Ombudsman: Pemerintah Tak Punya Standar Kualitas Pelayanan Publik Daerah Tertinggal
KBR, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyoroti
kualitas pelayanan publik di daerah tertinggal dan kelompok marjinal
yang dianggap belum memiliki standar minimal.
Komisioner Ombudsman RI Ahmad Suaedy mengatakan Ombudsman saat ini terus
mendorong dibuatnya standar minimal pelayanan publik untuk dua objek
tersebut.
Ia menyebut standar pelayanan publik belum maksimal seperti untuk
pengurusan kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK), pendidikan,
maupun kesehatan.
"Kami melihat bahwa belum ada satu standar minimal bagi pemerintah
tentang adanya pelayanan publik di daerah dan kelompok marjinal. Ini
standar minimal yang kami maksud adalah apa seharusnya yang diberikan
oleh pemerintah atau yang didapat oleh mereka terhadap pelayanan publik
khususnya pelayan publik dasar seperti KTP, KK, pendidikan, kesehatan
dan itu secara khusus ya. Kami melihat pemerintah belum punya standar.
Di sini ada standar pelayanan publik, tapi sifatnya sektoral," kata
Ahmad Suaedy seusai Peluncuran Buku "Potret Pelayanan Publik Di Daerah
dan Kelompok Marjinal" di Kawasan Casablanca, Jakarta Pusat, Kamis
(12/12/2019).
Ahmad Suaedy mengatakan peluncuran buku laporan tentang potret pelayanan
publik di daerah dan kelompok marjinal, merupakan fakta yang tidak
dapat dipungkiri. Selama ini pelayanan prima hanya diberikan terhadap
kelompok yang sangat esklusif.
Di daerah tertinggal dan sangat tertinggal, kata Suaedy, pelayanan
belum memadai, apalagi selama ini kelompok-kelompok terpinggirkan dan
minoritas agama juga kerap mendapatkan pelayanan yang tidak maksimal.
"Kalau selama ini itu seolah-olah hanya diberikan kepada kelompok yang
sangat eksklusif, tapi disini kita memasukkan daerah yang oleh
pemerintah sendiri disebut sebagai tertinggal dan sangat tertinggal.
Oleh karena itu, kami melihat juga 3T, terluar, terpinggir terisolasi
dan seterusnya. Jadi kami ingin melihat bagaimana pelayanan publik di
daerah-daerah tertinggal sangat tertinggal. Juga terhadap
kelompok-kelompok yang selama ini dianggap kelompok terpinggirkan,
seperti minoritas agama dan seterusnya," ujar Suaedy.
Suaedy juga menyoroti pembangunan desa tertinggal yang memanfaatkan dana
desa. Ombudsman menemukan ada kesenjangan antara desa tertinggal dengan
desa yang sudah berkembang.
"Kami juga melihat adanya kesenjangan di dana desa antara desa yang
tertinggal dan desa yang maju. Sekalipun itu dananya sama. Padahal
penggunaan prioritasnya berbeda. Kalau desa yang sudah berkembang,
mereka menggunakan dana itu untuk pengembangan, sementara daerah yang
sangat tertinggal itu menggunakan dana itu untuk fasilitas dasar,"
tambah Suaedy.