• ,
  • - +
Ombudsman RI : Penerapan Program Penangkapan Ikan Terukur Sebaiknya Bertahap
Kabar Ombudsman • Rabu, 06/12/2023 •
 

Semarang- Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2008 tentang Pelayanan Publik Pasal 8, penyelenggara berkewajiban menyelenggarakan pelayanan publik sesuai dengan tujuan pembentukan sekurang-kurangnya meliputi pelaksanaan pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengelolaan informasi, pengawasan internal, penyuluhan kepada masyarakat, dan pelayanan konsultasi. Masukan dari Ombudsman RI dapat digunakan untuk menambahkan sarana prasana pendukung penyelenggaraan pelayanan publik khusunya terkait kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT). 

Hal ini disampaikan oleh Anggota Ombudsman RI Hery Susanto saat memberikan sambutan pada kegiatan Focus Group Discuccion (FDG) Penyampaian Kajian "Pengawasan Pelayanan Publik Terhadap Penerapan kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) Berbasis Kuota dan Zona", Rabu (06/12/2023) di Aula Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah. 

Hery juga mengatakan bahwa masih banyak yang perlu dibenahi, masih ada waktu memang sempit sampai awal tahun (2024), kalau memang nggak siap ya kita bukan ingin menunda total, lakukan penahapan secara gradual saja secara bertahap. Dikhawatirkan jika diterapkan menyeluruh, akan banyak nelayan kecil dan tradisional yang menjadi korban. Sebab, aturan nelayan kecil dilarang menangkap ikan di atas 12 mil, selama ini masih dilanggar karena sulit mencari ikan di bawah 12 mil akibat over fishing.

"Kalau ikan kan dinamis bergerak terus ya ikan, kalau tidak ada daya dukung bagi kehidupan ikan itu maka akan bermigrasi dilautan lepas. Nelayan akhirnya jika dibatasi kurang 12 mil tidak bisa cari ikan, mereka akan menerabas bahkan berani masuk ke zona nelayan asing. Sedang kan nelayan asing banyak yang menerabas ke daerah tangkap kita. Intinya negara kita masih berhadapan dengan over fishing," tuturnya.

Ombudsman RI juga menemukan fakta di lapangan jika edukasi dan literasi kepada nelayan atau pelaku usaha masih sangat kurang. Di samping itu, belum semua pelabuhan perikanan menyediakan gerai layanan perikanan tangkap yang berfungsi untuk memfasilitasi nelayan.

Meski banyak ditemui masalah, namun Ombudsman RI menilai tujuan kebijakan ini sangat baik untuk mengatasi masalah over fishing. Kebijakan ini juga dinilai mampu meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Oleh sebab itu, Ombudsman menyarankan agar pemerintah terlebih dahulu melengkapi regulasi dan infrastruktur. 

 

Pada kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Jawa Tengah, Siti Farida menyampaikan bahwa terpilihnya Provinsi Jawa Tengan sebagai daerah untuk FGD di Jawa Tengah, ini dikarenakan Jawa Tengah dianggap penting dalam penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota dan zona. 

 

"Yang paling penting adalah kita berkolaborasi bersama untuk kemudian mengurai serta menindaklanjuti bagaimana kita bersama-sama untuk memajukan kesejahteraan bagi nelayan, hal yang sudah dilakukan sangat baik, ini bisa kita tindaklanjuti dengan bersinergi bersama semua stakeholder terkait," harap Farida.  

Menanggapi yang disampaikan Hery Susanto, Ketua Kelompok Kerja dan Analisis Perijinan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Yahya Hudaya, menyampaikan bahwa kesiapan kebijakan harus berdasarkan pada kondisi di penerima kebijakan, tidak dibuat dari atas ke bawah sehingga dapat mempermudah dan memberikan kesejahteraan bagi nelayan sebagai penerima kebijakan. "Kurangnya anggaran pada pihak kami membuat sosialisasi kurang maksimal. Kami sedang menunggu kebijakan baru dari pemerintah pusat namun masih menunggu hasil kajian terkait kuota," ungkap Yahya.  

