• ,
  • - +
Ombudsman: Peningkatan Kualitas Pelayanan BPJPH Perlu Dilakukan Agar Wajib Sertifikasi Halal Tercapai
Siaran Pers • Kamis, 17/10/2024 •
 

Siaran Pers

Nomor 035/HM.01/X/2024

Kamis, 17 Oktober2024

 

JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia telah menyelesaikan kajian sistemik mengenai Tata Kelola Pelayanan Sertifikasi Halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Hasil kajian sistemik ini disampaikan secara langsung oleh Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais kepada Sekretaris BPJPH, Chuzaemi Abidin dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Umar Al Haddad, disaksikan oleh Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan pada Kamis (17/10/2024).

Mokhammad Najih dalam sambutannya mengatakan, kajian sistemik ini dilakukan sebagaimana peran Ombudsman RI dalam pencegahan maladministrasi pada penyelenggaraan pelayanan publik, khususnya dalam pelayanan sertifikasi halal. Akhir masa transisi kewenangan yang semula sertifikasi halal dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) beralih ke pihak pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

"Kajian Ombudsman RI ini berfokus pada penyelenggaraan pelayanan penerbitan sertifikat halal, baik melalui metode self-declare maupun reguler, mekanisme pengawasan pasca terbitnya sertifikat halal, dan implementasi pengelolaan pengaduan pelayanan publik dalam proses sertifikasi halal," ucap Najih.

Najih menambahkan, 17 Oktober 2024 merupakan batas penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan dan jasa penyembelihan berdasarkan PP No. 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal yang dimulai dari tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan tanggal 17 Oktober 2024. Oleh karena itu, Najih menilai bahwa kajian ini penting untuk mengoptimalkan peran para pemangku kepentingan dalam penerbitan sertifikasi halal sesuai dengan peraturan yang ada.

"Ombudsman RI berharap agar hasil temuan dan analisis dalam kajian sistemik ini dapat menjadi pedoman dalam perbaikan tata kelola layanan sertifikasi halal sehingga terjadi peningkatan kualitas layanan dalam sistem jaminan produk halal di Indonesia agar prosesnya dapat berjalan lebih efisien, efektif dan inklusif," pungkas Najih.

Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais mengatakan, kajian ini merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI. "Ombudsman RI telah melakukan tinjauan lapangan dalam rangka perumusan kajian sistemik sejak Februari hingga September di 6 provinsi yakni NTB, Kalimantan Selatan, D.I Yogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan dan Jabodetabek dengan melakukan wawancara, observasi dan telaah regulasi," ucap Indraza.

Hasilnya, Ombudsman RI menemukan beberapa kendala yang dihadapi dalam proses sertifikasi halal yakni pemahaman akan pentingnya produk sertifikat halal yang masih perlu ditingkatkan di kalangan pelaku usaha. "Meskipun sertifikasi halal self declare dianggap mampu memudahkan pelaku usaha mikro dan kecil, namun permasalahan terkait pemahaman akan pentingnya sertifikasi halal, aspek pembiayaan, dokumen administrasi, kejelasan waktu penyelesaian, keterbatasan koneksi internet untuk pendaftaran produk dan persyaratan lain masih dianggap rumit oleh para pelaku usaha," jelas Indraza.

Selanjutnya, adanya keterbatasan jumlah dan persebaran Lembaga Pendamping Halal (LPH) dan Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H) yang tidak merata di seluruh daerah menjadi kendala tersendiri dalam pemenuhan target sertifikasi halal. Permasalahan error pada aplikasi SiHalal masih kerap terjadi sehingga menghambat proses penerbitan sertifikasi halal, serta keterbatasan Rumah Potong Hewan (RPH) dan Rumah Potong Unggas (RPU) yang tersertifikasi halal. Hal ini berdampak pada terbatasnya jumlah peredaran daging potong yang telah bersertifkat halal yang nantinya akan menjadi bahan baku pembuatan produk oleh UMK dan Menengah Besar.

"Di internal BPJPH sendiri, terbatasnya jumlah dan kompetensi SDM serta anggaran mempengaruhi performa pelayanan publiknya. Mekanisme pengawasan atas suatu produk halal yang telah beredar belum berjalan dengan optimal," tambah Indraza.

Terakhir, Ombudsman menemukan belum optimalnya pengelolaan pengaduan pelayanan publik di BPJPH. Padahal menurut Indraza, pengelolaan pengaduan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari pelayanan publik. Dengan adanya pengaduan yang dikelola, maka penyelenggara pelayanan dapat mengetahui harapan masyarakat atas pelayanannya sehingga dapat menjadikan masukan untuk perbaikan kebijakan guna peningkatan kualitas pelayanan publik.

"Sebagai hasil dari kajian ini, Ombudsman RI memberikan saran perbaikan kepada BPJPH, serta untuk meningkatkan koordinasi dengan kementerian terkait dan efektivitas dalam proses sertifikasi halal, terutama saat penerapan kewajiban sertifikasi halal penuh pada 17 Oktober 2024," ujar Indraza.

Adapun saran perbaikan yang disampaikan meliputi optimalisasi regulasi dan kebijakan dengan pelibatan dan koordinasi secara intensif dengan pemangku kepentingan, peningkatan kapasitas kelembagaan BPJPH, optimalisasi aplikasi SiHalal, meningkatkan kesadaran dan pemahaman atas proses sertifikasi halal, optimalisasi pengelolaan pengaduan pelayanan publik serta optimalisasi peran pengawasan internal di BPJPH.

"Kajian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk terus memperbaiki kualitas pelayanan publik terkait sertifikasi halal, sehingga Indonesia dapat memaksimalkan potensinya sebagai negara produsen produk halal terbesar di dunia," tutup Indraza. (*)    

 

Narahubung:

Anggota Ombudsman RI

Indraza Marzuki Rais

 





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...