Ombudsman Desak Kementerian Keuangan Tutup Celah Regulasi Cukai Rokok
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia (RI) meminta Kementerian Keuangan menutup celah regulasi cukai rokok yang berpotensi menimbulkan praktik penyasatan oleh pabrikan rokok besar asing yang mengakibatkan potensi hilangnya penerimaan negara.
Anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan, aturan yang menimbulkan celah kecurangan perlu segera ditutup, jika memberi dampak pada penerimaan negara.
Sejumlah pihak seperti asosiasi, pengamat dan pegiat anti korupsi mengingatkan tentang adanya celah kebijakan cukai yang dimanfaatkan oleh pabrikan rokok besar asing ini dengan memanfaatkan tarif cukai yang rendah.
Siasat yang dimaksud adalah dengan membatasi volume produksi rokok jenis tertentu agar tetap di masuk golongan I, yakni maksimal sebanyak 3 miliar batang per tahun.
Dengan cara itu, pabrikan rokok tersebut bisa terhindar dari kewajiban membayar cukai tertinggi.
Celah ini memberikan ruang bagi perusahan besar asing untuk membayar cukai rokok mesin golongan 2 atau golongan tarif cukai murah, sementara mereka memiliki omset triliunan rupiah dan penjualan miliaran batang rokok per tahun.
Pemerintah didorong agar menggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi 3 miliar batang per tahun seperti dicantumkan di PMK 146/2017.
Ahmad menyatakan, pihaknya akan mempertimbangkan berbagai temuan di lapangan sesuai dengan kebijakan Ombudsman dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan peraturan hukum di Indonesia.
"Kalau Kementerian Keuangan lambat atau dianggap tidak proper, ya masyarakat boleh melapor ke ombudsman. Ombudsman cukup concern dan akan melakukan pencermatan dan menindaklanjuti hal ini ke depan," ujar Ahmad.