Menambahkan, Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah, Paramita Atika Putri mengatakan bahwa Ada persyarakat yang menyulitkan nelayan, untuk menjaga keberlangsung sumber daya ikan karena kedepannya pencari ikan akan sulit, persoalan over fishing adalah mencoba untuk disiati pemerintah pusat sehingga keberlangsungan ikan dapat tetap terjaga sampai kedepannya.

Selanjutnya, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perkanan Jawa Tengah, Kurniawan Priyo Anggoro menyampaikan tanggapan bahwa apa yang disampaikan oleh Ombudsman RI dalam kajiannya sesuai dengan bahan sosialisasi yang sudah disampaikan dinas kepada nelayan di Jawa Tengah. Kelanjutan dari FGD ini akan menjadi masukan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah. 

 "Arahan dari Ombudsman RI akan menjadi masukan dan rekomendasi pihak kami, PIT merupakan program yang bagus dan bisa dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, kedepannya pihak kami akan melibatkan Ombudsman RI Jawa Tengah terkait transisi kebijakan dengan melakukan sosialisasi kepada nelayan agar kedepannya PIT dapat diterima dan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat," kata Kurniawan. 

Terkait hasil dari penerapan kebijakan PIT, Kepala Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Rembang Yunus Mintarso, menyampaikan bahwa dalam pelaksanaan PIT, pelabuhan menjadi garda terdepan sehingga PPP Rembang banyak melakukan kegiatan dengan sedikit melakukan inovasi dibandingkan sebelum adanya PIT. "Salah satu hasil dari Penangkapan Ikan Terukur yaitu pendataan pendapatan produksi ikan tangkap menjadi lebih jelas dan realistis dengan adanya petugas pendataaan serta kinerja pemantauan pelabuhan menjadi lebih baik dengan selalu masuk ke dalam 10 Pemantauan PPP terbaik di Indonesia," ungkap Yunus. 

Dari sisi akademisi, Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponogoro, Abdul Kohar Mudzakir menaggapi bahwa secara umum kajian Ombudsmna RI sudah bersifat komprehensif karena sudah melibatkan berbagai pihak dengan menangkap aspirasi dari pelaku usaha. Pada perinsipnya Indonesia termasuk lambat dalam menerapkan program PIT  terkait dengan manajemen penangkapan ikan modern. Sehingga, pelu dukungan karena manfaat utama yang arahnya keberlanjutan. 

"Penangkapan ikan yang terukur masih diakui sebagai suatu lebijakan terbaik di dunia untuk mencegah permasalahan over fishing, minimnya sosialisasi kebijakan dapat menjadi bahan koreksi pemerintah pusat dan daerah untuk membuat kebijakan. Upaya Ombudsman RI pada kajian ini mampu mengukap berbagai permasalahan di daerah baik PIT maupun permasalahan ikan lainnya," jelas Abdul 

Terkait sarana dan prasarana, Ketua DPD HNSI Jawa Tengah Riswanto, menyampaikan bahwa ditundanya kebijakan PIT memberikan waktu kepada pemerintah untuk dapat menyiapkan semua infrastruktur, sehingga pelaku usaha siap untuk mengimplementasikan PIT. "Terkait dengan infrastruktur harga BBM industri sangat fluktuatif dimana harganya lebih mahal ketimbang dengan harga ikan. Sehingga, perlu adanya BBM dengan harga khusus industri nelayan," harap Riswanto

Hal yang sama juga disampaikan oleh Kepala DPD KNTI Jawa Tengah Slamet Ari Nugroho menyampaikan bahwa nelayan sulit mendapatkan BBM subsidi ini menggambarkan kurangnya kelengkapan pemerintah untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. "Ada hal yang lebih penting untuk lebih berpihak kepada nelayan kecil yang harus dilindungi dan diberikan kemudahan untuk mendapatkan dan mengakses pelayanan publik," pungkas Slamet. 

Menyambung, Kepala DPD KNTI Brebes menyampaikan bahwa dengan adanya kebijakan PIT sangat berdampak karena Pelabuhan yang ada di Berebes tidak mendapatkan penerapan kebijakan PIT sehingga nelayan meresakan kesulitan untuk beroperasi karena harus melapor ke Pelabuhan terdekat namun saat ini baru saja masuk pada wilayah penerapan kebijakan PIT. (HA)

 





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...