Jakarta Masih Ibukota, Ombudsman Dorong Harmonisasi UU IKN
JAKARTA - Status Jakarta sebagai ibu kota negara masih tetap berlaku hingga Presiden Prabowo Subianto menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) tentang pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Supratman Andi Agtas, yang menjelaskan ketentuan ini diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ).
Menurut Supratman selama Undang-Undang tersebut belum ditandatangani Prabowo, Jakarta tetap berstatus sebagai ibu kota RI. Supratman menambahkan, penerbitan Keppres akan bergantung pada kesiapan infrastruktur di IKN Nusantara, termasuk fasilitas untuk lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
"sampai hari ini Jakarta masih menjadi ibu kota Indonesia. Karena di Pasal 70 UU DKJ (Daerah Khusus Jakarta) dinyatakan UU ini berlaku sejak ditanda tangani keputusan presiden terkait dengan pemindahan ibu kota," ujar Supratman, dikutip Selasa, 18 November 2024.
Saat ini, pembangunan infrastruktur di IKN masih berlangsung dan diperkirakan memerlukan waktu beberapa tahun sebelum siap sepenuhnya. Menurutnya pemindahan ibu kota tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Infrastruktur harus benar-benar siap agar tidak ada hambatan dalam operasional pemerintahan.
“Sehingga, nanti layak menjadi sebuah kota yang bisa seluruh kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif itu bisa bekerja di sana," tambah Supratman.
Seiring rencana pemindahan ibu kota, pemerintah dan DPR RI juga tengah membahas revisi UU DKJ. Revisi ini nantinya akan mengubah nomenklatur DKI Jakarta menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) serta memberikan landasan hukum baru untuk status Jakarta sebagai provinsi setelah ibu kota pindah.
Pada tanggal 12 November 2024, DPR RI periode 2024-2029 telah menyetujui revisi UU No. 2 Tahun 2024 tentang Provinsi DKI Jakarta sebagai usulan inisiatif DPR. Revisi tersebut ditargetkan selesai sebelum Pilkada 2024 berakhir pada 27 November 2024. Revisi tersebut dilakukan untuk memastikan Jakarta memiliki dasar hukum yang kuat dalam menjalankan fungsinya sebagai daerah khusus, meski tak lagi memegang predikat ibu kota negara.
Cegah Tumpang Tindih Hukum
Sementara itu, Hery Susanto, anggota Ombudsman RI, menyoroti perlunya penyesuaian peraturan pelaksana Undang-Undang No. 21 Tahun 2023 tentang IKN. Menurutnya, beberapa aturan memerlukan harmonisasi agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum di lapangan.
Hery mencatat perubahan wilayah IKN yang mengeluarkan lima desa (Muara Kembang, Tampa Pole, Binuang, Maridan, dan Pemaluan) dari area IKN telah memicu masalah administrasi. Masalah ini mencakup pengelolaan data kependudukan dan penentuan batas kewilayahan yang membutuhkan perhatian segera.
“Penyesuaian ini penting agar kebijakan yang diambil tetap konsisten dan tidak menimbulkan ketidakpastian di lapangan,” ujar Hery dikutip Antara.
Selain itu, penerapan Pasal 42 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2023 yang menghentikan peraturan bertentangan dengan kebijakan IKN turut memunculkan ketidakpastian hukum, khususnya dalam sektor perizinan pertambangan.
Salah satu isu krusial yang dihadapi adalah ketidakjelasan bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi untuk meningkatkan izin mereka menjadi IUP Operasi Produksi. Hal ini terjadi karena adanya perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di IKN, meskipun UU No. 3 Tahun 2020 menjamin kelanjutan izin tersebut.
"Ketidakpastian ini dirasakan oleh para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), khususnya mereka yang memiliki IUP Eksplorasi,” tambah Hery.
Hery mengungkap Ombudsman merekomendasikan agar penerapan Pasal 42 ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan sektor perizinan dan tata ruang, sehingga kepastian hukum tetap terjamin bagi semua pihak. Dengan berbagai langkah penyesuaian tersebut, pemerintah diharapkan dapag memastikan kelancaran transisi IKN sebagai ibu kota negara, sembari tetap memperhatikan kepastian hukum dan kesiapan infrastruktur.