• ,
  • - +
Empat Dugaan Maladministrasi di Balik Impor Beras 500 Ribu Ton
Kliping Berita • Senin, 15/01/2018 •
 

Jakarta: Kebijakan impor beras 500 ribu ton yang akan dilakukan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada awal 2018 menuai kontroversi. Setidaknya Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan empat indikasi atau dugaan maladministrasi dibalik rencana kebijakan impor beras tersebut.

"Ombudsman menilai ada maladministrasi. Kalau ada impor beras harus dengan cara yang benar dan penyaluran yang benar," kata Ombudsman Republik Indonesia Amzulian Rifai, dalam sebuah jumpa pers, di Gedung Ombudsman, Jakarta, Senin, 15 Januari 2018.

Adapun dugaan tersebut yakni pertama, Ombudsman menilai penunjukan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia/PPI (Persero) sebagai importir berpotensi melanggar perpres dan inpres. Impor beras untuk kepentingan umum dalam hal menstabilkan harga semestinya dilakukan oleh Perum Bulog.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) huruf d Perpres Nomor 48/2016 dan diktum ketujuh angka 3 Inpres Nomor 5/2015 dinyatakan bahwa tugas impor dalam upaya menjaga stabilitas harga adalah Perum Bulog. "Hal ini juga didukung oleh dokumen notifikasi WTO terhadap Perum Bulog sebagai STE," imbuh dia.

Kedua terdapat konflik kepentingan dalam prosedur impor beras di mana Permendag Nomor 1 Tahun 2018 dibuat begitu cepat tanpa sosialisasi. Selain itu, juga terdapat dugaan pengambilan keuntungan mengingat marjin yang tinggi antara harga beras impor dengan harga pasar domestik dan HET.

"Siapa yang akan paling diuntungkan jika impor dilakukan bukan untuk tujuan berjaga-jaga. Apakah PT PPI yang ditunjuk sudah berpengalaman melaksanakan operasi pasar?" tutur dia.

Ketiga, terdapat penggunaan kewenangan untuk tujuan lain. Semestinya pemerintah terlebih dahulu mengoptimalkan pemerataan stok antarwilayah sesuai kebutuhan. Sebagaimana pasal 6 huruf c Perpres Nomor 48/2016 mengatur Perum Bulog melakukan pemerataan stok antarwilayah sesuai kebutuhan.

"Jika harus impor tujuannya adalah untuk meningkatkan cadangan beras dan kredibilitas stok Bulog di hadapan pelaku pasar dalam kerangka stabilisasi harga. Bukan untuk mengguyur pasar secara langsung, apalagi pasar khusus yang tidak cukup signifikan permintaannya, " tambah dia.

Keempat, Ombudsman menemukan prosedur yang tidak patut dalam rencana impor beras tersebut. Apakah koordinasi sudah dilakukan secara patut oleh Kementerian bidang Perekonomian dengan Kementerian Perdagangan serta Kementerian Pertanian.

Hal Serupa disampaikan Guru Besar Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santoso yang menilai PPI tidak memiliki wewenang sekaligus infrastruktur untuk menjalankan impor beras demi kepentingan umum. Kewenangan tersebut seharusnya dijalankan Bulog yang sebagaimana Peraturan Menteri Perdagangan nomor 1 tahun 2018.

"Yang boleh Bulog karena semua infrastrukturnya ada di Bulog. Bahkan PPI enggak punya wewenang dan infrastruktur. Kenapa tiba-tiba muncul PPI dan kenapa tidak Bulog," imbuh dia kepada Medcom.id

Sementara itu, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) belum mengetahui secara detil jenis beras yang akan diimpor. PPI masih menunggu arahan dari Kementerian Perdagangan untuk memasok beras dari Thailand dan Vietnam pada akhir Januari mendatang.

"Sepertinya belum banyak yang bisa disampaikan. Hanya saja PPI harus siap jika ditugaskan pemerintah," kata Humas PPI Ira Berlianty Aziz saat dihubungi Medcom.id.

Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Pemerintahan Jokowi-JK telah melakukan impor beras senilai Rp16,6 triliun dengan volume 2,90 juta ton sepanjang periode 2014-2017.

Sumber: http://ekonomi.metrotvnews.com/mikro/ObzvLa7b-empat-dugaan-maladministrasi-di-balik-impor-beras-500-ribu-ton


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...