Kritik untuk Omnibus Law: Bersifat Rahasia, Diragukan Penyusun dan Potensi Jadi Aturan Gelap
KOMPAS.com - Wacana omnibus law atau peneyederhanaan regulasi pertama kali diungkap Presiden Joko Widodo saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Periode 2019-2024 di Sidang Paripurna MPR RI di Jakarta, Minggu (20/10/2019).
Jokowi pun berharap DPR RI bisa merampungkan pembahasan RUU Omnibus Law tentang Perpajakan dan Cipta Lapangan Kerja dalam waktu 100 hari kerja sejak draf aturan itu diserahkan oleh pemerintah.
Dalam perkembangannya, masyarakat sipil dan sejumlah lembaga mengkritik keras proses penyusunan omnibus law cipta lapangan kerja dan perpajakan yang disebut tertutup.
Kritik di antaranya disampaikan oleh Ombudsman Republik Indonesia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Berikut ini sejumlah catatan kedua lembaga tentang temuan selama proses penyusunan draf omnibus law tersebut:
Ombudsman ditolak ketika minta informasi
Anggota Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih menceritakan penolakan yang diterima lembaganya saat meminta draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Akibat penolakan itu, hingga saat ini Ombudsman belum mendapat sumber formil resmi perihal draf aturan tersebut.
"Pada awal Desember (2019) Ombudsman sudah mengirim surat ke Kementerian Koordinator Perekonomian. Kami minta untuk dipaparkan rancangan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja," ujar Alamsyah saat memberikan materi dalam diskusi di Kantor Komnas-HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2020).
Menurut dia, keinginan agar dipaparkan itu karena bidang kerja tujuh anggota Ombudsman membidangi poin-poin yang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Paparan yang diminta oleh Ombudsman, kata Alamsyah, adalah pemaparan tertutup kepada anggota lembaganya.
"Selain itu kami juga mempertimbangkan banyaknya keluhan masyarakat. Sehingga kami minta untuk dipaparkan, " tutur dia.
Akan tetapi, permohonan dari Ombudsman dijawab penolakan pemaparan materi dari Kemenko-Perekonomian. "Surat kami lantas dibalas dengan menyatakan bahwa 'maaf bahwa untuk memaparkan, sebab belum disetujui oleh presiden dan belum ada arahan menteri'.
Ini pertama kalinya kami mendapat surat seperti ini, " ungkap Alamsyah. Dia pun menilai ada hal aneh lainnya dalam balasan surat itu. Pada lanjutan suratnya, Kemenko-Perekonomian menyarankan Ombudsman memberikan masukan tertulis.
Alamsyah menilai ada kesalahan logika berpikir dalam sikap Kemenko-Perekonomian. "Sebab barang yang secara formal belum disampaikan (draf) masak mau dikasih masukan secara tertulis. (ini) logic eror dan bagi saya sangat fatal. Sebagai penyelenggara negara kok punya imajinasi seperti itu," tegasnya.
Satgas diminta rahasiakan draf omnibus law
Diberitakan, pemerintah bersama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia membentuk Satuan Tugas (satgas) Omnibus Law.
Satgas yang diisi oleh beragam asosiasi pengusaha, kalangan akademisi, dan pemerintah tersebut dibentuk untuk mengkaji berbagai perubahan undang-undang terkait perpajakan dan lapangan kerja dalam omnibus law. Menurut Alamsyah Saragih, ada aduan dari individu kepada pihaknya terkait permintaan merahasiakan draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Individu yang masuk dalam tim satgas Omnibus Law tersebut, kata Alamsyah, bertanya tentang apa yang sebaiknya dikakukan atas hal itu.
"Ada yang bertanya, datang ke Ombudsman, 'Ini bagaimana ya saya dikasih draf (dan) masuk dalam satgas. Tetapi saya harus menandatangani disclaimer merahasiakan draf Itu, " kata Alamsyah menirukan perkataan individu tersebut saat memberikan materi dalam diskusi di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2020).
Menurut Alamsyah, hal itu ganjil sebab individu yang mengadu kepadanya bukan dalam status masuk ke dalam tim perusahaan fiktif. Dia membandingkan kondisi tersebut dengan tindakan sejumlah instansi, lembaga bahkan ada menteri yang datang ke Ombudsman untuk mendiskusikan atau konsultasi mengenai berbagai kebijakan.
Alamsyah juga mengungkapkan banyaknya keluhan yang disampaikan masyarakat kepada pihaknya soal tertutupnya pembahasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini.
"Lalu sampai pada akhirnya ada yang bilang, bukankah kalau pembentukan Undang-undang (UU) itu kan harus melibatkan banyak pihak. Memang sesuai aturan dalam penyusunan peraturan perundangan publik harus dilibatkan," jelasnya.
Alamsyah mengungkapkan adanya keraguan yang dirasakan anggota satgas omnibus law. Anggota satgas tersebut mempertanyakan soal keabsahan proses penyusunan aturan itu jika terdapat permintaan untuk merahasiakan draf-nya.
"Mereka (anggota satgas) bertanya, 'apakah cara ini benar atau tidak ? Kalau saya menandatangani (persetujuan permintaan merahasiakan) apakah saya menciderai sebuah proses perumusan UU atau tidak ', begitu," ujar Alamsyah.
Berpotensi jadi draf gelap
Di tempat yang sama, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) Choirul Anam mengatakan pemerintah harus membuka draf resmi omnibus law agar masyarakat bisa berpartisipasi dalam memberikan masukan. Choirul mengingatkan aturan ini berdampak luas untuk berbagai elemen masyarakat.
"Kan kita juga maunya semua orang bisa membuka (draf resmi). Kalau tidak nanti draf-nya (berpotensi) jadi draf gelap namanya," ujar Choirul di Kantor Komnas-HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2020).
Menurut Choirul, Komnas-HAM saat ini belum bisa mengakses draf resmi omnibus law. Padahal, pihaknya berkonsentrasi untuk meneliti substansi atas poin-poin yang ada dalam draf itu. Untuk sementara ini, kata dia, Komnas-HAM baru bisa mengakses draf omnibus law yang tersebar di media sosial.
"Akan tetapi kan disebut (oleh pemerintah) bahwa draf yang beredar di medsos itu bukan yang resmi, " tuturnya. Dia menyayangkan sikap pemerintah yang hingga saat ini tak kunjung membuka akses atas draf omnibus law itu.
"Pertanyaaanya sederhana, pengelolaan omnibus ini mengatur siapa ? Mengatur kita semua. Masa' kita yang mau diatur tidak dikasih tahu pengaturannya seperti apa, tetapi tiba-tiba sudah mau jadi, " tegas Choirul.
Selain tertutup, pemerintah juga terkesan terburu-buru dalam menyelesaikan draf omnibus law ini. Sehingga, Komnas-HAM mengkritisi proses pembentukan peraturan tersebut.
"Apa yang mau dikejar? Kalau ini memang demi kepentingan bangsa dan negara, dibuka saja. Toh masyarakat kita juga dewasa, tahu mana yang penting dan mana yang tidak," tambah Choirul. Dia melanjutkan, proses pembahasan draf omnibus law yang tertutup merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap konstitusi.
Choirul mengingatkan konstitusi negara mengatur soal keterbukaan dan partisipasi masyarakat dalam menyusun Undang-undang.
"Dalam konteks negara kita yang diatur dalam konstitusi yang mengatur soal keterbukaan dan partisipasi, maka ini pelanggaran serius terhadap konstitusi," ujar Choirul. Dia menyoroti berbagai argumentasi pemerintah yang enggan membuka informasi soal omnibus law.
"Misalnya, bahwa ini masih draf, nanti saja di DPR, menurut saya itu tidak akuntabel prosesnya. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak," tegasnya. Choirul pun mengingatkan bahwa tata kelola negara harus dilakukan secara bersama-sama.
Pihaknya yakin jika sejak awal prosesnya terbuka dan partisipatif, maka hasil akhir di DPR akan bagus.
"Tapi kalau di sini sejak awal sudah tertutup dan akuntabilitasnya tidak ada, ya ini juga akan sudah prosesnya," lanjut dia.
Merujuk perkembangan situasi yang ada soal pembahasan draf omnibus law, Komnas-HAM menyatakan tetap terus melakukan pengawalan. Salah satu caranya yakni menggelar diskusi publik secara mingguan perihal omnibus law ini.
Jika saat ini Komnas-HAM masih menyoroti proses, maka tidak menutup kemungkinan pada diskusi selanjutnya akan dibahas substansi dari omnibus law.
"Misalnya bagaimana tata kelola agraria, hutan, perburuhan, UMKM, mencegah pengelolaan agar tidak terjadi kekerasan. Baik omnibus law cipta lapangan kerja maupun lainnya (perpajakan), " tambah Choirul.
Sementara itu, Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, RUU Omnibus Law tidak akan merugikan masyarakat. Dia pun meminta agar publik tak melihat bahwa pemerintah sedang menyembunyikan sesuatu.
"Strategi aksi 2020 dalam jangka panjang, omnibus law menjadi pegangan kita. Dan sekali lagi jangan berpikir kita menyembunyikan sesuatu, enggak ada yang kita sembunyikan. Kita nggak perlu membohongi anak, cucu kita," katanya di Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Dalam pembuatan omnibus law ini, lanjut Luhut, dirancang oleh para generasi milenial sehingga tahu apa yang dibutuhkan Tanah Air saat ini.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kritik untuk Omnibus Law: Bersifat Rahasia, Diragukan Penyusun dan Potensi Jadi Aturan Gelap", https://nasional.kompas.com/read/2020/01/31/07421821/kritik-untuk-omnibus-law-bersifat-rahasia-diragukan-penyusun-dan-potensi?page=6.
Penulis : Dian Erika Nugraheny
Editor : Krisiandi