Hasil Kajian Ombudsman Soal Kebencanaan, Soroti Tata Kelola Penyelenggaraan Penanganan Bencana
Siaran Pers
Nomor 056/HM.01/IX/2022
Kamis, 29 September 2022
JAKARTA - Hasil Kajian Ombudsman RI terkait pengawasan pelayanan publik dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana menyebutkan sejumlah permasalahan pada tahap prabencana dan tanggap darurat. Ombudsman dalam kajian ini memberikan saran kepada Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan penyelenggaraan penanggulangan bencana
Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih mengatakan, berdasarkan hasil permintaan informasi dan turun langsung ke beberapa wilayah seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, Aceh dan Riau, Ombudsman menemukan beberapa hal yang memerlukan atensi khusus.
Ia menyebutkan, pada tahap prabencana, Ombudsman menemukan permasalahan di antaranya prosedur pemberian bantuan dari pihak donor yang belum jelas aturan pelaksanaanya di daerah, sarana dan prasarana penanganan bencana yang tidak layak, dan kurangnya jumlah early warning system.
"Kami juga menemukan banyak daerah minim sekali anggaran untuk kebencanaan. Kepada pemerintah daerah, agar anggaran bencana dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu," ujar Najih dalam sambutannya pada Seminar dan Launching Laporan Hasil Kaiian Kebencanaan Pengawasan Pelayanan Publik dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Hotel Orchardz Industri Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).
Sedangkan pada tahap tanggap darurat, terdapat temuan Ombudsman terkait belum terintegrasinya data masyarakat terdampak bencana yang dimiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan instansi lainnya, proses birokrasi yang panjang dalam penentuan status bencana, hingga minimnya sarana dan prasarana atau peralatan untuk mendistribusikan logistik ke wilayah terdampak bencana yang terisolasi.
Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro menyampaikan kajian ini merupakan bentuk pencegahan maladministrasi. "Berkaitan dengan pelayanan publik, kami rumuskan standar pelayanan publik kebencanaan. Kita harapkan semua pihak terkait dapat mewujudkan standar pelayanan ini," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Johanes mengatakan terdapat cukup banyak permasalahan pelayanan publik dalam penanggulangan bencana khususnya pada masyarakat rentan. Misalnya pelayanan fasilitas kesehatan, fasilitas mandi, penyaluran bantuan, pendidikan, administrasi kependudukan dan administrasi pertanahan.
"Data laporan yang masuk di Ombudsman terkait kebencanaan di antaranya tentang penentuan status darurat kebencanaan, bantuan sosial, penyelesaian terkait hunian tetap, honor untuk tim teknis dan pembagian bantuan yang belum merata," terang Johanes.
Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi KU II Ombudsman RI, Febrityas menyampaikan sejumlah saran dalam hasil kajian ini. "Kepada Menteri Koordinator Bidang PMK agar berkoordinasi dengan Bappenas dan Kementerian Keuangan untuk mengalokasikan dana yang memadai untuk kebencanaan," ujarnya.
Selain itu, Menteri Koordinator Bidang PMK juga disarankan melakukan koordinasi dengan BNPB dan pihak terkait untuk meningkatkan integrasi program prabencana sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi dalam penanganan kebencanaan.
Kepada Kepala BNPB, Ombudsman memberikan saran untuk mengembangkan kajian dan evaluasi terkait kendala penyelenggaraan penanggulangan bencana dan terus meningkatkan langkah perbaikan. "Kepala BNPB bersama Kemendagri agar membuat surat edaran kepada seluruh kepala daerah untuk mengatur kompetensi pejabat/personil yang akan ditempatkan di BPBD di tingkat pemerintah daerah serta mengalokasikan anggaran guna peningkatan kapasitas personil penanggulangan bencana di daerah," imbuh Febrityas.
Selain itu, Ombudsman juga menyarankan Kepala BNPB untuk mengembangkan aplikasi inaRISK dengan menambahkan fitur terkait data masyarakat terdampak bencana serta membangun sistem atau aplikasi berkenaan dengan pengelolaan dan penyaluran bantuan untuk masyarakat terdampak.
Kepada Mendagri, Ombudsman menyarankan agar mendorong kepala daerah untuk mengalokasikan anggaran minimal 1 persen atau proporsional dari APBD sesuai kebutuhan penanggulangan bencana. Selain itu juga menginstruksikan kepala daerah untuk melakukan pemenuhan Standar Pelayanan Minimal pada unit yang menangani kebencanaan.
Sedangkan kepada para kepala daerah, Ombudsman memberikan saran agar menginstruksikan dan memastikan BPBD untuk melakukan Penyusunan Rencana Kebutuhan Anggaran Penanggulangan Bencana yang proporsional khususnya dalam pelaksanaan kegiatan prabencana. Kemudian menyusun dan melaksanakan program prabencana yang berkelanjutan dan terukur guna memaksimalkan fungsi pencegahan.
Turut hadir dalam acara ini Deputi Bidang Logistik dan Peralatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Zaherman Muabezi, Asisten Deputi Kedaruratan dan Manajemen Pasca Bencana Kemenko PMK Nelwan Harahap, Staf Ahli Menteri Kemendagri Togap Sumangunsong, Ketua Unit Kajian Strategis Tim Pakar Satgas Penanganan Covid 19 I Nyoman Gede Agus Asrama, Direktur Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana Agus Wibowo, dan Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Prov. NTB Oman Somantri. (*)