Ombudsman: Layanan Publik di Nduga 8 Bulan Tak Berfungsi Baik
Jakarta, CNN Indonesia -- Ombudsman RI menemukan sejumlah pelayanan publik yang tidak berfungsi di Kabupaten Nduga, Papua, setelah peristiwa penembakan terhadap karyawan PT Istaka Karya yang terjadi pada akhir tahun lalu.
Pelayanan publik yang ditemukan bermasalah seperti perumahan, jaringan listrik, pendidikan dan kesehatan. Anggota Ombudsman Ahmad Suaedy mengungkapkan hal tersebut disebabkan oleh pengungsi termasuk tenaga kesehatan dan guru, belum kembali ke rumahnya sejak delapan bulan 'melarikan diri'.
"Ombudsman menyayangkan kondisi pelayanan publik dasar di Kabupaten Nduga sejak peristiwa Desember 2018 hingga saat ini (terhitung) 8 bulan) pelayanan publik tidak terselenggara dengan baik, karena penyelenggara layanan mengungsi ke Wamena, Jayapura sejak Oktober 2018," kata Suaedy dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (29/8).
"Pada umumnya pengungsi tinggal bersama (serumah) dengan warga asal Kabupaten Nduga yang berada di Wamena. Ada ratusan anak usia sekolah TK hingga SMA yang ikut mengungsi," kata dia.
Suaedy yang juga tergabung ke dalam Tim Investigasi Ombudsman saat kunjungan ke Wamena mengeluhkan tidak tersedia data valid pengungsi dari pihak Pemerintah, baik daerah maupun pusat. Berdasarkan informasi dari Tim Kemanusiaan Nduga, terdapat 45 ribu pengungsi yang tersebar di kabupaten sekitar Nduga. Sebanyak lima ribu di antaranya mengungsi ke Wamena.
Suaedy menambahkan ada delapan distrik saat ini sama sekali tidak ada penduduknya. Seperti Distrik Yigi, Nirkuri, Inikgal, Kagayem, Mapenduma, Yal, Mam, dan Mugi.
Ombudsman, kata dia, memandang bahwa kunci penyelesaian permasalahan di Nduga adalah pemenuhan pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, listrik, perumahan yang laik dan layanan trauma healing.
Atas dasar itu, tutur Suaedy, pihaknya mendesak Pemerintah daerah maupun pusat untuk segera merehabilitasi fasilitas pelayanan publik dan tempat tinggal pengungsi sebelum meminta pengungsi kembali.
Selain itu juga pemberian jaminan rasa aman dan nyaman bagi para pengungsi.
"Pemkab Nduga, Pemprov Papua, dan Pemerintah Pusat harus merencanakan dan mempunyai target berupa tahapan-tahapan untuk mengembalikan pengungsi ke Kabupaten Nduga sebagai wilayah pemerintahan sipil," tukas dia.
Pemberian Bantuan Sulit
Merespons temuan Ombudsman, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengklaim telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Nduga dan Pemerintah Provinsi Papua terkait data pengungsi.
Menurut Kepala Subdirektorat Fashitasi Hubungan Antarlembaga Pemerintah Anug Kurniawan, pemerintah daerah belum menyampaikan data keseluruhan pengungsi. Dia melanjutkan, pihaknya akan memanfaatkan forum daerah yang ada untuk melengkapi data.
"Kami akan memanfaatkan forum yang ada di pemerintah daerah, baik itu dari tim terpadu penanganan konflik sosial, forum kerukunan umat beragama, dan sebagainya. Kami akan coba berkomunikasi dan berkoordinasi," kata Anug.
Sementara itu, Kementerian Sosial (Kemensos) mengaku kesulitan untuk memberikan bantuan sosial jika belum ada data pasti perihal jumlah pengungsi akibat konflik di Nduga.
M Syafii Nasution, Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos menuturkan bahwa konflik yang terjadi di Nduga merupakan sesuatu yang 'unik'. Sebab, menurut dia, para pengungsi tidak melarikan diri ke satu lokasi yang sama sebagai tempat tinggal sementara.
"Kasus di Nduga agak unik, jadi mengungsi mereka ke Wamena tidak terdeteksi. Dan mereka masuk kepada keluarga atau suku-suku mereka. Jadi, tidak di suatu lokasi pengungsian seperti laiknya konflik sosial," papar Syafii.
Namun, lanjutnya, Kemensos akan memberikan bantuan pemenuhan pelayanan dasar terhadap pengungsi yang pernah diberikan bantuan sebelumnya.
"Tapi dengan bantuan Kemensos yang Rp3,6 miliar untuk pemenuhan kebutuhan dasar, lauk-pauk, dan sebagainya, kami mengasumsikan orang yang membutuhkan kebutuhan dasar akan kami berikan pelayanan dasar," kata Syafii.