Dua Tahun Berdirinya Saber Pungli, Ombudsman RI Lakukan Kajian
Jakarta - Fenomena kasus pungli yang melibatkan oknum di Kementerian dan/atau Lembaga dan masyarakat ikut berperan, seperti sesuatu budaya yang dipelihara sehingga menjadi hal yang wajar. Hal ini sangat mencoreng Kementerian dan/atau Lembaga yang menyediakan layanan kepada masyarkat. Praktik pungli telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat dan menyebabkan kerugian kepada masyarakat yang mengakses pelayanan publik. Data Ombudsman Republik Indonesia mencatat bahwa selama tahun 2016, dari 9077 laporan yang masuk, 972 diantaranya berbentuk permintaan imbalan uang, barang maupun jasa. Sementara itu pada tahun 2017, dari 8264 terdapat 617 berupa dugaan permintaan imbalan uang, barang dan jasa. Banyaknya laporan/pengaduan tersebut, menyebabkan perlunya upaya pemberantasan pungutan liar secara tegas, terpadu,efektif, efisien, dan mampu menimbulkan efek jera. Untuk mewujudkan birokrasi bersih dan melayani dan berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar, atas dasar hal tersebut Presiden Joko Widodo kemudian menginstruksikan untuk membentuk Satgas Sapu Bersih (Saber Pungli) melalui Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
Efektifitas Keberadaaan Satgas Saber Pungli Dilihat Dari Aspek Penanganan Perkara, Hasil Penanganan, Pembiayaan dan Kerugian Negara yang Berhasil Diselamatkan
Ombudsman RI melakukan kajian mengenai efektivitas kinerja Saber Pungli yang dilaksanakan sejak bulan april lalu dengan melibatkan Perwakilan Ombudsman RI. Dalam kajian tersebut fokus penelitian ombudsman mengenai penanganan perkara, hasil penanganan, pembiayaan dan kerugian negara yang berhasil diselamatkan. Dalam hal efektififitas, jika ditinjau dari aspek penanganan perkara, hasil penanganan, pembiayaan dan kerugian Negara yang berhasil diselamatkan cenderung memperlihatkan ketidakefektifan, penyebabnya karena banyaknya hambatan, hambatan yang dikeluhkan oleh UPP di provinsi relatif sama dengan yang dikeluhkan pada UPP Kab/Kota yaitu masalah anggaran dan koordinasi. Namun Permasalahan anggaran yang menjadi kendala yang paling banyak dikeluhkan oleh UPP Provinsi maupun UPP Kab/Kota dalam beberapa hal memang sangat diperlukan karena terdapat hambatan lain yang diakibatkan karena minimnya anggaran, seperti halnya dukungan dari anggaran dari Pemda yang terbatas dan tidak seragam, selain itu masih ada UPP di daerah yang belum menganggarkan kegiatan Saber Pungli sehingga kegiatan UPP belum optimal, kemudian masalah terbatasnya ketersedian sarana dan prasarana di beberapa daerah. Akan tetapi permasalahan anggaran ini tidak mutlak menjadi hambatan Satgas Saber Pungli dalam melaksanakan tugas dan fungsi secara optimal dan efektif. Hal tersebut terbukti terdapat UPP Saber Pungli Provinsi yang memiliki jumlah anggaran yang besar namun penanganan laporan/OTT kurang optimal sehingga kerugian negara yang berhasil diselamatkan juga tidak terlalu besar, dalam arti lain kasus pungli yang sifatnya ringan.
