Ombudsman: Pengetahuan Masyarakat Terhadap Maladministrasi Masih Rendah
JAKARTA- Pengetahuan masyarakat terhadap pengertian maladministrasi masih rendah. Hal ini diketahui pada hasil survey Ombudsman tentang Indeks Persepsi Maladministrasi (Inperma) 2018, hanya 22 persen dari 2.818 responden yang mengetahui apa itu maladministrasi.
Meskipun pengetahuan masyarakat tentang maladministrasi tergolong rendah, menurut Anggota Ombudsman Adrianus Meliala tingkat kesediaan melapor apabila terjadi permasalahan pelayanan cukup tinggi, yakni 79,4 persen. "Fakta ini merupakan hal yang positif. Karena masyarakat sudah memiliki kesadaran yang cukup tinggi untuk melapor," jelasnya pada kegiatan Ngopi Bareng Ombudsman, Kamis (21/2) di Gedung Ombudsman.
Ombudsman RI melaksanakan survei Inperma untuk mendapatkan data primer dari masyarakat pengguna layanan dengan cara memetakan tingkat maladministrasi pada layanan publik dasar. Survei dilakukan kepada 2.818 responden yang tersebar di 10 kota dan 10 kabupaten pada 10 provinsi. Provinsi yang disurvei merupakan 10 provinsi dengan nilai tertinggi dalam survei Kepatuhan terhadap Standar Layanan Publik Tahun 2017. Yakni Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jambi, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.
Kota yang disurvei adalah Medan, Tanjungpinang, Jambi, Jakarta Pusat, Bandung, Serang, Kupang, Balikpapan, Makassar, Kendari. Sedangkan kabupaten yang disurvei adalah Deli Serdang, Lingga, Merangin, Kepulauan Seribu, Garut, Lebak, Timor Tengah Selatan, Kutai Kertanegara, Bone dan Konawe.
Adrianus menjelaskan, berdasarkan hasil survei, 10 provinsi tersebut masuk dalam kategori maladministrasi rendah, dengan rentang nilai antara 4,38 sampai 6,25. Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi dengan indeks maladministrasi terendah, yakni 4,47. Diikuti oleh Provinsi Jawa Barat dengan indeks maladministrasi 4,98 dan DKI Jakarta mencatat 5,11.
Survei Inperma merupakan tahap lanjutan dari survei Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan Publik yang sudah berlangsung sejak 2015. "Penelitian ini bertujuan mendapatkan data primer dari pengguna layanan dengan cara memetakan tingkat maladministrasi pada layanan publik dasar seperti kesehatan, pendidikan, perizinan dan administrasi kependudukan," jelasnya.
Adrianus menambahkan dimensi survei Inperma adalah penyimpangan standar pelayanan dan penyimpangan perilaku. Sedangkan yang menjadi indikator survei adalah penundaan berlarut, permintaan imbalan, penyimpangan prosedur, tidak kompeten, tidak patut dan diskriminasi pelayanan.
Hasil survei juga menunjukkan sebanyak 70,3 persen responden masih nyaman untuk mengurus secara langsung dibandingkan dengan mekanisme online atau memakai jasa perantara. Selain itu terkait kenyamanan dalam mengakses informasi tentang standar layanan, sebanyak 51,6 responden memilih untuk bertanya langsung kepada petugas.
Hasil Survei Inperma 2017, dari beberapa lokus yang menjadi target survei, indeks tertinggi maladministrasi adalah Provinsi Riau, sebaliknya Bali masuk indeks terendah maladministrasi. Selain itu sebanyak 66,70 persen responden merasa kurang nyaman berinteraksi dalam mengurus pelayanan publik secara online dan lebih memilih mengurus pelayanan publik secara langsung. (humas)