Ombudsman Dorong Pemda Buat Perda Terkait Pengelolaan Limbah Medis
Merdeka.com -Â Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie mengungkapkan bahwa sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia belum memahami proses pengelolaan limbah medis, khususnya limbah medis/alat kesehatan (alkes) Covid-19. Dia pun mendorong pemerintah daerah untuk membuat peraturan daerah terkait pengolahan limbah medis. Jika tidak segera dibuat perda tersebut, dia khawatir jumlahnya akan terus meningkat.
Berdasarkan temuan Ombudsman, limbah medis yang tidak terolah sepanjang tahun 2020 ini diperkirakan mencapai 138 ton per hari. Jumlah ini meningkat hampir dua kali lipat bilang dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 70 ton per hari.
"Belum ada Perda terkait pengelolaan limbah medis karena pemahaman Pemda terhadap pengelolaan limbah medis masih kurang. Jadinya banyak dibuang di TPS (Tempat Pembuangan Sampah) yang tidak sesuai standar untuk limbah medis, bahkan TPS-nya tidak berizin," kata Alvin saat konferensi pers Pengelolaan dan Pengawasan Limbah Medis yang disiarkan secara live di youtube Ombudsman RI, Kamis (4/2).
Alvin mengungkapkan beberapa temuan terkait pengolahan limbah medis yang dilakukan oleh penghasil limbah tersebut. Dia mengatakan bahwa para penghasil limbah melakukan insinerasi limbah yang tidak berizin.
Sehingga bukan hanya tempat pembuangan sampahnya saja yang tidak berizin. Sebagai informasi, insinerasi merupakan proses pembakaran yang terorganisir untuk mengurangi limbah padat sehingga berbentuk abu dan dilakukan netralisasi dan solidifikasi abu hasil bakaran dan dikuburkan di dalam tanah
"Jadi praktik pengumpulan oleh pengangkut dan penghasil, tetapi tidak memiliki izin pengumpulan/ depo. Insineratornya tidak berizin," ujarnya.
Insinerator sendiri merupakan alat untuk melakukan proses insinerasi. Insenerator dapat mereduksi massa limbah sebesar 70 persen dan mereduksi volume sampai 90 persen. Bukan hanya itu, Alvin juga mengatakan bahwa Ombudsman masih menemukan banyak para produsen alkes maupun fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di daerah-daerah yang tidak melakukan upaya pengurangan timbulan limbah medis.
"Belum ada upaya konkret dari produsen alkes/ fasyankes. Beberapa penghasil limbah, khususnya puskesmas tidak pernah mencatat timbulan limbah medis yang dihasilkan. Sehingga tidak diketahui apakah neraca limbahnya mengalami penurunan atau sebaliknya," kata Alvin.
Masalah paling banyak dalam proses pengolahan limbah medis ini, kata dia, yakni saat proses pengangkutan. Mulai dari pengangkutan yang tidak menggunakan alat khusus yang sesuai standar hingga petugas pengangkut yang tidak dilengkapi Alat Pelindung Diri (APD).
"Ini kan potensi hazard tapi pengangkutannya tidak terjadwal, tidak pakai jalur khusus dan tidak ada simbol-simbol potensi hazardnya. Kemudian alat angkutnya masa pakai ojek online, ambulans, lalu petugasnya tidak pakai APD," kata dia.
"Penggunaan manifes juga tidak seragam dan tidak disiplin, tidak semua dapat tercatat. lembar manual tidak dilaporkan sesuai nota kerja sama. Hanya antara pengangkut dan penghasil saja," kata dia.
Alvin bahkan secara terang-terangan mengungkapkan bahwa Pemda di Ambon telah melakukan pengangkutan limbah medis tanpa izin serta penguburan limbah medis yang tidak sesuai standar
"Pemda di Ambon itu melakukan pengangkutan tanpa izin. Ada daerah yang tidak ada pengangkutan sama sekali, sehingga limbah hanya sampai di tahap penyimpanan," kata Alvin.
"Lalu penguburan limbah medis oleh Pemkot Ambon melampaui wewenang tanpa izin tidak sesuai standar," ujarnya.
Temuan lainnya yang dipaparkan Ombudsman yakni pemerintah daerah tidak memiliki data timbulan limbah medis yang jelas, baik yang dihasilkan, yang diangkut, hingga yang sudah diolah.
Alvin pun menilai, permasalahan-permasalahan yang ada tersebut disebabkan karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait pengelolaan limbah medis.
"Ini karena kurangnya sosialisasi terkait pengelolaan limbah medis, di Sumatera Utara misalnya. Sebelum tahun 2020, seluruh limbah medis yang dihasilkan itu dibuang ke tempat pembuangan sampah domestik," kata Alvin.