Begitu pula jika dilihat dari aspek penanganan perkara, ketidakefektifan yang terjadi dapat disebabkan karena belum lengkapnya SOP, hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor Saber Pungli menjadi tidak efektif, karena terbukti dapat menambah kendala-kendala dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan menjadi tidak optimal, seperti : terdapat tumpang tindih tugas dan personel/jabatan pada kegiatan saber pungli dan kegiatan rutin di instansi masing-masing, call center tidak terpusat, kurang dukungan/partisipasi masyarakat, sulit membuktikan unsur pidana, sehingga banyak yang kemudian dilimpahkan ke instansi lain yang sifatnya pembinaan karena tidak ada potensi kerugian negara
Hal yang terpenting untuk meningkatkan efektifitas kinerja Saber Pungli saat ini adalah melengkapi SOP terlebih dahulu. Hal tersebut menjadi penting dan mendesak, dikarenakan terdiri dari berbagai instansi dan jangkauan UPP yang tersebar di berbagai wilayah, maka diperlukan SOP yang jelas, mampu dipahami dan diimplemantasikan oleh seluruh jajaran personel di UPP. Sehingga akan terjadi keseragaman pemahaman baik di Pokja pencegahan maupun penindakan.
Selain SOP, yang perlu segera disiapkan untuk meningkatkan efektifitas kinerja yaitu pembentukan database terpusat, fungsinya untuk mempermudah melakukan pengawasan dan kontrol kegiatan UPP, selain itu juga berfungsi untuk penyampaian laporan secara berkala, agar tidak dilakukan secara manual. Karena Satgas Saber Pungli terdiri dari berbagai instansi yang memiliki perbedaan sistem birokrasi. Hal yang terpenting lainnya yaitu untuk melakukan kerjasama dalam bentuk MoU dengan kementerian/lembaga, guna mengupayakan adanya suatu link yang mampu hadir di aplikasi/website masing-masings kementerian/lembaga tersebut
Koordinasi dan Penanganan Laporan/Pengaduan Dibandingkan Dengan Instansi Berbeda Dengan Kewenangan Yang Sama Yaitu Penegakan Hukum Pada Kasus Pungutan Liar.
Permasalahan koordinasi terlihat pada minimya UPP Saber Pungli baik di Provinsi maupun di wilayah Kab/Kota yang melakukan koordinasi dengan instansi lain (penegak hukum) yang memiliki kewenangan yang sama, sebagai contoh KPK. Hal tersebut dapat menimbulkan ketidakefektifan Satgas Saber Pungli dalam memberantas pungli yang berpotensi merugikan negara dengan jumlah besar. Selain koordinasi dengan instansi yang memiliki kewenangan yang sama, koordinasi dengan instansi lain baik pusat maupun daerah juga belum menyeluruh dilakukan oleh UPP Saber Pungli, sehingga mengakibatkan masih adanya instansi pusat maupun instansi daerah (kementerian/lembaga/dinas/badan) yang belum ikut membentuk UPP, selain itu kurangnya koordinasi dalam juga mengakibatkan kurang proaktifnya instansi yang tergabung dalam UPP.
Kendala/Hambatan UPP K/L Provinsi,Kabupaten/Kota Dalam Penanganan Pengaduan
Dari semua UPP Provinsi, masalah anggaran menempati posisi pertama dari data hambatan yang dialami oleh UPP Provinsi, yaitu sebesar 34%. Tempat kedua diduduki oleh masalah kurangnya koordinasi dengan 19%. Selanjutnya diisi oleh masalah tumpang tindih jabatan sebesar 10%, diikuti oleh masalah sarana dan prasarana sebanyak 9%, belum adanya SOP sebesar 7%, instansi lain tidak proaktif sebesar 3%, kurangnya kelengkapan laporan dan berkas sebanyak 3%, belum berjalannya program pencegahan sebesar 2%, masalah call center tersebar sebesar 2%, hambatan dalam kondisi georgrafis sebesar 2%, kurangnya perencanaan sebanyak 2%, minimnya jumlah personil sebesar 2%, pelaksanaan OTT kurang maksimal sebesar 2%, sulitnya pembuktian unsur pasal sebesar 2%, dan 2% untuk masalah tertib administrasi.
