Ombudsman: Peluang Rehabilitasi Pengguna Narkotika Dipersulit
Jakarta: Ombudsman RI menyoroti persyaratan rehabilitasi yang dikeluarkan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2018. Syarat tersebut memperkecil kemungkinan pengguna narkotika untuk direhabilitasi.
Terdapat dua sistem untuk mendapatkan rehabilitasi. Pertama, secara sukarela atau voluntary. Ada dua hal yang diperhatikan dalam Surat Edaran Nomor SE/01/II/Bareskrim pada 15 Februari 2018 tersebut.
Pertama, rehabilitasi bisa dilakukan jika pemakai narkotika tidak tangkap tangan atau secara sukarela. Kedua, jika kedapatan saat tangkap tangan, pemakai atau korban penyalahgunaan narkotika tidak membawa narkoba atau dalam jumlah tertentu.
Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu menyadari bahwa aturan tersebut dijadikan sebagai mekanisme dan Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai alat hukum. Namun ia meragukan apakah itu sejalan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba.
"Ada kecenderungan untuk memidanakan daripada rehabilitasi," ujar Ninik di kantor Ombudsman RI, Rabu, 17 Juli 2019.
Ombudsman juga melakukan rapid esesman (RA) pada sistem kedua, yaitu dengan putusan hakim atau compulsory. Pada dasarnya, dari tahap awal penyelidikan hingga persidangan, pemakai atau korban penyalahgunaan narkotika bisa mengajukan rehabilitasi.
"Ada potensi malaadministrasi dalam memutuskan apakah seseorang perlu direhabilitasi atau tidak," asumsi Ninik.
Oleh karena itu, Ombudsman akan terus memantau dan memberi saran pada lembaga terkait rehabilitasi seperti BNN, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Sosial.