Ombudsman Bakal Investigasi Percepatan Larangan Ekspor Nikel
Jakarta: Ombudsman Republik Indonesia (RI) berencana untuk menginvestigasi kebijakan percepatan larangan ekspor bijih nikel yang dilakukan pemerintah. Kebijakan yang tidak konsisten tersebut dinilai menciptakan ketidakpastian bagi pengusaha nikel.
Anggota Ombudsman Laode Ida telah bertemu dengan jajaran dari Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Kementerian Perdagangan. Rencananya pekan depan Laode akan mengajukan usulan untuk menginvestigasi kebijakan tersebut.
"Insyaallah minggu depan kami ajukan ini ke pimpinan untuk dijadikan satu alasan kajian khusus cepat. Kami akan lanjutkan melalui investigas khusus soal dampak kebijakan ini," kata, Laode di Kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Jumat, 15 November 2019.
Investigasi akan dilakukan pada empat kementerian dan lembaga (k/l) terkait di antaranya Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Investigasi meliputi perencanaan kebijakan percepatan hingga kewenangan k/l terkait kebijakan tersebut.
Menurut Laode dalam keputusan kebijakan percepatan larangan ekspor bijih nikel yang terbaru, sangat tidak tepat diambil alih oleh BKPM yang wewenangnya mengurusi investasi, bukan perdagangan. Laode menilai gonta-ganti kebijakan ini merugikan pengusaha nikel
Laode mengatakan investigasi tersebut diharapkan bisa dituntaskan pada pertengahan Desember. Investigas tersebut dimaksudkan untuk melihat apakah kebijakan yang diambil telah sesuai kaidah yang ada. Nantinya hasil investigasi akan diserahkan ke Presiden.
"Tapi saya kira tindakan kolektif dulu yang akan kami sampaikan pada kementerian yang mengeluarkan kebijakan dan yang terkait, yang begitu aktif mengadvokasi kebijakan ini," jelas dia.
Lebih lanjut, dirinya mengatakan, nantinya investigasi tersebut bisa menganulir kebijakan yang berlaku. "Bisa sampai ke sana karena kita berharap pemerintah selalu berdasar asas kepastian hukum," tukas dia.
Sebelumnya, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengumumkan percepatan larangan ekspor bijih nikel akan mulai berlaku sejak Selasa, 29 Oktober 2019. Percepatan tersebut, kata Bahlil, merupakan kesepakatan yang terbentuk dari pertemuan antara dirinya bersama pengusaha nikel Indonesia.
Adapun revisi teranyar Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 tahun 2019 mengamanatkan batas waktu terakhir untuk ekspor bijih nikel yakni akhir Desember 2019. Artinya pada awal Januari 2020 para pengusaha dilarang untuk mengekspor.
Aturan ini merupakan perubahan dari aturan sebelumnya yang mengamanatkan larangan ekspor baru akan berlaku pada awal Januari 2022. "Hari ini secara formal kesepakatan bersama antara asosiasi dan pemerintah terkait ekspor ore yang harusnya selesai di 2020, enggak lagi lakukan ekspor," tuturnya.
"Ini hari terakhir, jadi nanti mereka (para pengusaha) pulang minta kapal (pengangkut ekspor) mereka enggak usah berangkat," kata Bahlil di kantor BKPM, Jakarta Selatan, Senin, 28 Oktober 2019.
Bahlil mengatakan kesepakatan tersebut dibuat tanpa harus mengubah kembali aturan yang berlaku saat ini. Dia bilang tujuannya tidak lain yakni untuk membuat Indonesia menjadi negara yang lebih berdaulat guna mengelola hasil-hasil buminya demi mendapatkan nilai tambah.
"Kita enggak mengubah aturan. Ini atas dasar kesadaran sesama anak bangsa. Kalau kita ekspor ore negara rugi terus. Kemudian dengan dilarang ada nilai tambah," pungkas dia.