Ombudsman : Pelayanan Masih Buruk, Pekerja Migran Kerap Jadi Korban Trafficking
JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia menilai sampai saat ini belum ada progres yang merata terkait perbaikan pelayanan publik terhadap pekerja migran.
Juga masih lemahnya penegakan hukum untuk mengatasi persoalan dan penyimpangan yang terjadi, khususnya dalam proses prapenempatan, selama dan setelah penempatan.
"Akibat pelayanan publik berindikasi maladministrasi tersebut, mengakibatkan terjadinya kejahatan tindak pidana perdagangan orang," ujar Ninik Rahayu, anggota ORI, kepada wartawan, Rabu (25/9/2019).
Mirisnya, kejadian ini justru setelah diundangkannya UU PPMI tahun 2017.
"Keseriusan untuk melindungi masyarakat dari korban tindak pidana perdagangan orang sudah seharusnya menjadi agenda prioritas pemerintah, termasuk tindak lanjut PP dan Perpres setelah dikeluarkannya UU PPMI," kata Ninik.
Ia mencontohkan 27 korban perempuan calon tenaga kerja (TKW) ke Malaysia secara ilegal dari Tanjung Balai Karimun berhasil diselamatkan Polda Riau setelah dilaporkan Ombudsman pada awal September lalu.
"Di sini kepolisian juga seharusnya pro-aktif karena memiliki anggota hingga tingkat kelurahan (Bhabinkamtibmas), jangan hanya menunggu laporan," saran Ninik.
Terungkapnya kasus Human Trafficking itu, katanya, setelah petugas ORI menerima laporan seseorang di Jakarta setelah menerima pengaduan anggota keluarganya An alias Ani yang mengalami eksploitasi seksual, ekonomi, hingga dibatasi kebebasannya.
Korban yang lolos dari penyekapan dan dalam persembunyian berkomunikasi lewat whatsapp dari Tanjung Balai Karimun.
Singkatnya, pengaduan itu ditindaklanjuti komisioner ombudsman dengan melapor ke Polda Riau. Aparat pun bergerak cepat sehingga berhasil mengamankan 27 wanita yang nasibnya serupa Ani .
"Kami diperlakukan seperti sandera, padahal awalnya saya dijanjikan kerja ke Malaysia dengan gaji lumayan. Tetapi kami justru dieksploitasi untuk memperkaya perekrut," ujar Ani seperti diceritakan kembali oleh Ninik. (rinaldi/tri)