Dari semua UPP Kabupaten/Kota, 32% hambatan yang dialami adalah masalah anggaran yang juga menjadi masalah yang paling banyak dialami oleh UPP Kabupaten/Kota, diikuti oleh masalah koordinasi yang menduduki posisi kedua dengan 22%. Hambatan lain adalah masalah sarana dan prasarana dengan 8%, adanya rangkap jabatan dan tugas sebanyak 8%, perbedaan pandangan hukum/pasal yang digunakan sebesar 6%, kurangnya SDM sebesar 5%, belum ada SOP, juknis dan juga Tata Naskah Penanganan Laporan sebanyak 5%, kurangnya pemahaman masyarakat sebesar 3%, kurangnya kepeduliannya masyarakat sebesar 3%, masyarakat takut melapor sebesar 3%, pokja kurang optimal sebanyak 2%, MOU/PKS Kemendagri, Kepolisian & Kejaksaan tidak efektif sebanyak 2 %, dan masalah penanganan pengaduan sebesar 1%.
Dari hasil peninjauan pada UPP daerah baik provinsi maupun kabupaten kota, masalah anggaran dan koordinasi menjadi dua hambatan yang paling banyak dialami oleh UPP provinsi maupun kabupaten/kota. Perlu pembenahan dalam hal koordinasi antar personil maupun instansi dan juga penganggaran yang berkesuaian dengan luas daerah, letak geografis dan jumlah personil.
Atas hasil kajian tersebut Ombudsman Republik Indonesia memberikan saran kepada Saber Pungli sebagai berikut :
1. Melengkapi dan menyempurnakan SOP penindakan dengan melibatkan UPP di daerah. Hal ini dikarenakan masih banyaknya UPP daerah yang bingung akan bentuk tindak lanjut penindakan terhadap suatu laporan masyarakat ataupun kasus OTT yang terjadi. Diharapkan dengan adanya SOP, maka terdapat pemahaman yang seragam antar UPP, khususnya di daerah;
2. Membuat database terpusat. Hal tersebut dikarenakan bentuk pelaporan UPP di setiap daerah yang dilakukan dengan cara manual. Diharapkan dengan adanya database terpusat dapat meningkatkan fungsi kontrol dan pengawasan oleh Satgas Saber Pungli di pusat. Selain itu, diharapkan dengan dibentuknya database terpusat akan memudahkan bentuk pelaporan dan koordinasi khususnya yang dilakukan oleh UPP daerah;
3. Melakukan Nota Kesepahaman dengan Kementerian/Lembaga dalam rangka integrasi laporan/pengaduan masyarakat terkait pungutan liar yang terjadi di Kementerian/Lembaga tersebut. Diharapkan dengan adanya integrasi pengaduan, akan lebih banyak informasi tentang pungutan liar yang dapat dihimpun;
4. Diperlukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah terkait untuk meningkatkan efisiensi Satgas Saber Pungli dalam pelayanan pemberantasan pungutan liar. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan personil dari berbagai instansi, kondisi keterjangkauan dan luas wilayah yang disesuaikan dengan kebutuhan anggaran pertahun. Anggaran ini diajukan dalam rancangan kerja pemerintah daerah dan dimasukan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Untuk mendorong hal tersebut, diperlukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah terkait;
5. Bentuk koordinasi dengan lembaga yang mempunyai kewenangan sama dalam hal penanggulangan pungutan liar perlu ditingkatkan. Hal ini diharapkan dapat lebih meningkatkan hasil dalam penanggulangan pungutan liar.
6. Pengelolaan UPP Provinsi, Kota/Kabupaten yang hanya menekankan pada menunggu laporan masyarakat harus disempurnakan melalui perubahan visi, misi, pendekatan, strategi dan kegiatan operasional agar dapat tercipta kerjasama tim yang prima, hubungan kerja berdasarkan pendekatan masyarakat guna dapat mencapai misi organisasi yang efisiensi dan efektif kearah yang lebih baik;
7. Memaksimalkan cara penyampaian laporan masyarakat yang sudah ada, antara lain call Center, SMS, Laporan Langsung, Surat Tertulis, Website, Email;
8. Pengawasan Saber Pungli Pusat terhadap UPP Provinsi, Kota/Kabupaten harus dilakukan terkoordinir supaya tugas dan fungsinya berjalan sesuai Perpres RI Nomor 87 Tahun 2016 dengan tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, yang ada pada K/L maupun Pemerintah Daerah (Pemda)