Ombudsman RI Apresiasi Tindakan Polda NTB dan Polres Lombok Tengah Terkait Penanganan Kasus Pembunuhan Terhadap Begal
Siaran Pers
Nomor 020/HM.01/IV/2022
Senin, 18 April 2022
Jakarta - Ombudsman RI mengapresiasi tindakan Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Polres Lombok Tengah dalam penanganan kasus pembunuhan terhadap begal. Kasus pembunuhan terhadap 2 (dua) begal yang dilakukan oleh Murtede alias Amaq Sinta di Dusun Matek Maling Lombok Tengah beberapa waktu yang lalu sempat menjadi topik pemberitaan media setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka. Namun akhirnya kasus Amaq Sinta dihentikan periksaannya dan akhirnya dibebaskan oleh pihak Kepolisian berdasarkan hasil gelar perkara khusus.
Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro mengatakan bahwa tindakan membebaskan Amaq Sinta setelah mempertimbangkan masukan dari Kejaksaan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan ahli pidana dalam mengambil keputusan terkait kasus tersebut merupakan bagian dari upaya "Restoratif Justice" yang dilakukan oleh Kepolisian ini patut di apresiasi, Kepolisian dalam penanganan kasus ini tidak hanya mengedepankan aturan formal yang diatur dalam KUHP maupun KUHAP yang sifatnya baku, kaku dan normatif.
Dalam penanganan kasus serupa di kemudian hari diharapkan upaya pelibatan partisipasi masyarakat dan pelibatanstakeholder terkait dalam pengambilan keputusan tindak lanjut penanganan perkara pidana yang terdapat dimensi sosial menjadi atensi publik dan menimbulkan polemik di masyarakat perlu ditingkatkan. "Pihak Kepolisian perlu mengedepankan upaya Restoratif Justice," ujarnya, Senin (18/4/2022) di Jakarta.
Seperti diketahui pada Sabtu (16/4/2022) pihak Kepolisian telah membebaskan Amaq Sinta yang sebelumnya ditetapkan sebagai Tersangka karena telah membunuh 2 (dua) orang Begal, sikap ini diambil oleh Kepolisian berdasarkan gelar perkara khusus, setelah mempertimbangkan masukan dari semua pihak. Dan penghentian perkara ini didasarkan juga pada prosedur yang diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 6/2019 Pasal 30 tentang Penyidikan Tindak Pidana. Disamping itu, penghentian ini juga bisa dilakukan dengan mendasarkan pada Pasal 49 ayat (2) KUHP yang mengatur tentang pembelaan diri luar biasa. (*)
Narahubung:
Anggota Ombudsman RI
Johanes Widijantoro