Kendala Pupuk Subsidi: Pendataan dan Penyaluran
BANTEN - Kendala implementasi pupuk bersubsidi yang kerap terjadi umumnya pada pendataan dan penyaluran kepada petani. Demikian disampaikan Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika saat melakukan monitoring lapangan pelaksanaan pelayanan publik oleh PT Pupuk Indonesia khususnya di Lini III Wilayah Banten pada Rabu (7/9/2022).
Yeka bermaksud untuk meninjau realisasi penyaluran pupuk bersubsidi dan jajak pendapat rencana uji coba penyaluran dari Distributor ke Poktan. Ia melihat bahwa sistem pendataan sangat rumit dan menyulitkan sehingga banyak waktu terbuang untuk hasil yang tidak optimal. "Data ini harus melibatkan dan ditetapkan oleh Musyawarah Desa. Diharapkan dengan melalui proses Musyawarah Desa dapat menghasilkan data yang lebih valid, sederhana, cepat, dan akurat," ujar Yeka.
Selanjutnya terkait sisi penyaluran, Yeka menilai bahwa aturan sistem penyaluran pupuk bersubsidi kerap berubah sehingga pada tahapan implementasi menjadi tidak optimal. Menurutnya sistem penyaluran pupuk bersubsidi ini sudah sering sekali berubah. Pada era Soeharto, penyaluran dilakukan langsung kepada Kelompok Tani. Lalu semenjak 2016, penyaluran langsung ke petani dengan instrumen inovasi berupa pembagian kartu tani dan beberapa tahun kemudian kembali berubah sesuai rekomendasi BPK yaitu by NIK by address. Konsep teknologi kartu tani tidak efektif di lapangan dan penggunaan kartu tersebut dipolitisir oleh Kelompok Tani. "Saat ini, penyaluran sudah by NIK by address namun pada kenyataannya penebusan masih dilakukan melalui Kelompok Tani," singgung Yeka.
Ombudsman sudah memberikan saran kepada Kementan dan Kemendag agar pendistribusian pupuk bersubsidi diserahkan langsung kepada Kelompok Tani seperti pada era Pemerintahan Soeharto. Dengan demikian Kelompok Tani harus dapat menyelesaikan persoalan internal di sana agar pelaksanaannya dapat berjalan secara efektif. Kalaupun terdapat masalah atau kendala, itu menjadi tanggung jawab Kelompok Tani.
"Sebaiknya penyaluran pupuk bersubsidi ini langsung diserahkan kepada Kelompok Tani agar manajemen pendistribusian menjadi lebih efisien. Sistem penyaluran juga usahakan tidak banyak berubah dalam waktu singkat, sebab implementasi dari sistem tersebut menjadi tidak optimal," ujar Yeka.
Harapan Ombudsman RI di masa mendatang adalah pendistribusian pupuk bersubsidi juga dapat melibatkan pemerintah desa dan aparat penegak hukum. Jika suatu saat ditemukan adanya pemalsuan data maupun ketidaksesuaian dalam sistem penyaluran maka dapat segera dimintakan pertanggungjawaban desa. "Hal ini dapat mendorong terjadinya keabsahan data yang sesuai dengan penerima bagi para petani," tutup Yeka.
Dalam kunjungan kerja tersebut Yeka didampingi oleh SEVP Operasi Pemasaran, Gatoet Gembiro; SVP Wilayah Barat, Agus Susanto; dan VP Penjualan Wilayah 3A, Aviv Ahmad Fadhil. (MFM)