun.
Kemudian, dana investasi yang berasal dari
jaminan kematian (JK) sebesar Rp 14,7 triliun atau meningkat 12,3% dibandingkan
pada 2019 yang sebesar Rp 13 triliun. Sedangkan, dana investasi dari BPJS
Ketenagakerjaan turun 1,7% menjadi Rp 11,7 triliun. Hasil dari investasi tersebut
tercatat sebesar Rp 32,3 triliun pada 2020. "Jumlah itu naik 10,6% dari tahun
sebelumnya yang sebesar Rp 29,2 triliun. Perusahaan lantas menargetkan hasil
investasi mencapai Rp 33,4 triliun pada tahun ini," imbuh Hery.
Hery menerangkan, BPJS Ketenagakerjaan mengelola
dana peserta ke instrumen investasi deposito dengan lebih memilih berinvestasi
di Bank Pembangunan Daerah (BPD). Pada semester I tahun 2020, diperoleh
informasi bahwa dari 26 BPD se-Indonesia terdapat tujuh Bank BPD yang tidak mendapatkan alokasi
penempatan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan. Yakni BPD DKI, BPD Kaltim, BPD Papua, BPD Riau Kepri,
BPD Sulteng, BPD Sumsel Babel, dan BPD DIY. "Sebaran dana investasi BPJS
Ketenagakerjaan tidak berkeadilan dan proporsional sebab masih ada 7 bank BPD
yang tidak mendapatkan dana investasi tersebut," tegasnya.
BPJS Ketenagakerjaan harus menerapkan asas BPJS
yakni asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. "Penerapan faktor bunga tinggi saja itu sudah melenceng dari
asas BPJS. Direksi dan Dewas BPJS Ketenagakerjaan harus sadar posisinya
terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara," ucap Hery.
Di akhir paparannya, Hery menyampaikan beberapa harapan Ombudsman
RI di antaranya percepatan penyelesaian laporan masyarakat dengan
mengoptimalkan focal point pada
instansi Terlapor, membangun koordinasi dan kerja sama dengan
Kementerian/Lembaga/Penyelenggara Pelayanan Publik dalam Pencegahan
Maladministrasi dan Penyelesaian Laporan Masyarakat, membangun koordinasi dan
kerja sama dalam rangka pengawasan pelayanan publik di Kementerian/Lembaga
terkait dengan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan komisi-komisi
terkait di DPR RI, serta bersinergi dalam penyusunan regulasi dari pusat sampai
dengan daerah dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik.
Dewan
Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Periode 2016-2021, Poempida Hidayatulloh
menyampaikan bahwa sembilan prinsip BPJS harus menjadi basis yang wajib dijaga
secara konsisten dan presisten. "Apabila penyelenggaraan jaminan sosial keluar
dari sembilan prinsip tersebut, maka hal ini tidak sesuai dengan sila ke-lima
Pancasila," tegasnya. Dirinya juga
mendorong agar Ombudsman RI melakukan pengawasan secara intensif dalam konteks
memperbaiki basis penyelenggaraan jaminan sosial. (*)
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto