Ketimbang Naikkan Harga BBM Subsidi jadi Rp 10 Ribu, Ombudsman Sarankan Pembatasan
TEMPO.CO,Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia menyarankan kepada pemerintah supaya memilih opsi membatasi penyaluran bahan bakar minyak bersubsidi ketimbang menaikkan harga BBM jenis Pertalite dan Solar menjadi Rp 10 ribu per liter.
Anggota Ombudsman Hery Suasanto mengatakan opsi pembatasan lebih baik untuk mencegah jebolnya anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk menambah subsidi energi. Sebab, kuota BBM bersubsidi saat ini tinggal sekitar 5 juta kiloliter dari kuota tahun ini 23 juta kiloliter.
"Ini kalau tidak dilakukan pembatasan, jebol ini barang, enggak sampai akhir tahun. Sebelum tahun baru, Oktober sudah habis," kata Hery saat konferensi pers, Kamis, 25 Agustus 2022.
Hery menjelaskan, jika pemerintah lebih memilih opsi menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi Rp 10 ribu per liter, dampaknya akan sangat besar bagi perekonomian masyarakat. Dia memperkirakan, kenaikan harga BBM bakal mendorong inflasi bertambah hingga 0,97 persen dari realisasi inflasi kuartal II - 2022 sebesar 4,94 persen.
"Jika Pertalite naik menjadi Rp 10 ribu per liter, maka kontribusinya terhadap inflasi diprediksi mencapai 0,97 persen. Oleh karena itu pemerintah diminta tidak menaikkan harga BBM bersubsidi," ucap Hery.
Untuk pembatasan, Hery mengatakan, pemerintah bisa mengambil opsi menetapkan penyaluran BBM bersubsidi hanya untuk kendaraan roda dua di bawah 250 cc dan angkutan umum. Menurut dia, dua tipe kendaraan ini adalah moda transportasi yang paling banyak mengonsumsi Pertalite dan Solar.
Data ini, kata dia, berdasarkan kajian cepat atau rapid assessment Ombudsman mengenai pembatasan BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar melalui aplikasi MyPertamina. Kajian ini dilakukan melalui survei wawancara terhadap 781 responden di SPBU yang ada di 31 provinsi pada 8 - 12 Agustus 2022.
Dari survei itu, 47 persen responden adalah pengendara sepeda motor dan mobil angkutan umum, 30 persen mobil pribadi, serta 23 persen mobil angkutan barang. Sebanyak 76 persen responden menyatakan mengisi kendaraannya dengan Pertalite dan 21,4 persen Solar.
"Selain moda transportasi itu, konsumen diwajibkan tetap menggunakan Pertamax dan jenis di atasnya. Distribusi BBM bersubsidi tersebut juga perlu pengaturan batas pengisian BBM per hari nya," ucap Hery.
Kriteria sepeda motor dan kendaraan angkutan umum yang menggunakan BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar ini menurut dia juga perlu dimasukkan ke dalam revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM yang masih dibahas pemerintah hingga saat ini.Â
"Pemerintah juga sedang ngebut untuk merevisi Perpres 191 tahun 2014. Awalnya kan awal Agustus, kemudian tidak terkejar karena kendala masih banyak di sana sini akhirnya diundur. Infonya saya dengar awal September," kata Hery.
Adapun langkah pemerintah yang meminta Pertamina untuk membatasi penggunaan BBM melalui pendaftaran di aplikasi MyPertamina, menurut dia, sudah tepat. Tapi faktanya di lapangan masyarakat, khususnya di daerah belum mengerti teknis pendaftarannya sehingga mayoritas atau sekitar 72 persen responden belum mendaftar hingga saat ini.
Dari hasil survei, Hery mengatakan mayoritas responden menyatakan belum mendaftar di aplikasi MyPertamina karena tidak mengetahui teknis pendaftaran. Selain itu mereka juga kesulitan karena proses pendaftarannya tidak mudah.Â