• ,
  • - +
Ombudsman: Negara Harus Tanggung Defisit Keuangan BPJS Kesehatan
Kliping Berita • Sabtu, 07/09/2019 •
 
Aktivitas pelayanan di kantor BPJS kesehatan Jakarta Pusat. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Ombudsman Dadan Suparjo Suharmawijaya menilai defisit yang mendera tubuh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atauBPJS Kesehatan tidak bisa diselesaikan dengan kenaikan tarif iuran yang dapat membebani peserta. Ia mengatakan negara lah yang mesti menanggung defisit tersebut.

"Bagi kami itu tidak bisa. Bagaimana pun negara harus tanggung defisit yang terjadi," ujar Dadan melalui sambungan telepon kepada Tempo, Kamis, 5 September 2019.

Menurut dia, kenaikan tarif itu boleh saja dilakukan bila sejumlah syarat sudah dipenuhi. Pasalnya, ia melihat masih banyak perbaikan dan pekerjaan rumah yang perlu dilakukan lembaga jaminan sosial kesehatan itu untuk melegitimasi kenaikan iuran bagi peserta.

Di samping itu, Dadan melihat BPJS Kesehatan adalah bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional alias SJSN. Sistem itu, kata dia, adalah komitmen negara, dengan sejumlah keinginan besar dan lainnya. Karena itu, apabila di dalam sistem itu terjadi defisit atau kendala lain, negara harus menanggung.

"Kenapa demikian, karena saat SJSN dibuat itu ada mimpi besar jaminan sosial yang dibangun negara, ingin optimal melindungi warganya. Karena itu BPJS Kesehatan disetting dengan manfaat optimal," tutur Dadan. Bentuk manfaat yang optimal itu, misalnya semua jenis penyakit dan tindakan ditanggung BPJS Kesehatan. Meski manfaat itu belum mengukur kemampuan keuangan lembaga tersebut.

Memang, Dadan memahami pada mulanya direncanakan dengan jumlah masyarakat Indonesia dan iuran yang ditetapkan, besar beban itu bisa ditutupi. "Itu kan bayangannya," kata dia. Ternyata seiring perjalanan, akumulasi uang yang masuk dari iuran tidak seperti rencana. Alih-alih, beban layanan sudah optimal.

"Jadi tidak pernah ada akumulasi kapital yang dikumpulkan BPJS Kesehatan dari peserta itu, tidak pernah ada. Karena peserta masuk langsung jadi beban, sementara akumulasi dana tidak seimbang, sehingga terjadi defisit dan terus naik," ujar Dadan.

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo memastikan premi iuran untuk peserta mandiri Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan atau BPJS Kesehatan kelas I dan II bakal naik mulai 1 Januari 2020. Ia mengatakan kebijakan tersebut akan diatur dalam peraturan presiden atau perpres.

"Kami akan sosialisasikan dulu kepada masyarakat," ujarnya saat ditemui seusai menggelar rapat dengan Komisi IX dan XI DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 September 2019. 

Mardiasmo menjelaskan, besaran kenaikan iuranBPJS Kesehatan kelas I dan II sesuai dengan yang diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sebelumnya, Sri Mulyani meminta iuran kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu. Sedangkan iuran kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...